Sabtu, 30 Mei 2020

QUOTES & LINKS





BUDDHISM
1. SELECTED VERSES
1
AN 3.65: Kesamutti Sutta
Sering disebut Kalama Sutta (?).
Nasehat Buddha Gautama kepada Suku Kalama atas beraneka-ragam ajaran/pandangan.
jangan percaya begitu saja 10 ; ( termasuk dan terutama untuk Isi Blog ini ... agar jika tidak memungkinkan pencerahan (sebagaimana yang diupayakan) semoga tidak mengakibatkan penyesatan (yang tidak disengajakan).)
Etha tumhe, kālāmā, mā anussavena, mā paramparāya, mā itikirāya, mā piṭaka­sam­padā­nena, mā takkahetu, mā nayahetu, mā ākāra­pari­vitak­kena, mā diṭṭhi­nij­jhā­nak­khan­tiyā, mā bhabbarūpatāya, mā samaṇo no garūti. Yadā tumhe, kālāmā, attanāva jāneyyātha: ‘ime dhammā akusalā, ime dhammā sāvajjā, ime dhammā viññugarahitā, ime dhammā samattā samādinnā ahitāya dukkhāya saṃvattantī’ti, atha tumhe, kālāmā, pajaheyyātha.
Marilah, O penduduk Kālāma, jangan menuruti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran, pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan, pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian berpikir: ‘Petapa itu adalah guru kami.’ Tetapi ketika, penduduk Kālāma, kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri: ‘Hal-hal ini adalah tidak bermanfaat; hal-hal ini adalah tercela; hal-hal ini dicela oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika diterima dan dijalankan, akan mengarah menuju bahaya dan penderitaan,’ maka kalian harus meninggalkannya.
Etha tumhe, kālāmā, mā anussavena, mā paramparāya, mā itikirāya, mā piṭaka­sam­padā­nena, mā takkahetu, mā nayahetu, mā ākāra­pari­vitak­kena, mā diṭṭhi­nij­jhā­nak­khan­tiyā, mā bhabbarūpatāya, mā samaṇo no garūti. Yadā tumhe, kālāmā, attanāva jāneyyātha: ‘ime dhammā kusalā, ime dhammā anavajjā, ime dhammā viññuppasatthā, ime dhammā samattā samādinnā hitāya sukhāya saṃvattantī’ti, atha tumhe, kālāmā, upasampajja vihareyyātha.
 “Marilah, para penduduk Kālāma. Jangan menuruti tradisi lisan, ajaran turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran, pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan, pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian berpikir: ‘Petapa itu adalah guru kami.’ Tetapi ketika, penduduk Kālāma, kalian mengetahui untuk diri kalian sendiri: ‘Hal-hal ini adalah bermanfaat; hal-hal ini adalah tidak tercela; hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana; hal-hal ini, jika dijalankan dan dipraktikkan, akan mengarah menuju kesejahteraan dan kebahagiaan,’ maka kalian harus hidup sesuai dengannya.
— Kalama Sutta; Anguttara Nikaya 3.65
Link Media:
Link Data :
2
AN 3.136: Uppādā Sutta
Sering disebut DhammaNiyama Sutta (?). 
Dhamma tetap ada walau Buddha muncul atau tidak (pada masa Buddhakalpa dan atau Sunnakalpa)
Dalam kitab suci Tipiṭaka pada Uppādāsutta bagian Aṅguttara Nikāya 3.136:
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ, ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā aniccā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā aniccā’ti.
“Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah tidak kekal.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah tidak kekal.’
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā dukkhā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā dukkhā’ti.
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah penderitaan.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah penderitaan.’
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe dhammā anattā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe dhammā anattā’”ti.
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’”
           Dalam agama Buddha, kelima hukum tersebut adalah sebagai berikut.
Utuniyāma, hukum kepastian atau keteraturan musim.
 Bijaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan biji.
Kammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kamma.
Cittaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kesadaran.
Dhammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan dhamma.
Link Media:
3
OVADA PATIMOKKHA
KN : Dhammapada 14. Buddhavaggo = 183 – 185 
Sabda Buddha kepada 1250 Arahata Ehibikkhu pada bulan Māghā di bulan purnama uposatha
Pada suatu saat, Ananda Thera bertanya kepada Sang Buddha, apakah pelajaran-pelajaran dasar yang diberikan kepada para bhikkhu oleh para Buddha terdahulu adalah sama seperti pelajaran Sang Buddha sendiri sekarang. Kepadanya Sang Buddha menjawab bahwa pelajaran-pelajaran yang dibabarkan oleh seluruh Buddha adalah seperti yang diberikan pada syair 183, 184 dan 185 berikut ini :
183.Sabbapāpassa akaraṇaṃ, kusalassa upasampadā Sacittapariyodapanaṃ etaṃ buddhāna sāsanaṃ.
184.Khantī paramaṃ tapo titikkhā, nibbānaṃ paramaṃ vadanti buddhā; Na hi pabbajito parūpaghātī, na samaṇo hoti paraṃ viheṭhayanto.
185.Anūpavādo anūpaghāto , pātimokkhe ca saṃvaro; Mattaññutā ca bhattasmiṃ, pantañca sayanāsanaṃ; Adhicitte ca āyogo, etaṃ buddhāna sāsanaṃ.
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.(183)
Kesabaran adalah praktek bertapa yang paling tinggi. "Nibbana adalah yang tertinggi", begitulah sabda Para Buddha. Dia yang masih menyakiti orang lain sesungguhnya bukanlah seorang pertapa (samana).(184)
Tidak menghina, tidak menyakiti, dapat mengendalikan diri sesuai dengan peraturan, memiliki sikap madya dalam hal makan, berdiam di tempat yang sunyi serta giat mengembangkan batin nan luhur;inilah Ajaran Para Buddha. (185)
Link Data :
4
SN 47.19 : Sedaka Sutta (SN 5:168)
Mahāvagga /3. Satipaṭṭhānasaṃyuttaṃ /2. Nālandavaggo / 9. Sedakasuttaṃ
385.Sedaka Sutta  
‘‘Kathañca , bhikkhave, attānaṃ rakkhanto paraṃ rakkhati?
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, bahwa dengan melindungi diri sendiri, ia melindungi orang lain?
Āsevanāya, bhāvanāya, bahulīkammena – evaṃ kho, bhikkhave, attānaṃ rakkhanto paraṃ rakkhati.
Dengan cara terus menerus mempraktekan, mengembangkan, dan melatih [satipathana]. Dengan cara demikianlah , para bhikkhu, dengan melindungi diri sendiri, ia melindungi orang lain.
Kathañca, bhikkhave, paraṃ rakkhanto attānaṃ rakkhati?
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, bahwa dengan melindungi orang lain, ia melindungi diri sendiri?
Khantiyā, avihiṃsāya, mettacittatāya, anudayatāya – evaṃ kho, bhikkhave, paraṃ rakkhanto attānaṃ rakkhati.
Dengan kesabaran, apresiatif tidak mencelakai, cinta kasih, dan welas asih. Dengan cara demikianlah , para bhikkhu, dengan melindungi orang lain, ia melindungi diri sendiri.
Attānaṃ, bhikkhave, rakkhissāmīti satipaṭṭhānaṃ sevitabbaṃ;
paraṃ rakkhissāmīti satipaṭṭhānaṃ sevitabbaṃ.
“Aku akan melindungi diri sendiri,’ para bhikkhu: demikianlah seharusnya satipathana dilatih.
‘Aku akan melindungi orang lain,’ para bhikkhu: demikianlah seharusnya satipathana dilatih.
Attānaṃ, bhikkhave, rakkhanto paraṃ rakkhati, paraṃ rakkhanto attānaṃ rakkhatī’’ti.
Dengan melindungi diri sendiri, seseorang melindungi orang lain; dengan melindungi orang lain, ia melindungi diri sendiri.”
Link Media:
Link Data :
5
DN 16: Mahāparinibbāna Sutta
Sabda Terakhir Buddha Gautama menjelang Parinibbana Khanda Beliau
Atha kho bhagavā bhikkhū āmantesi – ‘‘Handa dāni, bhikkhave, āmantayāmi vo,  Vayadhammā saṅkhārā  Appamādena sampādethā’’ti.” Ayaṃ tathāgatassa pacchimā vācā.
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Kini, para bhikkhu, Kusabdakan padamu: segala yang berbentuk akan lenyap kembali, berjuanglah dengan tekun tanpa lengah (dengan kewaspadaan untuk mencapai pembebasan), Inilah sabda Sang Tathagata yang terakhir”
Link Media:
Link Data :


