Kebijakan
New Normal walau dalam kehati-hatian akhirnya mulai diberlakukan juga. Well,
hidup memang tidak hanya perlu sehat terhindar dari sakit/penyakit namun juga
‘hidup’ dalam artian yang lebih luas (walau mungkin saja sebagai puthujana
makhluk biasa akan kembali mudah kacau, galau dan sakau). Perlu bekerja untuk
menafkahi kebutuhan hidup, perlu berinteraksi normal sebagaimana kewajaran
sebagai insan social, perlu memberdayakan & membermaknakan kehidupan dalam
aktualisasi tindakan dsb. Namun sayang sekali sebagaimana maut yang
senantiasa mengiringi hidup dan siap menjemput kapanpun dimanapun kepada
siapapun, virus pandemic ini sebagaimana fenomena alamiah keberadaan material
lainnya tampaknya tidak cukup ‘komunikatif’/’negosiatif’ untuk berkompromi secara
etis(?) terhadap niatan dan harapan kita. Kami kemarin mendengar kabar via
Group WA teman tayangan berita Surabaya seketika menjadi zona hitam (merah
kelam?) oleh Pandemi ini, juga Pondok Pesantren Muslim Jahula Temboro
(?),pemberangkatan ibadah haji dibatalkan juga, bukan hanya di ameriki (disini)
setelah berawal di China semula dan menyebar ke seantero dunia (Italia, dsb)
bahkan di Amerika-pun terjadi demonstrasi kekacauan akibat policy pengetatan
kebijakan distansi social (lock-down?) dalam mengantisipasi pandemi yang
semakin meluas, dsb.
Semula
kami mengira pandemic ini tidak akan berlangsung lama … manusia dengan kemajuan
peradabannya pastilah akan segera mampu mengatasinya. Namun kenyataannya …. Ini
bukanlah sekedar rehat selingan pengalihan rutinitas kehidupan saja (media
hikmah dibalik hibrah) namun adalah masalah yang harus secara tepat dicari
solusinya untuk secara cepat diatasi ,,,,,bukan hanya bagaimana cara
mengatasinya demi kedaruratan saat ini namun juga mengapa ini bisa terjadi
untuk tidak perlu terjadi lagi nanti. (maaf … sakit karena panah beracun memang
harus segera disembuhkan, namun pemanah/yang terpanah juga harus difahamkan/
disadarkan atas konsekuensi logis/ethis tindakan/niatan yang telah dan akan
dilakukannya.)
Hoaks
sebagai komoditas informasi banyak beredar di SosMed…. Tidak selalu positif
namun banyak juga yang negatif ada yang menyiratkan kekesalan hingga menebarkan
kebencian, menggiring opini hingga manipulasi kepentingan bahkan provokasi
permusuhan dsb. (Mungkin ini sebabnya saya terkadang agak malas berinteraksi
daripada harus sial ter'infeksi' walau tetap tidak menjauhi namun sesekali
tetaplah perlu menanggapi demi kepantasan sosialisasi dan harmonisasi
kebersamaan). Singkat saja prolog-nya (daripada berputar-putar) …. ada hoaks
(berita atau cerita ?) tentang teori konspirasi dibalik pandemic ini. Semula
saya tidak begitu interest dengan teori ini... seeker tidak hanya menggunakan
sayap keterbukaan saja untuk menerima apapun juga sebagai kemungkinan demi
peningkatan keberdayaannya namun juga sayap keterjagaan untuk tetap waspada
tanpa perlu segera menjadikan itu sebagai kepercayaan positivist final untuk
diyakini (Well, no fact - no truth - no faith ... bukan hanya atas input
ekspresi eksternal dari luar namun juga bahkan dari output refleksi internal
diri sendiri).
Terma
manusia konon berasal dari kata Sanskrit Manas & Ashya (Pali : Manussa?)
... suatu keberadaan yang dengan batin fikirannnya di wilayah mediocre duniawi
ini memungkinkannya mencapai puncak evolusi individual tertinggi wilayah
samsarik imanen (kebebasan pencerahan atau minimal nama abhasara ?) namun
juga sekaligus bisa menjatuhkannya ke dalam jurang terdalam labirin permainan
keabadian hidup ini (apaya niraya atau bahkan rupa lokantarika?). Kita sering
mengamati terkadang juga menikmati bahkan menjalani juga drama internal
universal yang tidak selalu wajar sebagai media impersonal dalam kearifan,
kebaikan dan keaslian namun terkadang bahkan justru heboh sebagai figur
personal dengan kenaifan, kesemuan bahkan keliaran ... hingga batas 'akhir'
setiap episode permainan kehidupan singgahan duniawi yang disebut kematian.
