Kamis, 24 Maret 2022

JUST IDEA 6 ( UNTUK PRAKATA )

PRAKATA =  
Namaste (bagi kami) artinya : " saya menghormati/menghargai yang ada di dalam anda"
maksudnya : esensi kemurnian nirvanik, energi keilahian batiniah, materi kealamian zahiriah.
Sikap gesture tangan India ini menjadi sangat popular terutama pada saat pandemi global Covid-19 saat ini dimana jangankan untuk negatif tranyakan untuk positif keakraban kontak fisik berjabat tangan apalagi cipika-cipiki saja terbatasi dengan kebijakan distansi sosial untuk kebajikan saling menjaga dan terjaga (bukan hanya untuk diri sendiri namun juga demi orang lain dan lingkungan sekitar kita …… Sedaka Sutta ?).  Namaste (bagi kami) artinya : " saya menghormati/menghargai yang ada di dalam anda"maksudnya : esensi kemurnian nirvanik, energi keilahian batiniah, materi kealamian zahiriah.
Ingat, tanpa menafikan peran kebersamaan universal manusiawi kita sebagai faber mundi (pemberdaya peradaban) di bumi, pada dasarnya kita hanyalah viator mundi (pengembara yang singgah bukan penghuni tetap) dalam kehidupan duniawi kita saat ini dengan casing peran persona dagelan nama-rupa samsarik untuk keberlanjutan kehidupan berikutnya lagi. Jagalah keberkahan di bumi dan bawalah keberkahan untuk saat nanti. Sebagaimana tuning frekuensi gelombang arus kesadaran, tanpa menafikan akumulasi karmik sebelumnya konsistensi sikap, tindakan dan capaian diri saat ini akan berdampak pada konsekuensi yang akan diterima nanti demikian seterusnya.
Jika anda inginkan surga di sana layakkan juga surga di sini dengan kearifan menjaga kebersamaan dan kebaikan untuk sesama dengan memastikan keberdayaan tindakan nyata bukan sekedar idea anggapan dan keyakinan belaka. Walau secara labeling pandangan mungkin saja masih nanti (paska pralaya dunia?) namun dalam leveling kenyataan bisa jadi seketika (tanpa alam antara?).
Jika anda dambakan kemanunggalan Ilahiah (transendensi moksa individualitas universal nama batiniah ke wilayah rohani tinggi hingga Anenja Brahma tidak sebatas dematerialisasi murca rupa zahiriah ke dimensi eteris peta, asura Bhumadeva atau astral Kamadeva 6 ?) layakkan diri sebagai media Brahma Vihara (sebagai media ilahi … tidak sekedar lihai bertransaksi mendapat untuk tersekap atau ikhlash memberi untuk menerima kembali namun murni mengasihi sebagaimana harusnya harmoni kasih universal yang berlaku disadari dan ketulusan untuk berbagi secara wajar memang perlu dijalani) sehingga kualifikasi adhikari tihetuka yang dewasa terjaga dan (dikarenakan senantiasa ada korelasi kosmik antara kesadaran, kecakapan dan kelayakan yang tumbuh berkembang secara simultan/progressif) kewasesaan batiniah juga akan berkembang (orientasi , refleksi + distansi & meditasi) dari akar penempuhan hingga puncak penembusannya (asalkan tetap terjaga dari godaan kemegahan yang menyekap sensasi kemauan, cobaan kemampuan yang menjebak fantasi keakuan dan labirin parallel yang memandekan, membingungkan atau bahkan menjatuhkan). 
Jika anda harapkan nibbana nanti layakkan juga nibbana saat ini dengan keterjagaan memandang tilakhana kesemestaan dengan kewaspadaan tanpa keterlelapan  dan keberdayaan simultan progressif menyelaraskan diri dengan kewajaran pemurnian adhi sila (moralitas berprilaku zahiriah dan integritas berpribadi batiniah), memberdayakan diri dengan kemantapan adhi citta bhavana dan semakin men-terjagakan diri dengan kematangan penembusan adhi panna sehingga memadailah kualitas Ariya Puggala ... bukan hanya terlayakkan 'sertifikat kosmik' atas pencapaian magga phala nibbana (irreversible?) namun juga 'kualitas kosmik' yang memang dipandang layak oleh Advaita Dhamma Niyama untuk tidak lagi perlu (karena sudah terlalu mampu) 'ndagel' bermimpi di permainan samsara ini. 
Intinya, tak perlu ada pembandingan apalagi kesombongan, kemelekatan apalagi keserakahan dan kekesalan apalagi permusuhan dalam permainan keabadian ini. Bahkan dengan pemahaman kebijaksanaan, kecakapan keberdayaan dan kesediaan kebahagiaan tersebut berikanlah respek kepada segala media eksistensial yang memerankan aneka lakon yang diperlukan, kaidah universal yang menentukan manual dampak skenario yang menjadi acuan aturan bermainnya & esensi transendental yang menyaksikan pagelaran agung keabadian ini. Desain mandala ini sudah 'sempurna' tertata .... so, terimalah segalanya apa adanya agar kita dapat mengasihi sebagaimana harusnya sehingga kita mampu melampauinya dengan bijaksana. Tanamlah apa yang ingin anda tuai nantinya, layakkan apa yang akan anda capai nantinya dan niscayakan apa yang keniscayaan seharusnya terjadi nantinya. Kita (tak perduli siapapun kita inginkan untuk diidentifikasikan oleh diri /lainnya, etc ) sesungguhnya tidak akan dapat (sehingga tidak perlu) memanipulasi label semulia apapun itu tampaknya apalagi jika hanya sekedar untuk mengeksploitasi. Kita hanya perlu merealisasikan level apa yang seharusnya terniscayakan dalam kesedemikianan yang ada dengan apa adanya baik secara eksistensial, universal apalagi transendental.  Thus, be realistics to realize the real.  

Be Realistics to Realize the Real  
Bersikap realistis untuk merealisasi yang real 
NDAGELE SAKMADYO WAE
jalani drama kehidupan ini sewajarnya saja
Dalam kesedemikian perlu keberdayaan dengan keselarasan dalam keseluruhan untuk meniscayakan keberadaan.
IMPERSONAL REALITY (KEILAHIAN TRANSENDEN) 

just image
Be realistics to realize the Real. (Bersikaplah benar untuk senantiasa realistis dalam merealisasikan segala yang real nyata secara tepat dan sehat) Kita hanya berhak mendapatkan apa yang kita berikan .... entah itu kebaikan ataupun keburukan. Segala niatan, tindakan dan capaian tidak akan percuma walau dampak mungkin tidak selalu instan kemasakannya dan mungkin tidak juga identik kelayakannya. Namun demikian kebijaksanaan untuk senantasa mengupayakan keterarahan dan keberdayaan dalam menghadapi segala kemungkinan yang ada secara pasti bahkan mungkin bisa ada perlu selalu dilakukan dengan tanpa perlu merendahkan adanya karunia keberuntungan akan kepercayaan dan pengharapan untuk segala kemungkinan yang bisa saja ada terjadi.

Sekedar mengingatkan kesejatian diri & menghargai  keberadaan saat ini kita semua 
“We are not human beings having a spiritual experience. We are spiritual beings having a human experience.”― Pierre Teilhard de Chardin
literal : Kita bukan manusia yang memiliki pengalaman spiritual. Kita makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusia 
Pada hakekatnya kita adalah makhluk spiritual yang menjalani peran sbg manusia ketimbang sbg manusia yang menjalani tugas spiritual..Kita hanyalah ketiadaan yang diadakan dalam keberadaan untuk sekedar sederhana mengada tanpa perlu mengada-ada dihadapanNya...betapa indahnya kehidupan jika kita tiada ragu untuk mampu hadir dalam kesederhanaan yang murni, tulus apa adanya tanpa perlu membalutnya dengan kemasan kesempurnaan yang walaupun mungkin tampak indah dan megah namun semu dalam kesejatiannya.
PRAKATA : Just Simple Words to Begin and Fade Awa(Hanya Kata-kata Sederhana untuk Memulai dan kemudian Berlalu) 
Link video : Awaken Samadhi trailer 
Pada hakekatnya kita adalah makhluk spiritual yang menjalani peran sbg manusia ketimbang sbg manusia yang menjalani tugas spiritual..Kita hanyalah ketiadaan yang diadakan dalam keberadaan untuk sekedar sederhana mengada tanpa perlu mengada-ada dihadapanNya...betapa indahnya kehidupan jika kita tiada ragu untuk mampu hadir dalam kesederhanaan yang murni, tulus apa adanya tanpa perlu membalutnya dengan kemasan kesempurnaan yang walaupun mungkin tampak indah dan megah namun semu dalam kesejatiannya..... Belajarlah meng-"esa"-kan diri dalam keseluruhan, kebersamaan dan kesemestaan....Kebahagiaan kita berbanding lurus dg kebijaksanaan kita namun berbanding terbalik dengan kemelekatan kita. Tdk semua yang kita inginkan akan menjadi kenyataan,  tdk semua yang tdk kita inginkan tdk akan menjadi kenyataan. So, perlu kebijaksanaan untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya dan tidak terlalu mengharuskan keinginan kita menjadi kenyataan.....  Dunia mungkin hanya memandang dari produk pencapaian kita di permukaan,  namun Tuhan sesungguhnya di kedalaman menilai kita dari proses penempuhan kita. So, jangan terkelabui oleh permainan duniawi karena dihadapanNya tidaklah penting harta kekayaan, nilai perolehan, kemuliaan diri dsb yang pada dasarnya hanyalah by product dampak samping dari perjalanan kehidupan ini. Dia lebih mengutamakan bagaimana cara kita mensikapi, menjalani dan mengatasi amanah kehidupan ini sebagai atsar amalan diri kita kelak. Bukan kaya miskin harta kekayaan, baik buruk nilai perolehan, mulia nista duniawi yang menjadi indikator bagiNya dalam menilai kualitas diri hambaNya tetapi seberapa ikhlas kita mensikapi , seberapa istiqomah kita berikhtiar menjalani dan seberapa tawakal kita menerima garisNya...Bagaikan biasan warna -warni pelangi yang berasal dari Sumber Cahaya Putih Cemerlang yang sama walau dalam dunia segalanya tampak berbeda di permukaannya,  namun dalam Dharma segalanya menyatu dalam kesejatianNya.

Silence is the language of God. All else is poor translation. ~ Rumi
Keheningan adalah Bahasa Ilahiah. Segala lainnya hanyalah terjemahan semu adanya.

Sebagai seorang manusia rasional positivist umumnya kita intelectually menggunakan filsafat untuk mengamati fenomena objektif di luar & psikologi untuk mengamati fenomena subjektif di dalam. Semula kami mengira hanya diperlukan 'parama dhamma' 4 (kearifan, keuletan, keahlian & kebaikan) untuk menghadapi kehidupan ini secara pragmatis namun akhirnya bersamaan dengan waktu & trial error kami menyadari kebijaksanaan perifer tepian permukaan itu ternyata tidak cukup ada kebijaksanaan mendalam lagi yang menjadi dasar untuk itu ... kesucian. Bukan karena pemurnian itu dimaksudkan sebagai faktor pengkondisi saja bagi keberkahan dan kesuksesan sejati namun tampaknya justru itu sentra dari keberadaan, kesunyataan dan kesedemikianan yang terniscayakan terjadi dan karenanya perlu peniscayaan untuk merealisasi.... terlepas apapun anggapan/pandangan diri kita semula (keharusan duniawi, kejatuhan surgawi, keterlupaan panentheistik, keterlelapan samsarik , dsb)   Realisasi spiritualitas tampaknya memang perlu keautentikan plus keholistikan  (minimal dalam wawasan walau belum dalam tataran).
PLUS : 
Kata manusia berasal dari kata mana dan ussa. Mana artinya ‘batin’ atau ‘pikiran’. Ussa artinya luhur atau tinggi. Jadi kata manusia mempunyai arti: mahluk yang mempunyai batin tinggi atau mahluk yang bisa mengembangkan batinnya, pikirannya, mencapai keluhuran. Dengan demikian, menurut arti katanya, maka manusia yang berusaha membawa dirinya mencapai nilai-nilai yang lebih tinggi, itulah manusia yang wajar. Tinjauan ini menyadarkan kita bahwa tanpa adanya usaha membawa diri mencari nilai-nilai kehidupan yang lebih tinggi, martabat manusia menjadi melenceng dari sebutan ‘manusia’ yang disandangnya itu.
plus kutipan = ttps://kalamadharma.blogspot.com/2020/06/mbuh.html ( corona 2 dia atas )_
Terma manusia konon berasal dari kata Sanskrit Manas & Ashya (Pali : Manussa?) ... suatu keberadaan yang dengan batin fikirannnya di wilayah mediocre duniawi ini memungkinkannya mencapai puncak evolusi individual tertinggi wilayah samsarik imanen (kebebasan pencerahan atau minimal nama abhasara ?)  namun juga sekaligus bisa menjatuhkannya ke dalam jurang terdalam labirin permainan keabadian hidup ini (apaya niraya atau bahkan rupa lokantarika?). Kita sering mengamati terkadang juga menikmati bahkan menjalani juga drama internal universal yang tidak selalu wajar sebagai media impersonal dalam kearifan, kebaikan dan keaslian namun terkadang bahkan justru heboh sebagai figur personal dengan kenaifan, kesemuan bahkan keliaran ... hingga batas 'akhir' setiap episode permainan kehidupan singgahan duniawi yang disebut kematian. Suka atau tidak suka, takut atau tidak takut, siap atau tidak siap .... toh antithesis kematian sebagai konsekuensi logis dari thesis kehidupan harus rela diterima bersama juga dengan synthesis tidak hanya peninggalan hidup eksistensial (memory kenangan, property warisan, produk karya bagi insan dunia yang ditinggalkan ... baik mulia maupun nista? ) namun juga keberlanjutan arus kehidupan individual (level swadika, bakat talenta, hisab visekha ... untuk episode 'pribadi' berikutnya)....etc.
Link video : Ela - Manusia 

TENTANG AVIJJA 

PARAMA DHARMA : Just Idea ...
Avijja ... kebodohan ini keburukan atau kebutuhan ?
Yang perlu kita fahami, sadari dan hadapi tampaknya bukan sekedar kegilaan insani atau kematian alami namun terutama kelupaan abadi akan kesejatian diri dalam setiap episode permainan keabadian samsarik yang disebut (siklus) kehidupan (dan kematian) ini. 