2. SELECTED THEME
Dhamma Desana 
1.SADDHA
Kamma Saddha :  
BHANTE PANNAVARO Keyakinan
Menghargai keberadaan manusia :
2. SILA
Brahma Vihara
Vihara Batin

3. VIRIYA
4. BHAVANA
Satipathana
Samatha
5. BARDO ?
Kematian

3. SELECTED SPEAKER
INDONESIA
BHANTE =
ASHIN KHEMINDA

AYYA SANTINI
BHANTE ATTHADIRO
BHANTE ATTHAPIYO
BHANTE DHAMMASUBHO
BHANTE GUNASIRI
BHANTE JAYAMEDHO
BHANTE JAYARATANO
BHANTE JYOTIDHAMMO
BHANTE PANNAVARO
BHANTE SADDHAVIRO

BHANTE SANTACITTO
BHANTE SUCIRANO
BHANTE UTTAMO

BHANTE THITAYANNO
BHANTE U SIKKHANANDA

NOVICE
CORNELIS WOWOR

ENGLISH

AJAHN BRAHM
ASHIN OTTAMA
BHANTE OLANDE
BHANTE PUNNAJI
BHANTE VIMALARAMSI
DALAI LAMA
MINGYUR RIPONCHE
PA AUK SAYADAW
SAYADAW REVATA
SN GOENKA

PLUS LAINNYA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar