(just image)
Jalaludin Rumi : tentang hikmah (Dilema Faqir) =
Janganlah kamu berlaku zalim dengan tidak memberi kepada orang yang berhak menerimanya.
namun janganlah kamu berlaku fasik dengan memberi kepada orang yang belum layak menerimanya.
Hanya untuk para penjelajah sejati bukan untuk
yang hanya asal
/ ikut percaya (terpaksa ?) karena sebagai arus kesadaran abadi
sebagaimana juga lainnya setiap kita bertanggung jawab atas diri sendiri dalam
peran eksistensial, universal dan transendental pada perjalanan bersama
ini. (dengan selaras melayakan peniscayaan kesedemikianannya tidak sekedar
percaya / terpaksa menerima kepastian permainan keabadian
ini) Kesemua ini hanyalah referensi yang tetap harus diteliti, diuji
dan direvisi sesuai dengan faktitas keberadaan diri. & realitas
kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Sekedar dimaksudkan sebagai
sharing masukan bagi pemberdayaan dan tidak untuk
memperdayakan Semoga ini tidak menjadi/dijadikan belenggu penjerat
& bumerang penyesat bagi diri sendiri dan lainnya .dsb.Sesungguhnya etika kosmik ini seharusnyalah bersifat
universal bisa dijalankan oleh setiap pribadi di segala dimensi dengan segala
keterbatasan & pembatasannya masing-masing (walau hasilnya memang tidak
seeffektif jika berada di wilayah yang relatif lebih kondusif). Jika
menyimpang dengan saddha/ iman anda sebaiknya dibuang atau diabaikan saja ...
"Kembali ke Jalan yang Benar" istilah agamanya begitu, hehehe. (Atau
baikan nggak usah diteruskan membacanya saja ... daripada ribet & risky
untuk semua nantinya). Well, posting ini memang spesial untuk para truth seeker
bukan true seeker apalagi faith believer. Ini memang perlu ekstra
kecerdasan, kedewasaan dan kebijaksanaan untuk difahami dan disikapi sebagai
sharing idea gnosis philosophy/ cara wisdom psychology belaka bukan
dogma untuk diyakini apalagi harus dijalani.
INNER QUEST > OUTER ORDER = ketersadaran internal > (baca : bukan hanya/tidak sekedar) keterpaksaan eksternal
Who ? Siapa ... Kita (bertanggung jawab atas diri kita sendiri )
Where ? Dimana .. Disini (dan juga di/ke sana, tentu saja )
When ? Kapan ... Sekarang (dan juga nanti , gitu lho )
Plus =
What ? Apa ... apa yang harusnya kita lakukan ?
Why ? Mengapa ... mengapa kita perlu melakukan ?
How ? Bagaimana ... Bagaimana kita seharusnya melakukan ?
(Ini saja dialektika paradigmanya ... thesis masalah faktual, antithesis pragmatisme kemanfaatan & sintesis option solusi )
Yang perlu kita fahami, sadari dan hadapi tampaknya bukan sekedar kegilaan insani atau kematian alami namun terutama kelupaan abadi akan kesejatian diri dalam setiap episode permainan keabadian yang disebut (siklus) kehidupan (dan kematian) ini.
Sikap gesture tangan India ini menjadi sangat popular terutama pada saat pandemi global Covid-19 saat ini dimana jangankan untuk negatif tranyakan untuk positif keakraban kontak fisik berjabat tangan apalagi cipika-cipiki saja terbatasi dengan kebijakan distansi sosial untuk kebajikan saling menjaga dan terjaga (bukan hanya untuk diri sendiri namun juga demi orang lain dan lingkungan sekitar kita … Sedaka Sutta ?).
Namaste (bagi kami) artinya : " saya menghormati/menghargai yang ada di dalam anda"
maksudnya : esensi kemurnian nirvanik, energi keilahian batiniah, materi kealamian zahiriah.
Ingat, tanpa menafikan peran kebersamaan universal manusiawi kita sebagai faber mundi (pemberdaya peradaban) di bumi, pada dasarnya kita hanyalah viator mundi (pengembara yang singgah bukan penghuni tetap) dalam kehidupan duniawi kita saat ini dengan casing peran persona dagelan nama-rupa samsarik untuk keberlanjutan kehidupan berikutnya lagi. Jagalah keberkahan di bumi dan bawalah keberkahan untuk saat nanti. Sebagaimana tuning frekuensi gelombang arus kesadaran, tanpa menafikan akumulasi karmik sebelumnya konsistensi sikap, tindakan dan capaian diri saat ini akan berdampak pada konsekuensi yang akan diterima nanti demikian seterusnya.
Tentang KeIlahian (Tuhan : Tao - Dhamma
tuhan bukan bemper
kebodohan/kemanjaan diri, media katarsis psikologis /transaksi
pencitraan dan kloset pembenaran pemfasikan/ kezaliman kepada
lainnnya). Perlu kebijaksanaan universal. keperwiraan eksistensial,
dan keberdayaan transendental dalam spiritualitas
Tauhid sufism Ibn Araby : tanzih
-tasbih (transenden/imanen) Jika
kau memandangnya tanzih semata kau membatasi Tuhan. Jika
kau memandangnya tasbih belaka kau menetapkan Dia Namun
jika kau menyatakanNya tanzih dan tasybih; kau
berada di jalan Tauhid yang benar Sufi
Ibn Arabi memandang KeIlahian Tuhan secara Esa - utuh dalam
keseluruhan. Tuhan dipandang sekaligus sebagai Dzat Mutlak yang kekudusanNya
tak tercapai oleh apapun/siapapun juga (transenden/tanzih) namun keluhuranNya
meliputi segala sesuatu (immanen/ tasybih) sehingga walaupun pada dasarnya
Kekudusan dan kesempurnaan Tuhan secara intelektual tak terfahami
(agnosis)dengan keberadaan yang mungkin terlalu agung untuk kemudian tak
diPribadikan(impersonal) dan mandiri (independent) namun kemulian
IlahiahNya sering disikapi sebagai figur yang berpribadi(personal) dan
Dharma kehendakNya dapat difahami(gnosis) sehingga memungkinkan
terjadinya hubungan antara makhluk dengan Tuhan sesuai dengan ketentuanNya
(dependent).Tanpa Tuhan, tidak ada segalanya. Karena Tuhan, bisa ada segalanya.
(wajibul & mumkimul Wujud )
Tao adalah Tao - jikakau bisa menggambarkannya itu pasti bukan Tao
Dalam
kitab suci Uddana 8.3 Parinibbana (3) Buddha bersabda : O,bhikkhu
; ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma,tidak tercipta, Yang Mutlak Jika
seandainya saja tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma,tidak
tercipta, Yang Mutlak tersebut maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan
dari kelahiran penjelmaan ,pembentukan , dan pemunculan dari sebab yang
lalu. Tetapi
karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma, tidak tercipta,
Yang Mutlak tersebut maka ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu itu. Ini secara tidak langsung mungkin menunjukkan
dua hal sekaligus ,yaitu : kesaksian akan adanya keilahian yang diistilahkan
sebagai ‘yang tak terbatas” dan yang kedua penjelasan bahwa nibbana
pencerahan sebagai puncak pencapaian spiritualitas Buddhisme hanya mungkin
terjadi karena adanya ‘Yang tak terbatas’ tersebut.
MONOLOG
Berikut
alternatif Formula Swadika untuk Parama Dharma dalam Mandala
Advaita. (katarsis analisa inferensi) sebagai sharing masukan bagi
anda untuk membuat risalah panduan anda sendiri dengan tetap menerima,
menghargai dan menjalani harmonisasi/aktualisasi/transendensi pedoman bersama
yang ada dalam faktisitas atribut peran keberadaan eksistensial
kita. 5 (lima) faktor bagi perjalanan hidup di semua
dimensi keabadian (Realisasi kesadaran, kecakapan, kemapanan, kearhatan? &
kewajaran sebagai transformasi ekuivalen paradigma semula kearifan, keahlian,
keuletan, kebaikan dan kesucian . .
(LOGO)
1. orientasi
kesadaran
2. transendensi
kearhatan
3. transformasi
kecakapan
4. aktualisasi
kemapanan
5. harmonisasi
kewajaran
Hipotesis
Pengetahuan – Eksperimen penempuhan – Konklusi pencapaian (terbukti
atau direvisi ? )
1.
Orientasi Kesadaran
Berorientasi dalam
paradigma pandangan yang benar adalah langkah awal untuk sinkronisasi,
aktualisasi & realisasi
dari : https://maxwellseeker.blogspot.com/2020/04/formula-swadika.html
Perlu
sikap benar, sehat dan tepat bagi kita untuk memandang permasalahan secara
berimbang dengan harmonis & holistik agar tidak ambisius tenggelam dalam
arus kehidupan namun juga tidak obsesif terhanyutkan banyak konsep pandangan
yang ada dengan segala tuntunan (tuntutan?) idealitas kesempurnaannya.
dari :
http://dhammaseeker.blogspot.com/2020/04/dialog.html
Be
realistics to realize the Real. (Bersikaplah benar untuk senantiasa realistis
dalam merealisasikan segala yang real nyata secara tepat dan sehat) Kita hanya
berhak mendapatkan apa yang kita berikan .... entah itu kebaikan ataupun
keburukan. Segala niatan, tindakan dan capaian tidak akan percuma walau dampak
mungkin tidak selalu instan kemasakannya dan mungkin tidak juga identik
kelayakannya. Namun demikian kebijaksanaan untuk senantasa mengupayakan
keterarahan dan keberdayaan dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada secara
pasti bahkan mungkin bisa ada perlu selalu dilakukan dengan tanpa perlu
merendahkan adanya karunia keberuntungan akan kepercayaan dan pengharapan untuk
segala kemungkinan yang bisa saja ada terjadi.
spiritualitas sehat (benar, bijak & bajik) : kemurnian pemberdayaan via : Orientasi holistik - Realisasi autentik - Aktualisasi sinergik (x kelihaian pemanfaatan autorisasi - demi kepentingan klaim identifikasi - apalagi untuk eksploitasi memperdayakan
Tabel 10 level Kesadaran
Gnosis
|
|
Dimensi
|
Tanazul Genesis
KeIlahian
↓
|
Taraqi Eksodus
Pemurnian
↑
|
Simultan
progress Triade
|
Transendental
|
ESENSI MURNI
? ! .
|
Transendental
|
ajatam
|
abhutam
|
Panna
(theravada?)
|
Universal
|
akatam
|
asankhatam
|
Eksistensial
|
Asekha ?
|
Nibbana
|
Universal
|
ENERGI ILAHI nama
brahma
|
Transendental
|
Anagami
|
suddhavasa
|
Samadhi
(vajrayana ?)
|
Universal
|
Anenja
|
arupavacara
|
Eksistensial
|
Vehapala >Abhasara
|
rupavacara
|
Eksistensial
|
MATERI ALAMI rupa
kamavacara
|
Transendental
|
Mara/Kal,
...
|
triloka
|
Sila
(mahayana?)
|
Universal
|
Yama
, Saka, ...
|
svargaloka
|
Eksistensial
|
asura?
< Bhumadeva
|
apayaloka
|
(10
? transendental 3 + universal 3 + eksistensial 3 = 9 ? 9 dimensi
mandala di atas + 1 for Indefinitely Infinitum ( Realitas Aktual Transenden
> Fenomena Formal Immanen dari personal laten deitas ) for humbling in
progress to mystery. Dr. Ali Shariati melambangkan 1 adalah
Hyang Esa, 0 adalah makhlukNya. Meminjam istilah beliau ;
berikut adalah paradigma kerobbanian yang menjadi orientasi awal bagi
ketawaddhuan yang juga akan kembali menjadi realisasi akhir bagi
kecerdasan manusia. (*) = 1 tetap bernilai walau 0 tidak ada. 0 tidak bernilai
jika 1 tidak ada. Maksudnya = Tuhan tetap ada walaupun makhluk ada ataupun
tidak ada. Tuhan (kholik) adalah wajibul wujud yang keberadaanNya mutlak adanya
; selain itu (makhluk) adalah mumkimul wujud yang keberadaannya relatif adanya
~ bisa ada, bisa juga tidak ada ~ terserah dan berserah kepada kehendakNya.
Tanpa Tuhan, segalanya tidak akan pernah ada. Tanpa segalanya sekalipun, Tuhan
tetap ada. Dia adalah Hakekat yang merupakan penyebab dan kembali
segala yang ada (baca: diadakan untuk mengada jadi tidak perlu terlalu meng-ada
ada). (*) = 1 dibagi 0 tak terhingga ; 0 dibagi 1 tak berharga. Maksudnya =
Pribadi yang berkarakter kuat dan cerdas adalah pribadi dengan kekuatan dan
kecerdasan yang tumbuh berkembang karena ketawadhuan bukan dengan ketakaburan.
0 dibagi 1 tetaplah 0 – ini gambaran kecerdasan dan kekuatan diri dengan
ketakaburan. (Lemah dan rapuh karena sesungguhnya :Tiada daya upaya tanpa
izinNya.) Namun … 1 dibagi 0 adalah tak terhingga – ini gambaran
kecerdasan dan kekuatan diri karena ketawaddhuan. (Senantiasa tumbuh dan
berkembang dalam keridhoan dan petunjukNya). (*) = 1 di depan 0 jauh bernilai
dibanding 0 di depan 1 . Maksudnya = Jadilah pribadi 10; Pribadi yang
mengedepankan Tuhannya diatas segalanya (termasuk dirinya sendiri). 0 didepan 1
dibelakang hanyalah bernilai 1 (satu) – ini gambaran pribadi yang mengedepankan
selainNya pada kehidupan. Amaliah menjadi tak sempurna karena syirik, pribadi
tidak konsisten karena terombang-ambing kepentingan duniawi/ kebanggaan berpribadi.
Bahkan jika pada akhirnya yang satu (1) itu menjadi hilang, maka seluruh
kehidupan kita tinggal 0 (baca: nol besar).
Keraguan Ehipasiko?
Well, meminjam dialektika fragmenta apologetika Verkuyl untuk rasionalisasi pembenaran ide & irasionalisasi pembenaran ego Agnostisme ?
- Dubois : Ignoramus et ignorabimus : kita tidak mengenalNya dan kita tidak akan mengenalNya
Namun kita tetap harus mengenalNya minimal menerimaNya sebagai Sentra SegalaNya karena bagaimana mungkin mengacuhkanNya jika kita berada dalam mandala permainan keabadianNya (triade lama : Wujud, Kuasa, Kasih ?).
- Lessing : .Bapa, berilah aku hal mencari kebenaran karena atas kebenaran itu hanya Kau saja yang berwenang (Duplik, 1778)
So ... Why not ? jadi tempuhlah pencarian kebenaran tersebut demi pembuktian & pengertian untuk memahaminya bukan untuk memilikinya. Memang, perlu kerendahan-hati untuk kembali menuju/ mengarah ke Hyang Maha Tinggi dalam pembatasan ketidak sempurnaan agar tidak stagnan untuk terus berkembang dalam kebermaknaan pengertian untuk mencapai kebijaksanaan.
Well,
just ... Sapere aude (Horace / Kant?) Be wise .. dare to know ... Bijaksanalah untuk berani (menjelajah
meng-eksplorasi) untuk mengetahui / menerima (kebenaran pastinya). Tentu saja ini
dilakukan tidak dengan asal-asalan apalagi hanya akal-akalan demi tujuan
identifikatif (membanggakan keakuan) saja apalagi manipulatif (membenarkan
kemauan) belaka... well, sebagaimana konsistensi kaidah kosmik di
awal mutlak diperlukan pemberdayaan internal akal sehat, hati
nurani dan jiwa suci untuk mencari, menempuh dan menembus kebenaran. Perlu
integritas kesungguhan autentik individual yang personal immanen untuk memahami
totalitas keseluruhan holistik universal yang Impersonal Transenden ... sebagai
zenka laten deitas putera keabadian untuk menyadari kembali Sentra sejati
KeIlahian dengan sigma mandala Kaidah alamiah Saddhamma yang sesungguhnya
berlaku nyata walau tanpa perlu pengakuan namun mutlak perlu penempuhan yang
selaras denganNya. Ketuklah maka pintu akan dibukakan - demikian kutipan
kata Alkitab Kristiani yang pernah kami baca. Itu adalah pintu kebenaran yang
sama bagi semua ... pintu tanazul yang menjatuhkan kebodohan/ kepalsuan kita
dalam kesemuan, kenaifan dan keliaran permainan samsarik dan sekaligus gerbang
taraqi yang mengarahkan kesadaran/ kemurnian kita kembali ke rumah sejati
(minimal senantiasa mengingatkan kita akan hakekat segalanya yang murni dalam
kesejatianNya dan karenanya dengan kemurnian yang relatif identik sebagai
makhluk spiritual apapun label
keberadaan & level keberdayaan pada saat lampau, kini & mendatang kita
menyelaraskan cara pandang, laku penempuhan dan pelayakan keberdayaannya dengan
segala keterbatasan dan pembatasan yang ada.). Jika zarah /wadah ? memang telah
masak & layak segalanya tentunya akan terjadi sebagaimana yang seharusnya
terjadi dalam kesedemikianan yang multi dimensional ini ... bukan hanya pada
keberadaan eksistensial namun juga kesemestaan universal bahkan hingga
kesunyataan transendental.
Intinya begitu berharganya kehidupan sebagai manusia (tanpa menafikan sebagaimana juga lainnya), bro. Dengan tidak terlalu mengumbar kebebasan menurutkan kecenderungan nafsu (wille zur macht .. keinginan akan kekuasaan?) dan justru mengarahkan diri dengan kebijaksanaan maka akan ada kebajikan bagi semuanya (kedewasaan berpribadi dan dampak potensi kewasesaan yang akan mengikutinya). Segalanya akan dan seharusnya menjadi lebih baik dan semakin baik. Jadi tolonglah jika tidak mencerahkan janganlah menyusahkan apalagi menyesatkan dan menghancurkan. Sungguh anda (tepatnya: kita) tidak tahu dengan siapa sesungguhnya kita senantiasa berhadapan .... hidup ini tidak sekedar interaksi antar figur personal namun ini permainan kompleks media impersonal dimana segalanya jeli terawasi, akurat terkalkulasi dan potentially akan berdampak .... sebagaimana gema suara, apa yang kita lakukan akan kembali juga kepada arus kesadaran kita ... baik ataupun buruk, saat ini ataupun nanti , di sini ataupun di sana dalam peran/sikon apapun kemudian ... (dampak metafisis, sociologis & psikologis ?). Bagaikan sigma kuanta cahaya pelangi yang saling melengkapi dalam keberagamannya walau dalam label dan level berbeda namun tetap dipandang setara dalam Kasih Universal ... ada kesedemikianan Dhamma yang walau Impersonal tidak menuntut pengakuan namun secara Transenden kaidahnya berlaku di setiap wilayah immanenNya secara homeostatis, interconnected, equilibirium. Be Truth Lover whoever & wherever we are ...(Jadilah pecinta kebenaran siapapun dan dimanapun kita) karena itu adalah keniscayaan nyata yang (memang?) harus kita terima .
Apapun yang terjadi, mencintai kebenaran adalah kemutlakan (bukan pilihan … karena jikapun tiada keselarasan dalam menyesuaikannya sebagaimana harusnya maka dengan keterpaksaan toh kita akan tetap menerima keniscayaan akan dampak karmic & effek kosmik nya juga .... jadi 'sami mawon' / sama saja ). Hidup dalam kebenaran seharusnyalah hidup dengan kebenaran juga.
Keselarasan dalam Saddhamma .... Inilah cara untuk menjalani kebenaran itu dengan tanpa syarat apapun Well, bukan hanya "sekedar' demi membawa level evolusi pribadi yang lebih baik (eksistensial), menjaga harmoni dimensi yang semakin kondusif (universal) namun karena memang demikianlah amanah keselarasan yang ditetapkan untuk dijalani (transendental).... sinkronisasi peniscayaan berkah yang memang seharusnya dilakukan atas keniscayaan berkah yang sudah digariskan pada keberadaan, dalam kesemestaan oleh dari kesunyataan Impersonal Transenden ini.
Perlu kebijaksanaan Saddhama demi addukha (amoha, alobha, adosa) yang semakin intensif levelnya dalam kedewasaan eksistensial, untuk kesemestaan universal, hingga pencerahan transendental .....Untuk kesekian kalinya : Be realistics to Realize the Real
Apakah kebenaran itu ?
- Comte : Be positivist of positive knowledge (?)
Tentu saja , kebijaksanaan spiritual berkembang secara bertahap sesuai dengan keterbatasan & pembatasan yang ada..
Well, Spiritualitas walau tampak sederhana
memang sangat complicated (satu gerbang ilmu hanya bisa dibuka jika wilayah
ilmu-laku-teku sebelumnya bukan hanya telah difahami dan dijalani namun telah
dicapai / dikuasai dan tanpa dilekati perlu dilampaui untuk memasuki gerbang
berikutnya). Lagipula kita juga perlu realistis dengan segala keterbatasan
dan pembatasan yang ada termasuk dan terutama keberadaan diri .... sudah layak
atau belum. (Nibbana baru bisa tercapai dalam Panna keterjagaan sempurna magga
phala tidak sekedar sanna persepsi sebenar apapun pandangannya tidak juga tanha
obsesi sehebat apapun pengharapannya).
Well, untuk kesekian kalinya (kami
tekankan) Spiritualitas yang dewasa adalah just leveling (to reach) not for labeling (to
claim) ….memastikan keberdayaan tidak sekedar meyakinkan kepercayaan,
melayakkan pencapaian dengan penempuhan & penembusan tidak sekedar
melagakkan pencitraan dengan penganggapan & pengakuan, mengandalkan
tanggung jawab meniscayakan kesejatian tidak sekedar bermanja mengharapkan
'keajaiban' belaka, dsb.
Link video : Dhammadipateyya (Paradigma Berpandangan : Dhamma-Oriented ) Bhante Pannavaro
https://www.youtube.com/watch?v=i1yGivdWUaA&list=PLZZa2J4-qv-YsOH1t3O8CgDr6C4R-4gE4&index=3&t=48m46s
Link data : Buddhism & Philosophy : The Kalama Sutta.pdf (p.78-87) Bro Billy Tan
2. Transendensi Kearhatan
Merealisasi kelayakan level swadika Ariya (> hisab layak visekha ?) dalam progress alternative teparinama penempuhan "kontemporer" bagi pacekka (atau mungkin juga Buddha Savaka ?) Realisasi keAriyaan ? Walau secara paccekka harusnya urut proses catur asrama Hinduisme (brahmacari - grahasta - vanaphrasta & sannyasa bhikkhu)., ini sulit jika ditempatkan di nomor 4 harus ke nomor 2 karena orientasi kesadaran sudah paten di nomor 1. Oke. Untuk level Swadika & Visekha ( kalau tidak bisa nibbana, suddhavasa minimal brahma , surga atau kembali jadi manusia. Kalau tidak bisa arahat minimal sekha , neyya tihetuka , bahusutta sapurisa . Jika tidak bisa ... sikapi & jalani segalanya secara ariya walau level belum ariya untuk layak terbiasa sebagai ariya nantinya . See : posting Sita hasitupada =
Sita Hasituppāda /Tersenyum seperti Buddha = Kesadaran sakshin tandiri keterjagaan nirvanik dalam dagelan internal nama rupa diri dalam keterlelapan drama samsarik (ini guyonan sastra semoga tidak diterima wantah )
(Smile like a Buddha ... not as a
Buddha ? ) Be Realistics to Realize the Real
Tersenyumlah seperti Buddha
walau itu memang masih 'fake' (semu) dan tidak 'real'(nyata). Ini bukan dimaksudkan untuk
'memotivasi' diri bagi kesombongan pencitraan diri dengan melagakkan seakan
pencapaian keniscayaan telah terjadi hanya dengan cara itu. Ini dimaksudkan untuk mengarahkan
diri untuk kebijaksanaan penyadaran diri dengan melayakkan peniscayaan keniscayaan
yang secara murni dan alami seharusnya terjadi. Senyum kearifan Ariya yang
melampaui sikap positif apalagi negatif.
Bagi Dia yang sudah terjaga itu
ekspresi authentik Bagi kita yang belum terjaga itu
exercise holistic
Tersenyum seperti Buddha karena terfahami secara intelektual
simsapa kebenaran spiritual ; Kecakapan Pandangan benar akan
mengarahkan fikiran benar (kesadaran notion batin) ; Kecakapan fikiran benar akan
mengarahkan tindakan bajik (ketulusan dana sila etc) ; Kecakapan tindakan bajik akan
mengarahkan asset mulia (kemurnian punna kusala ) ; Dhamma indah pada awalnya dengan
terlampauinya tataran eksistensial diri (harmoni dunia - terhindar apaya -
terlayakkan surga = Dibba Vihara )
Tersenyum mengarah Buddha karena tercapai secara meditatif acinteya
hakekat kenyataan spiritual ; Paska asset mulia terus lanjutkan
Adhi-Sila (alobha -adosa - amoha : tihetuka) ; Paska Adhi-Sila terus
lanjutkan Adhi-Citta (Samma Samadhi : Jhana Brahma ) ; Paska Adhi-Citta terus
lanjutkan Adhi-Panna (Samma Vipasana: Gotrabu Nana?) ; Dhamma indah pada
pertengahannya dengan terlampauinya tataran universal diri (harmoni batin - terlampaui moksa -
terlayakkan magga = Dhamma Vihara )
Tersenyum sebagaimana Buddha karena terbukti secara insight
advaita desain labirin permainan spiritual ; Dengan masaknya Adhi-Panna layaklah
Realisasi Keterjagaan (nibbana: pemurnian magga/phala ) ; Dalam Realisasi Keterjagaan
layaklah Realisasi Kebijaksanaan (panna: sabbanutta/ patisambhida?) ; Dalam Realisasi Kebijaksanaan
layaklah Realisasi Ketercerahan (kiriya: kusala non karmik?) Dhamma indah pada
akhirnya dengan terlampauinya tataran transendental diri (harmoni - terbuka nibbana -
terlampaui samsara = Ariya Vihara )
Dhamma akan melindungi siapapun
yang menempuhnya dengan benar, tepat dan sehat. Teruslah memperjalankan 'diri' demi
semakin terjaganya orientasi, kualifikasi & realisasi Jalani saja proses penempuhannya
secara murni tanpa perlu ambisi/obsesi yang menghalangi.
Layakkan diri sebagaimana kaidah
Niyama Dhamma meniscayakan pelayakannya secara alami. Terima, kasihi dan lampaui segala
episode penempaan diri sebagaimana ariya nantinya. Layakkan diri sebagai Ariya ...
maka jikapun nibbana pembebasan belum (mampu/perlu?) tercapai , maka
keterjagaan, kebijaksanaan dan ketercerahan akan membawa keswadikaan,
keberdayaan, dan kebahagiaan dimanapun wilayah, bagaimanapun suasana dan apapun
peran zenka keabadian yang dijalani .... Pada hakekatnya, Samsara hanyalah
ilusi mimpi dari Nibbana bagi semuanya.
Berikut adalah tabel alternative teparinama penempuhan
"kontemporer" bagi pacekka (atau mungkin juga Buddha Savaka ?)
No
|
Level
|
Saddha
(peningkatan
kefahaman Dhamma : pengetahuan ,penmpuhan, penembusan)
|
Sila revised
(pakati + pannati :
varita & carita)
|
Samadhi
(Samatha Pemantapan
keberimbangan + Vipassana pemurnian
Kebijaksanaan
|
Panna
Dhamma Vihara
(Kelayakan
terniscayakan)
|
Prior Input
|
Final Output
|
1
|
Elementary
|
Suta maya paññā
(intelek)
|
Pancasila
|
Appana & Khanika
|
Diba Vihara (surga ?)
|
Padaparama dihetuka
|
Neyya tihettuka
|
2
|
Intermediate
|
Cintā maya paññā (intuisi)
|
Atthasila
|
Jhana (lokiya &
lokuttara)
|
Brahma Vihara (Ilahi?)
|
Vehapala (rupa + arupa?)
|
Gotrabu Anuloma
|
3
|
Advance
|
Bhāvanā maya paññā
(insight)
|
Samanasila
|
Magga &
Phala (irreversible ?)
|
Ariya Vihara (murni?)
|
Sekha
|
Asekha ?
|
Well, Salut kepada Buddha yang menempatkan
synthesis keswadikaan di atas thesis kebahagiaan untuk pencerahan kebebasanNya
dari antithesis dukkha kesemuan "penderitaan".
Link video : Arogya parama labha (kesehatan adalah keuntungan utama) Pencerahan Magandiya
Sutta Bhante Pannavaro
3. Transformasi Kecakapan
Merealisasi talenta keberdayaan Kecakapan Intelgensi , dst
Intelgensia
kecerdasan tidaklah sebatas fitrah naluri ego belaka namun juga nurani
ke-Esa-an ... tidak sekedar instink, ataupun sebatas intelek belaka
(cogito ergo sum, Rene Descartes ? ) namun membentang luas dan dalam (intuisi,
insight, etc). Sejumlah manusia (tanpa menafikan para ariya & anariya di dimensi lainnya
: asura, dewata, brahma, dsb ) walau dalam keterbatasan &
pembatasannya sebagai mikrokosmos bagian dari Living Makrokosmos yang
tidak sekedar eksistensial namun juga universal bahkan transendental mampu
bukan hanya mengalami namun juga menguasai bahkan melampaui level ini .
Berikut Table intelgensia kecakapan Z (Eneagram 9 + 1= 10 ?) untuk dikembangkan
No
|
Level
|
Dimensi
|
Tantien pusat
|
Tantien hati
|
Tantien otak
|
Z
|
1
|
Elementary
|
3 tataran intelek
|
1. AQ /Adversity Quotient - ketahanan berjuang/,
|
2. EQ /Emotional Quotient - keluwesan interaksi/,
|
3. IQ /Intelligence Quotient - kepandaian kognitif/;
|
123
|
2
|
Intermediate
|
3 wawasan intuisi
|
6. ASQ /Adversity Spiritual Quotient - kemantapan yogi/;
|
5. ESQ /Emotional Spiritual Quotient - keihsanan ummi/,
|
4. ISQ /Intelligence Spritual Quotient - keterarahan sati/,
|
654
|
3
|
Advance
|
3 penembusan insight
|
7. ADQ /Adversity Divine Quotient- mukasyafah
|
8. EDQ /Emotional Divine Quotient - Mahabatullooh/,
|
9. IDQ /Intelligence Divine Quotient - Ma'rifatullooh/)
|
789
|
dalam pemberdayaannya (kesadaran,
kecakapan, kemapanan dan ketaqwaan), sejumlah manusia mungkin saja mampu
berkembang mendahului lainnya bukan hanya secara intelek (yang popular
didewakan saat ini), namun juga intuisi (sayang sudah agak diabaikan sekarang)
dan insight (sudah langka dan terlupakan?). 9 kecerdasan mungkin tercapai ( 3
tataran intelek =1. AQ /Adversity Quotient - ketahanan berjuang/, 2. EQ
/Emotional Quotient - keluwesan interaksi/, 3. IQ /Intelligence Quotient -
kepandaian kognitif/; 3 wawasan intuisi = 4. ISQ /Intelligence Spritual
Quotient - keterarahan sati/, 5. ESQ /Emotional Spiritual Quotient - keihsanan
ummi/, 6. ASQ /Adversity Spiritual Quotient - kemantapan yogi/; 3
penembusan insight = 7. ADQ /Adversity Divine Quotient- mukasyafah/, 8. EDQ /Emotional
Divine Quotient - Mahabatullooh/, 9. IDQ /Intelligence Divine Quotient -
Ma'rifatullooh/) namun demikian jika tidak dibarengi dengan orientasi kesadaran
10 maka itu semua tanpa makna. Realisasi Kecerdasan tingkat 10 (baca: sepuluh)
atau orientasi kesadaran 10 (baca: satu-nol) ini mungkin yang dimaksudkan
sebagai insan kamil, homo novus (New Man) atau apapun istilahnya – suatu
pencapaian kesempurnaan manusia dalam keterbatasannya. Namun sebagaimana proses
pemberdayaan dan orientasi ketawaddhuan sebelumnya inipun harus dianggap hanya
sebagai proses berkelanjutan bukan maqom penghentian. Inilah perbedaan yang
mendasar antara kesejatian pencerahan bijak seorang panentheist, keimanan
sejati para monotheist atau bisa jadi pencarian murni kaum heretis dengan
kesemuan ‘pencerahan’ pantheist, ‘wawasan’ agnostic, maupun ‘pandangan’
atheist. Keberkahan dan pemberkahan hanyalah dari, oleh, untuk dan kembali
kepadaNya. Realisasi kebenaran bukan identifikasi pembenaran. Dalam keikhlasan
bukan dengan kepamrihan. Senantiasa memberdaya diri secara berkelanjutan dalam
JalanNya (sesuai fitrah yang ditentukanNya) dan tidak terperdaya setinggi
apapun perolehan yang dicapainya (menurut anggapan kerdil terhadap diri sendiri
maupun pengakuan semu dari orang lain
Memahami kesedemikianan = Realitas Kesunyataan & Fenomena Keberadaan
Prediksi hipotetis figure ideal evolusi spiritual homo novus 10
DIBAHAS ? INI MUNGKIN ADALAH SENTRA POSTING KAMI
SELAMA INI ... QUO VADIS & HOW TO BE ?
Hidup total dalam penempuhan induktif
(7 dimensi?) bagi evolusi pribadi eksistensial, kebijaksanaan deduktif demi
harmoni dimensi universal dan keterarahan holistik pada sinergi saddhamma
transendental .... bukan hanya selfish demi ego sendiri namun selfless bagi
keEsaan mandala advaita ini. dan seharusnyalah tampaknya bisa diusahakan setiap
zenka berkesadaran dimanapun dimensi keberadaannya dalam segala situasi &
kondisi keterbatasan dan pembatasannya sebagaimana kaidah yang diberlakukan
Niyama Dhamma dalam mandala advaita ini agar tetap kokoh dalam keberadaan dan
keberdayaanNya yang homeostatis, interconnected & equiliberium. Well, 7 dimensi pemurnian kesejatian= fisik,
etersis, astral, kausal, monade, kosmik & nirvanik - Osho (demi
keselarasan harmonis & holistik Homo Novus Mystical Being eneagram 10
?) rehat dulu
Tantien | Pusat | Hati | Rasio |
10 ? | Kalki (destroyer?) | Zorba (artistics) | Zenka? (holistics) |
Ethical | Rama 7 (peaceful) | Khrisna 8 (lovely) | Buddha 9 (meditative) |
Emotional | Parasurama 6 (warrior !) | Vamana 5 (insani) | Narasimha 4 (hewani) |
Physical | Matsya 1 (ikan air) | Koorma 2 (amfibi kura2) | Varaha 3 (celeng darat) |
Prediksi hipotetis figure ideal evolusi spiritual homo novus 10 (for the Next Mystical Being 10 ?)
1. Kalki destroyer (Ancient Hinduism Myth of dasavathara )
menggenapi siklus pralaya samsarik rupa lokantarika Asura > progress swadika nirvanik nama lokuttara Ariya ?
2. Zorba the Buddha (hipotesis Osho for New Man ) ?
3. Zenka the holistics (my dream ?) ... Ariya Swadika in all mandala
terjaga untuk evolusi eksistensial , menjaga bagi harmoni universal & berjaga demi sinergi transendental
(wah ... harus revisi karya lama lagi, deh ... karena kemurnian mencintai kebenaran adalah keniscayaan yang mutlak (sudah keterarahan atau masih keterpedayaan atau dalam keterpaksaan ?) seharusnyalah ini tetap mengatasi segalanya termasuk kelihaian manipulatif pemerdayaan yang memang akan memperdayakan harmoni keselarasan bukan hanya dimensi keswadikaan diri namun juga demi kebersamaan/ kesemestaan/ kesunyataan dalam kesedemikianan desain kosmik mandala advaita ini ... sacca individual, metta universal & agape transendental as spiritual sadhana for all in 84th era dst , Sadhguru Yasudev ? ).
4. Aktualisasi Kemapanan
Aktualisasi memastikan persada kesiagaan dalam membumi untuk mandiri , dengan santuti dan mampu berbagi.
5. Harmonisasi Kewajaran
Harmonisasi kebersahajaan dalam membumi bersama lainnya. dengan empati, dalam harmoni dan tetap sinergi.
Untuk 2
yang terakhir (kemapanan & kewajaran) adalah memang
mengupayakan mapannya keberadaan dan menerimanya dengan wajarnya
pemantasan atas kelayakan realisasi pemberdayaan 3 yang awal (kesadaran
, kearhatan, kecakapan) dalam dimensi manapun sebagai pribadi apapun
siapapun kita sekarang atau kelak nantinya.
atau tabel hipotesis yang agak 'gila' dari kami ini
| Wilayah | 1 | 2 | 3 |
Transendental | Nibbana ‘sentra’ ? | Belum diketahui ? 7 | Tidak diketahui ? 8 | Tanpa diketahui ? 9 |
| Nibbana ‘sigma’? | Belum mengakui ? 4 | Tidak mengakui ? 5 | Tanpa mengakui ? 6 |
| Nibbana ‘zenka’ ? | Arahata 1 | Pacceka 2 | Sambuddha 3 |
Universal | Brahma Murni (Suddhavasa) | Anagami 7 (aviha Atappa) | Anagami 8 (Sudassa Sudassi) | Anagami 9(Akanittha) |
| Brahma Stabil (Uppekkha ) | jhana 4 (Vehapphala) | Asaññasatta 5 (rupa > nama) | Anenja 6 ( nama > rupa arupa brahma 4 ) |
| Brahma mobile (nama & rupa) | Jhana 1 (Maha Brahma) | Jhana 2 (Abhassara) | Jhana 3 (Subhakinha) |
Eksistensial | Trimurti LokaDewa | Vishnu 7 (Tusita) | Brahma 8 (Nimmãnarati) | Shiva 9 (Mara? Paranimmita vasavatti) |
| Astral Surgawi | Yakha (Cãtummahãrãjika) 4 | Saka (Tãvatimsa) 5 | Yama (Yãma)6 |
| Materi Eteris | Dunia fisik(mediocre’ manussa &‘apaya’ hewan iracchãnayoni) + flora & abiotik ? / 1 | Eteris Astral apaya (‘apaya’ Petayoni & ‘apaya’ niraya) 2 | Eteris Astral apaya Asura (petta & /eks?/ Deva ) 3 |
Be mad, and remain
a mad brother to your mad brother.