Well, The Greatest evil is Ignorance  Kejahatan terbesar adalah (karena?) Avidya ketidak-tahuan
Walau dalam pengetahuan ketidak-tahuan akan realitas (kaidah panentheistik?) ini istilah evil (kejahatan/ keburukan) yang digunakan mistisi Sadhguru Yasudev tersebut tidak terlalu salah sebagaimana juga terma avijja kebodohan yang digunakan Samma Sambuddha Gautama namun demikian dalam realisasi penempuhan holistik demi penembusan, pencapaian & pencerahan yang bukan hanya murni dan benar tetapi juga bijak dan tepat untuk mensikapi itu sebagai 'kewajaran' yang harus diterima untuk dihadapi dan difahami agar secara bijaksana dapat dilampaui dengan kesadaran (terhindar dari jebakan konseptual, jeratan identifikatif & sekapan dualisme inference paradoks spiritual MLD yang sangat mungkin terjadi. Well, untuk keniscayaan dalam kesedemikianan yang terjadi perlu keselarasan akan kelayakan dalam keberadaaan dan keberdayaan yang memadai. (transendensi kebijaksanaan pemberdayaan berkembang & berimbang melampaui pemakluman faktitas eksternal untuk diterima keterbatasan & pembatasannya ). bagaikan menumbuh-kembangkan bunga teratai di kolam lumpur yang keruh.
Walau avijja secara etika kosmik adalah penyimpangan keselarasan namun ini membuat keberagaman (seperti biasan pelangi dari cahaya mentari yang sama)
Mungkin sangat sensitif dan agak provokatif jika kami menyatakan ... ADA SESUATU YANG MUNGKIN BELUM DIKETAHUI KITA SEMUANYA TERMASUK JUGA YANG BELUM DISADARI PARA TUHAN, DIHAYATI PARA BRAHMA BAHKAN DIFAHAMI PARA BUDDHA SEKALIPUN ..... DALAM PERMAINAN DRAMA DALAM DARMA DARI KEAZALIAN HINGGA KEABADIAN YANG SUDAH, SEDANG DAN AKAN BERLANGSUNG SELAMA INI ....  Triade labirin paradoks diri - alam - inti dalam drama abadi dari fase azali hingga nanti ini (label eksistensial - layer universal - level transendental) dengan 'maha avijja' sebagai skenario samsariknya dan 'parama dhamma' sebagai desain holistiknya memang sangat complicated (jangankan untuk dilampaui dalam penembusan , untuk dijalani dalam penempuhan bahkan difahami dalam pengetahuan saja sulit & rumit ) 
Sial ... ternyata wadah batin ini memang kacau ... sesungguhnya bukan hanya kesungkanan (keresahan karena rendah hati atau mungkin tepatnya rendah diri ... minder akan kualifikasi ideal untuk membabarkan dhamma ) apalagi keriskanan (kecemasan tersudutkan sebagai public enemy bahkan cosmic enemy karena  membeberkan avijja) namun disamping ruwet & rumitnya permasalahan banyak kekesalan di dalam (pantas ... baru bicara jika marah rasionalisasi pembenaran karena dibodohi, dijahili & dizalimi ? ... Spiritualitas walau dalam perspektif holistik sesungguhnya memang sederhana namun dalam kerinduan beraktualisasi selaras denganNya tidaklah gampang ... Well, susah juga untuk mukhlish murni , begitu mudah untuk muflish bangkrut  nantinya)
Bagaimana ini ? Bikin link pilahan dulu supaya idea tidak ruwet ...Gagasan utama , gagasan baru, referensi lama , link rujukan (data / media) , etc . 
REHAT DULU ... walau externally tidak repot, namun internally masih ribet ...
NGABUR LAGI ? No.. cari waktu luang susah. So, luangkan waktu libur yang tersedia untuk menuntaskan tanggungan (janji itu juga hutang, bro .... ingat waktu bayar hutang kalah main judi lampau selama 7 bulan penuh, lho). 
Sudah hampir 2 tahun pandemi corona ... karya makalah (atau masalah ?) ini belum selesai juga.
Lanjutkan semampu mungkin ... jika perlu limbah mental dahulu keluarkan lagi sebagai pijakan untuk ditata lagi .. revisi (demi kelengkapan & kepantasannya). 
SIAL ... gangguan eksternal lagi.
3 Pertanyaan Mendasar = JUST SAY REKAP
apa arti hidup ini ,mengapa kehidupan yang tidak pasti seperti ini harus kami jalani dan bagaimana harusnya kami mengamati, mengalami dan mengatasi grand desain sistem kosmik ini. Itu adalah titik balik diri untuk kembali wajar sebagaimana kebanyakan orang dan juga bahkan untuk menjadi sadar sebagai seorang seeker tentang hakekat permainan kehidupan ini.
Ganti plot ? 
1. Hipotesa Desain Kosmik = Mandala Advaita (Just Area) 
2. Analisa Kaidah Kosmik = Parama Dharma (Just Idea)
3. Sintesa Metode Kosmik = Formula Swadika (Just Cara)
Oke ...  

TENTANG SUCHNESS PHILOSOPHY
QUE SERA SERA, PANTHA REI .... SUCHNESS PHILOSOPHY
apapun yang terjadi terjadilah , biarkanlah segalanya mengalir apa adanya sebagaimana harusnya ..... Paradigma Kesedemikianan.
Paradigma kesedemikianan untuk keselarasan dalam keniscayaan (Parama Dharma - Mandala Advaita - Formula Swadika)

GAMBAR SHUNYA (~) - HEKSAGRAM - SKETSA (E)

  



dualitas Yin Yang Taoism ?
heksagram bintang daud .... symbol Zionis, nih ? No, ini nanti gambaran segitiga ke atas (Parama Dhamma) & segitiga ke bawah (Maha Avidya) 
swastika .... symbol Nazisme ? No, ini juga gambaran putar kanan & putar kiri  dari hal yang sama 
Dalam orientasi meniscayakan kelayakan evolusi 10 laten deitas diri berikutnya (satu nol atau sepuluh ?) dihadapan kaidah kosmik impersonal transenden advaita niyama dhamma (0 nol) agar senantiasa selaras terarah kepada Sentra segalaNya (1 satu) , sesungguhnya bukan hanya sungkan namun juga sangat riskan untuk menyela apalagi mencela desain permainan bukan hanya kehidupan namun juga skenario samsarik keabadian ini... Well, avijja kebodohan dan pembodohan dalam dagelan nama rupa ini memang adalah kewajaran yang perlu dilampaui dengan dharma kesadaran yang bukan hanya tepat namun juga sehat bagi semua dimanapun layerNya, sebagai figur apapun diriNya dan dalam situasi external/ kondisi internal apapun juga adaNya.. 
Mungkin malah terkesan sombong dan terdengar lancang apa yang kami utarakan sebelumnya walau tiada niatan sama sekali untuk melakukan itu actually; verbally bahkan mentally. Ada harmoni kebersamaan yang harus kita jaga dan sinergi kesemestaan yang mutlak perlu terjaga demi keselarasan dan keterarahan evolusi berikutnya. 


apa ini? coretan tidak karuan..?.. ya ... itulah sketsa sederhana suchness philosophy .... paradigma  kesedemikianan , hehehe
SUCHNESS PHILOSOPHY ... Paradigma Kesedemikianan (Desain , Kaidah & Metode Kosmik )
TENTANG SKETSA 
Diagram Venn Himpunan aljabar ? Bujur Sangkar Universun hokistics (harusnya matra 3 bidang ruang > 2 bidang datar = bola > lingkatan Taoism ?)
~ = ketidak-terhinggaan (Realitas Kebenaran) ; E = sigma keberadaan ( Fenomena Kenyataan)
A B C D = orientasi ke atas, ke dalam vs ke bawah ke luar  = Parama Dharma keselarasan vs Maha Avijja ketersesatan   
Lingkaran  = layer eksistensial - Universal - Transendental  (disikapi secara holistik sebagai level gradasi > label hirarki ? )
Juring AD = ideal keselarasan lokuttara (kedewasaan /pencerahan ) beri tanda centang ( V =victory ) vs Juring BC =  idiot ketersesatan lokantarika (tanda X wrong? )
evolusi pribadi -  harmoni dimensi - sinergi valensi ; (swadika talenta visekha ) (persona regista persada) ; (menerima mengasihi melampaui)  (kesadaran di kedalaman - kewajaran di permukaan - kecakapan di keluasan)  (being trur - humble - responsible )etc 
TENTANG IDEA 
kami tidak membuatkan belenggu pandangan lain, sesembahan baru maupun kelompok beda ( hanya ... just share idea pengertian keseluruhan ) 
pandangan universal panentheistic (bagi para filsuf ), pandeistic (bagi para agamawan) bahkan panatheistik  (bagi para agnostik) 
rintisan paradigma holistik untuk dikembangkan sesuai kematangan keberadaan diri (puthujana, sekha, bahkan asekha )