Suka atau tidak suka, takut atau tidak takut, siap atau tidak siap .... toh
antithesis kematian sebagai konsekuensi logis dari thesis kehidupan harus rela
diterima bersama juga dengan synthesis tidak hanya peninggalan hidup
eksistensial (memory kenangan, property warisan, produk karya bagi insan dunia
yang ditinggalkan ... baik mulia maupun nista? ) namun juga keberlanjutan arus
kehidupan individual (level swadika, bakat talenta, hisab visekha ... untuk
episode 'pribadi' berikutnya). So, mungkinkah ada yang begitu gila dan tega
untuk bisa mengorbankan sesungguhnya bukan hanya jiwa orang lain namun justru
terutama jiwa kemanusiaannya sendiri hanya demi kepentingan yang sudah liar
melampaui batas atau sekedar pengakuan yang sesungguhnya hanya semu belaka ?
Sungguh walaupun sejatinya kita mengakui masih 'buta' untuk benar-benar
mengetahui (tidak sekedar menerima atau meyakini) Realitas Kebenaran dari fenomena
kenyataan ini namun cobalah untuk tidak menyusahkan penempuhan perjalanan
lainnya ..... Stop Playing as God. (Berhentilah bermain/ berlagak sebagai
Tu(h)an atas sesama anda...). Kami tetap berharap ini hanyalah fenomena alamiah
yang perlu kita terima, hadapi dan atasi bersama dan bukan komoditas rekayasa
genetik untuk berbahagia dan sejahtera di atas bangkai penderitaan/kematian
sesamanya.
Well,
memang walau ada kebebasan baik secara individual maupun kolektif dalam
kehidupan ini namun senantiasa perlu ada batasan untuk tidak juga melanggar
kebebasan individual/kolektif lainnya dalam keseluruhan. Setiap keberadaan
berhak hidup dan hadir dalam keunikannya masing-masing. Kami juga tidak tahu
apakah bijak, tepat dan benar jika kami juga mengungkapkan paradigma hipothesis
pribadi yang pernah tersketsakan puluhan tahun lalu karena bisa jadi ini justru
akan menjadi kontroversi yang kontraproduktif jika disampaikan ke publik
dikarenakan ini mungkin akan menjadi imaginasi paling 'gila' tentang bentangan yang
mungkin bisa dicapai (tepatnya dibayangkan) manusia berdasarkan update
referensi yang ada. Meminjam istilah Mistisi Ibn Araby ('biar hati ini menjadi
makam bagi rahasia-rahasia')., mungkin akan menjadi nyaman juga bagi diri
sendiri dan keseluruhan jika kemudian kami senantiasa menundanya dan
menguburnya kembali dan berkata dalam hati biarkan logika pemikiran ini tetap
tersimpan aman di tempatnya karena memang tidak harus, perlu dan patut untuk
diungkapkan ke permukaan.
Sabbe
satta bhavantu sukhitata adalah salam doa (tepatnya harapan
impersonal) Buddhist yang artinya semoga semua makhluk berbahagia. Mungkinkah
itu terjadi ... seakan hanya harapan semu belaka walaupun bereefek positif
untuk mendidik fikiran bagi pemurnian kesadaran dan ketulusan batin ?
Ini bisa memungkinkan dan sesungguhnya bukan hanya sekedar penerimaan
kebahagiaan namun juga pencapaian keberdayaan bahkan pencerahan keterjagaan
baik individual maupun universal, personal maupun impersonal dimanapun kapanpun
dalam peran sebagai apapun ... karena sesungguhnya memang tidak perlu ada
'dukkha' asalkan tiada 'dusta' /tepatnya: avijja + tanha/ di antara kita semua
(termasuk yang tersirat dalam senyum para Buddha dan ... maaf ... 'sense
of humour' para Tuhan yang sudah mengidentifikasi diri atau yang sedang
dieksploitasi demi pembenaran kepentingan .... inilah susahnya harus
mem-filter diri dengan kata tepat untuk terma dogmatis yang akan menjadi
masalah sensitif yang rentan memicu reaksi terutama bagi para pemerhati
spiritualitas yang bukan hanya fanatis bahkan militan untuk pandangan yang
mungkin berbeda).
Ditengah
situasi kondisi New Normal yang masih kacau dan tidak bisa diatasi dengan sakau
apalagi galau ....sekedar pengalihan stress (galau?) walaupun semu ...
bayangkanlah begitu positifnya impian 'gila' ini... pada saat itu dikarenakan
bukan hanya keberadaban manusia namun juga peradaban manusia berkembang dengan
sangat baiknya (senantiasa ada korelasi kosmik antara perkembangan etika dan
peningkatan logika dalam kehidupan ini) ... well, saat itu keberadaban
introspektif intrapersonal & interaksi antar personal kondusif berkembang
baik sehingga dengan level kesadaran yang tinggi tingkat kecakapan manusia juga
meningkat disamping perkembangan level metafisik spiritual juga trick sains
teknologi membentuk peradaban juga semakin maju sehingga level kesehatan
holistik dan empirik juga terjaga walau ada atau tidak ada pandemi semacam
ini. (dengan tatanan sosial yang lebih madani tidak totalitarian seperti
New Order novel 1983 1984 George Orwell ... Big Brother ? mari kita
tambahkan agar lebih indah dan megah lagi sesuai dengan keinginan kita atau
anda ?). Saat itu bukan hanya interaksi kosmik antar galaksi yang jauh terjalin
baik bagi manusia bumi (seperti film Star Trex, bro .. bisa bisnis liburan )
namun juga bahkan interaksi metafisik antar wilayah rohaniah samsarik para yogi
(seperti Mystics & Buddhist, guys ... bisa amati/singgah ke alam Eteris /apaya -
petta - asura - yakha Bhumadeva/, wilayah Astral /surga catumaharajika -
tavatimsa - yama ?~ Alakh Niranjan?/ , Dimensi Mental /Tusita- Nimmanarati,
Paranimmitavasavatti ? ~ Wisnu, Brahma, Shiva ? : Kal ?/, Monade Kosmik (Para Brahma
etc:...yogi penjelajah harus lebih tinggi/murni levelnya ke anenja moksha, bro.) bahkan hingga anatta Nirvanik ? Lebih heboh lagi jika ada Liga Galaksi Semesta di alam fisik & Sangha Antar
Dimensi (semacam PBB) untuk harmoni bersama saling memberdaya holistik diri plus duta diplomatiknya. By such mastery, no much mistery ? Wah....sudah
terlalu melantur khayalannya,ya ?. Hehehe...Kembali membumi lagi sebelum gila
beneran.
Intinya
begitu berharganya kehidupan sebagai manusia (tanpa menafikan sebagaimana juga
lainnya), bro. Dengan tidak terlalu mengumbar kebebasan menurutkan
kecenderungan nafsu (wille zur macht .. keinginan akan kekuasaan?) dan justru
mengarahkan diri dengan kebijaksanaan maka akan ada kebajikan bagi semuanya
(kedewasaan berpribadi dan dampak potensi kewasesaan yang akan mengikutinya).
Segalanya akan dan seharusnya menjadi lebih baik dan semakin baik. Jadi
tolonglah jika tidak mencerahkan janganlah menyusahkan apalagi menyesatkan dan
menghancurkan. Sungguh anda (tepatnya: kita) tidak tahu dengan siapa
sesungguhnya kita senantiasa berhadapan .... hidup ini tidak sekedar interaksi
antar figur personal namun ini permainan kompleks media impersonal dimana
segalanya jeli terawasi, akurat terkalkulasi dan potentially akan berdampak
.... sebagaimana gema suara, apa yang kita lakukan akan kembali juga kepada
arus kesadaran kita ... baik ataupun buruk, saat ini ataupun nanti , di sini
ataupun di sana dalam peran/sikon apapun kemudian ... (dampak metafisis,
sociologis & psikologis ?). Bagaikan sigma kuanta cahaya pelangi yang
saling melengkapi dalam keberagamannya walau dalam label dan level berbeda
namun tetap dipandang setara dalam Kasih Universal ... ada kesedemikianan
Dhamma yang walau Impersonal tidak menuntut pengakuan namun secara Transenden
kaidahnya berlaku di setiap wilayah immanenNya secara homeostatis, interconnected, equilibirium.
Be
Truth Lover whoever & wherever we are ...
(Jadilah
pecinta kebenaran siapapun dan dimanapun kita)
karena
itu adalah keniscayaan nyata yang (memang?) harus kita terima
MOHON MAAF
JIKA ADA CONTENT BLOG / VLOG KAMI YANG MEMBUAT ANDA TIDAK BERKENAN
TERIMA KASIH
ATAS DUKUNGAN , PERHATIAN & KUNJUNGANNYA
SALAM
TERAKHIR
listing of TERAKHIR.rar
|
size
|
TERAKHIR
|
|
865121
|
|
1472710
|
|
180640
|
|
516031
|
|
526956
|
|
911806
|
|
484067
|
|
1214496
|
|
703068
|
|
646713
|
|
86651
|
|
384040
|
|
62920
|
|
372153
|
|
39539
|
|
605841
|
|
954735
|
Thanks,guys... It is time for rest now.
BalasHapusTerima kasih, kawan. Waktu untuk istirahat sekarang.