Jadilah gila, dan tetaplah
menjadi seorang saudara yang gila bagi saudaramu yang gila
(Khalil Gibran
, a letter to Mikhail Naimy)
(ini adalah sadarnya
"kegilaan" esoteris untuk mengatasi "wajarnya" kegilaan
eksoteris kita selama ini)
Kewajaran Membumi dalam
kesadaran Saddhamma :
Link video
Kearifan Shiva Buddha ? walau tetap tampak dalam kewajaran di permukaan namun senantiasa menjaga kesadaran di kedalaman untuk. memberdaya kecakapan, kemapanan & kearhatan (dimanapun ,kapanpun dan sebagai apapun peran keberadaannya)... progressive in progressing. Jika saja proses pemberdayaan ini memang berjalan sehat dan tepat tampaknya kemurnian & kesejatian akan berpotensi segera terealisasi nyata.
EPILOG
Demikianlah, orientasi
kesadaran tetap dilakukan untuk bukan hanya mentransendensi level
keariyaan (tisikha pembebasan, pencapaian minimal pengamanan samsarik
berikutnya) namun juga mensiagakan & berjaga dengan pemberdayaan
talenta kecakapan (skill sekarang & bakat mendatang) yang berdampak
pada pemantapan kemapanan kehidupan/ penghidupan eksistensial (dalam
kemandirian & untuk kebersamaan) dalam kewajaran pembumian
sebagaimana lainnya (namun tetap menjaga keselarasan dengan Saddhamma ..
tentu saja). Sesungguhnya etika kosmik ini seharusnyalah bersifat
universal bisa dijalankan oleh setiap pribadi di segala dimensi dengan
segala keterbatasan & pembatasannya masing-masing (walau hasilnya
memang tidak seeffektif jika berada di wilayah yang relatif lebih
kondusif).
jadi
...ini adalah transformasi mengarahkan diri dengan kesadaran
Saddhama dalam kebenaran, kebajikan dan kebijakan ... sama sekali bukan
revolusi (mungkin tepatnya : repolusi = pencemaran kembali?) dengan
kebodohan, kesalahan dan keburukan. Sudah saatnya spesies manusia tumbuh
berkembang dewasa tidak selamanya menjadi kanak-kanak dengan usia
keberadaannya yang telah lama menghuni, membebani & menyusahkan
planet bumi yang sudah semakin tua ini dengan berpandangan semu ,
berpribadi naif dan berprilaku liar.
Be selfless as it really be (to be one in One ~ not one of the ONE ?) ..
Sungguh ini bukan hanya masalah 'selfish' evolusi pribadi eksistensial
semata namun juga berkaitan dengan dampak harmoni dimensi universal
bagi keseluruhan bahkan hingga effek transendental. Tak perlu lagi
recycling daur ulang serial pralaya (dunia - surga - rupa brahma) bagi
samsara ini berlangsung berulang-ulang yang bukan karena rejuvenasi
perbaikan kerusakan alamiah materi penampungnya namun karena batiniah
zenka penghuninya. .
teori fase 3 mandala just for seeker (tanpa/dengan/tiada samsara) untuk mencintai kebenaran tanpa syarat.
Be Realistcs to Realize the Real .....Untuk
kesekian kalinya, apapun yang terjadi, mencintai kebenaran adalah
kemutlakan (bukan pilihan … karena jikapun tiada keselarasan dalam
menyesuaikannya sebagaimana harusnya maka dengan keterpaksaan toh kita
akan tetap menerima keniscayaan akan dampak karmic & effek kosmik
nya). Tidak perduli apakah nanti akan ada kemanunggalan dalam pencerahan
ataupun kemusnahan untuk keseluruhan, tetaplah konsisten dalam
transformasi spiritualitas yang harmonis autentik & sinergis atas
kesemestaan baik eksistensial (diri pribadi), universal (alam kehidupan
bersama) dan transcendental (sentra keberadaan segalanya).
Disamping kemantapan eksistensial dalam peran
duniawi saat ini (citra persona biasa saja, smart skill bisa juga, asset hidup ada sedia) ; jangan lupa (ini justru yang utama) siagakan untuk
kelanjutan perjalanan kehidupan nantinya (level swadika keariyaan , bakat
talenta kecakapan & hisab visekha kelayakan ). Sedangkan, untuk kenyamanan
keseluruhannya : berempati (pada dasarnya semuanya sama saja ... laten deitas
dari Sentra sejati yang sama hanya beda label & level pada dimensi mandala
pada saat ini . Well, orang lain / makhluk lain adalah sebagaimana diri kita
sendiri namun saat ini berada dalam peran yang berbeda .... walau respek dalam
metta atas casing 'dagelan' nama rupa masing-masing memang tetap perlu
diperhatikan sesuai skenario kehidupan yang berlangsung ... tidak anggep
'arogan" & norak tranyakan ), menjaga harmoni dan bersinergi dalam
kebersamaan & kesemestaan ini.
Finally ,
Tiga Pesan Abadi keheningan kosmik yang diungkapkan para Buddha :
Jauhi kejahatan, jalani kebajikan, sucikan fikiran
Jauhi
kejahatan namun dengan tanpa membencinya, Jalani kebajikan namun
dengan tanpa melekatinya dan Sucikan fikiran namun dengan tanpa
mengidentifikasikan apalagi mengeksploitasikan diri padanya (Dhammapada
: 183). Itulah paradigma (yang walau tampak terdengar "sederhana"
namun sesungguhnya sangat sempurna / bijaksana ) wejangan para Buddha untuk
bukan hanya melalui namun juga melampaui samsara menuju Nibbana yang
direalisasikan dalam keterarahan /keselarasan simultan triade pemurnian Sila -
Samadhi - Panna.