PANENTHEISTICS BUDDHISM  as Cosmic Gnosis ?
WHY BUDDHISM 
Buddha & Buddhism adalah figur unik & menarik bagi kami . Semula kami memandang agak aneh uncommon wisdom dia (tepatnya : Beliau) dalam manuver proses pencerahan dan paradigma berpandangan yang diajukanNya. Namun kemudian kami memandangnya bukan hanya begitu genius, cerdas & taktis penalaranNya namun juga sangat autentik, holistik & harmonis kesadaranNya ... terlepas dari keberadaan peran eksistensial kami saat ini sebagai seeker pemerhati spiritualitas yang nota bene bukan berlabel  seorang Buddhist dan lagipula hanya berlevel padaparama belaka.  
Terlepas dari prasangka asumtif nivritti negatif tersuratnya (KM4 Dukkha, Nibidda, dst) , tanpa referensi Buddhisme wawasan spiritualitas bukan hanya terasa hambar & dangkal rasanya namun bisa jadi salah arah dalam keterpedayaan samsarik ?. Namun, aneh juga Buddhisme justru menambahkan dengan slogan yang tidak bisa dibilang 'marketable' demi kelaziman obralan pemasaran (persuasi pengharapan & intimidasi ancaman ? ). Ada apa ini ?

  

Link Video :

ovada 3 (inti ajaran Buddha : jauhi keburukan, jalani kebaikan & murnikan kesejatian ?)
diajarkan murni x untuk popularitas, pengikut atau perolehan materi
hanya demi kemanfaatan (kebaikan) orang tsb x pemanfaatan 
prasangka Nigrodha (pengikut, cara hidup, tradisi )  
demi manfaat kebahagiaan kesejahteraan  banyak makhluk  
empati Upali
no claim upadana
just for others' goodness  & respect dhamma (x identificative & exploitative motive : pengakuan, perolehan & pengikut )
Hanya demi pembabaran Dhamma sejati secara murni demi kebaikan & kesucian semuanya tanpa motif tersurat & tersirat apapun.

Aneka Video Dhamma Desana Buddhism  lainnya 
Keberagamaan  yang sesuai secara eksistenstial, selaras dengan kaidah universal dan mengarah dalam tataran transendental .
dalam evolusi perkembangan kebijaksanaan spiritualitas pengetahuan intelektual, penempuhan universal & penembusan transendental .
Hingga real  terealisasikan dengan sikap realistis menerima, mengasihi & melampaui kaidah permainan keabadian ini. 
 
PLUS 
 
Dua video perlu diberikan untuk bukan hanya sekedar menjaga  kebaikan sila berpribadi & berprilaku bagi diri sendiri namun juga  demi metta kasih sayang kepada lainnya. juga toleransi menghargai pelangi perbedaan 
Tiada standar ganda (bagi kebodohan internal & pembodohan eksternal) untuk diidentifikasi & dieksploitasi dalam Saddhamma /transenden impersonal x kultus personal ; realisasi aktual > manipulasi sakral)
semua sama peran sebagai manusia (karma = taqwa) 
Samsara ? Siklus Rebirth Karmik ( dunia dan akherat gitu aja ) 
 Konsistensi peniscayaan
 

Agama Masa Depan adalah Agama Kosmik (berkenaan dengan Alam Semesta atau Jagad Raya). Melampaui Tuhan sebagai suatu pribadi serta menghindari Dogma dan Teologi (ilmu ketuhanan). Meliputi yang Alamiah maupun yang Spiritual, Agama yang seharusnya berdasarkan pada Pengertian yang timbul dari Pengalaman akan segala sesuatu yang Alamiah dan Perkembangan Rohani, berupa kesatuan yang penuh arti. Buddhism sesuai dengan Pemaparan ini. Jika ada agama yang sejalan dengan kebutuhan Ilmu Pengetahuan Modern, maka itu adalah Ajaran Buddha.”( ALBERT EINSTEIN )

Kutipan lengkap komentar Bahiya :  DATA 01022021/PRIOR/KOMENTAR VLOG TQ SD 13012020 LAGI.pdf  p.6 