Jadilah media
kebaikan yang murni x media keburukan yang kacau bagi diri
sendiri, makhluk lain dan living cosmic ini baik transendental,
universal, eksistensial . senantiasa terjaga sebagai media impersonal
akan figur personal samsariknya sehingga memungkinkannya untuk bukan hanya
berjaga dari keterpedayaaan bahkan semakin memberdaya diri namun juga mampu
menjaga untuk tidak hanya memperdaya lainnya namun justru memberdaya
lainnya..... tetap orientasi berpandangan, berpribadi, berprilaku ariya
apapun peran, dimanapun dimensi dan kapanpun situasi kondisinya. Menerima tanpa
perlu kebencian, mengasihi tanpa perlu pelekatan , melampaui tanpa perlu
merendahkan. So, jika keniscayaan pembebasan/ pencerahan/ pemberdayaan
belum mampu tercapai, keselarasan tertib kosmik yang holistik, harmonis dan
sinergik akan kebenaran, kebajikan dan kebijakan masih terjaga .... bagi diri
sendiri, makhluk lain dan living cosmic ini.
Sebagaimana
dimensi samsarik lainnya ( apaya, surga bahkan alam Brahma sekalipun) ,
dunia ini hanyalah terminal transit bagi evolusi spiritualitas diri
berikutnya. Peluang kesempatan / tanggung jawab sebagai manusia dsb dalam
membawa keberkahan diri dan lainnya ... tidak sekedar berlibur, terhibur dan
dikubur sebagai manusia untuk hanya kembali calon mayit/ demit ? .... jadilah berkah yang
mencerahkan/ memberdayakan bukan limbah yang
menyusahkan/memperdayakan di/ke manapun kita berada bukan hanya bagi
diri sendiri namun juga makhluk lain di setiap living cosmic ini.
Semoga segalanya
cukup bijaksana untuk memahami samsara permainan abadi kehidupan ini
Semoga segalanya
mampu berbahagia untuk mengasihi konsekuensi interconnected logis yang
terjadi
Semoga segalanya
makin berdaya untuk melampaui dilemmatika amanah tanggung jawab pemeranan yang
diterima
Amor Dei, Amor
Fati
(Jika cinta Tuhan
cintailah juga GarisNya.)
Dhammo have
rakkhati dhammacarim
(Dharma kebenaran
akan melindungi para penempuhNya )
Gate Gate
Paragate Parasamgate .... Bodhi Svaha
(lampaui delusi
apaya, sensasi surga, fantasi brahma ... murni terjaga, berjaga dan menjaga)
Appamadena
Sampadetha
(berjuanglah untuk tidak lengah
sebagai/selayak/selaras ariya)
Sejujurnya prolog inilah yang seharusnya kembali tetap kami jadikan sebagai epilog terakhir
Just Simple Words to
Begin and Fade Away
(Hanya Kata-kata
Sederhana untuk memulai dan kemudian Berlalu)
Pada hakekatnya kita adalah makhluk spiritual yang menjalani
peran sbg manusia ketimbang sbg manusia yang menjalani tugas spiritual..Kita
hanyalah ketiadaan yang diadakan dalam keberadaan untuk sekedar sederhana
mengada tanpa perlu mengada-ada dihadapanNya...betapa indahnya kehidupan jika
kita tiada ragu untuk mampu hadir dalam kesederhanaan yang murni, tulus apa adanya
tanpa perlu membalutnya dengan kemasan kesempurnaan yang walaupun mungkin
tampak indah dan megah namun semu dalam kesejatiannya..... Belajarlah
meng-"esa"-kan diri dalam keseluruhan, kebersamaan dan
kesemestaan....Kebahagiaan kita berbanding lurus dg kebijaksanaan kita namun
berbanding terbalik dengan kemelekatan kita. Tdk semua yang kita inginkan akan
menjadi kenyataan, tdk semua yang tdk kita inginkan tdk akan menjadi
kenyataan. So, perlu kebijaksanaan untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya
dan tidak terlalu mengharuskan keinginan kita menjadi
kenyataan..... Dunia mungkin hanya memandang dari produk pencapaian
kita di permukaan, namun Tuhan sesungguhnya di kedalaman menilai
kita dari proses penempuhan kita. So, jangan terkelabui oleh permainan duniawi
karena dihadapanNya tidaklah penting harta kekayaan, nilai perolehan, kemuliaan
diri dsb yang pada dasarnya hanyalah by product dampak samping dari perjalanan
kehidupan ini. Dia lebih mengutamakan bagaimana cara kita mensikapi, menjalani
dan mengatasi amanah kehidupan ini sebagai atsar amalan diri kita kelak. Bukan
kaya miskin harta kekayaan, baik buruk nilai perolehan, mulia nista duniawi
yang menjadi indikator bagiNya dalam menilai kualitas diri hambaNya tetapi
seberapa ikhlas kita mensikapi , seberapa istiqomah kita berikhtiar menjalani
dan seberapa tawakal kita menerima garisNya...Bagaikan biasan warna -warni
pelangi yang berasal dari Sumber Cahaya Putih Cemerlang yang sama walau dalam
dunia segalanya tampak berbeda di permukaannya, namun dalam Dharma
segalanya menyatu dalam kesejatianNya.
Silence is the language
of God. All else is poor translation. ~ Rumi
Keheningan adalah Bahasa Ilahiah. Segala lainnya hanyalah terjemahan semu
adanya.
Silence is the language of God.
All else is poor translation.
~ Rumi
Keheningan adalah Bahasa Ilahiah.
Segala lainnya ungkapan terjemahan semu belaka
Tiada kata yang seharusnya dipercaya (termasuk / terutama dari kami ) selain fakta (yang memang terjadi )
(No Fact - No Truth - No Faith)
tanpa dusta akan kebenaran sejati, tiada perlu duka untuk disesalkan nanti
BE RESPONSIBLE
bertanggung jawablah
BE HUMBLE
(dalam) kerendah-hatian
BE TRUE
(untuk menjadi) sejati
(Sekian)
MUSICS | QUOTES |
|
|
|
|
| | |
SELESAI
MOHON MAAF JIKA ADA CONTENT BLOG / VLOG KAMI YANG MEMBUAT ANDA TIDAK BERKENAN
TERIMA KASIH ATAS DUKUNGAN , PERHATIAN & KUNJUNGANNYA
SALAM
Thanks,guys... It is time for rest now.
BalasHapusTerima kasih, kawan. Waktu untuk istirahat sekarang.