Anumodana Bhante Ashin Kheminda dan DBS atas tayangan public Dhamma Desana Bahiya Sutta ini setelah Asivisopama sutta lalu
PROLOG  
Untuk kesekian kalinya saya harus jujur mengagumi kebijaksanaan taktis demi transendensi pencerahan yang bukan hanya translingual namun transrasional Buddha Gautama sebagaimana pembabaran alur dukkha asivisopama sutta sebelumnya untuk menyadarkan faktisitas keberadaan problem dilematik samsara diri (analisis 16 nana vipassana paska samatha : via ‘stepping stone’ nibbida untuk melonggarkan cengkeraman upadana kemelekatan papanca samsarik agar sankhar-upekkha keberimbangan formasi termantapkan - anuloma peniscayaan tersesuaikan dan transformasi gotrabu terlayakkan bagi realisasi magga-phala nibbana pencerahan sehingga keniscayaan aktualisasi kiriya non-karmik sebagai Ariya secara autentik murni terrefleksikan ).
STATISTIK ?  
Ke-Buddha-an adalah potensi nirvanik dari esensi murni segala level spiritualitas keberadaan samsarik yang harus menempuh faktisitas penempuhannya masing-masing . Nibbana adalah keterjagaan dan samsara adalah keterlelapan. Buddha sesungguhnya adalah Dia (semoga juga kita semua akan demikian) yang sudah bangun terjaga dari mimpi tidur samsariknya. Semua bhava samsara sesungguhnya (disadari atau tidak) adalah pengarung Dharma keBuddhaan di samudera samsara walaupun dalam label eksistensial bukan penganut ‘agama’ Buddha. So, (maaf) jangan terdelusi statistic kuantitas populasi Buddhist di permukaan.
Buddhisme yang dibabarkan Buddha Gotama adalah segenggam permata kebijaksanaan simsapa yang karena jangkauan pemberdayaannya sangat luas (tidak hanya untuk pendewasaan pribadi, keharmonisan duniawi, perolehan surgawi, pencapaian brahma, kemampuan abhinna namun bahkan terutama pemurnian bagi keterbebasan dari samsara ini) relative bukan hanya tidak lebih mudah difahami namun juga akan cukup susah untuk dijalani bagi semua bhava samsara yang masih terlelap dalam mimpi keakuan, terseret dalam banjir kemauan, tersekap dalam kesemuan , terjebak dalam kenaifan, dsb… sedangkan demi kelayakan penempuhan (terutama untuk ‘uncommon wisdom’ pembebasan) sejumlah kode etik kosmik kemurnian yang tidak selalu ‘popular’ dengan kecenderungan pembenaran samsarik kepentingan ego mutlak memang perlu dijalankan pelayakannya, antara lain kedewasaan menerima, mensikapi dan melayakkan diri atas kaidah karma ( > pembenaran manipulatif kepercayaan harapan/anggapan akidah pengampunan/ pelimpahan) , kemurnian aktualisasi holistik (> defisiensi kepamrihan/ pencitraan) , refleksi kasih murni tiada batas tanpa eksploitasi standar ganda, menjaga harmoni keseluruhan sebagaimana yang Beliau niscayakan tanpa noda (identifikasi pembanggaan kesombongan diri), tiada cela (eksploitasi pembenaran kepentingan diri) tetap bermain ‘cantik’ (harmonisasi transenden pada wilayah immanent … walau memiliki Dasabala keunggulan adiduniawi tetap bijak dan murni terjaga tidak memanipulasi tataran samsara duniawi dibawahNya …. karena walau samsara 'hanyalah' fenomena bayangan kenyataan semu dari Realitas kebenaran Nibbana namun adalah tetap tidak etis bagi yang telah terjaga melanggar ‘aturan main’ wilayah mimpinya . Samsara dalam advaita mandala ini tampaknya memang perlu ‘ada’ bukan hanya sekedar menampung aneka kehebohan pagelaran chaotik drama delusive bagi keterlayakan level episode berikutnya namun juga demi tetap berlangsungnya keberagaman pada kasunyatan abadi ini?) dalam masa pembabaran Dhamma paska pencerahan hingga parinibbana kewafatanNya (laporan ‘pandangan mata batin Ariya’ proses adiduniawi non-empiris paranibbana Beliau oleh Arahata Anurudha kepada Sekha Ananda atas validitas konsistensi keniscayaan Magga Phala Samma-SambuddhaNya).
BAHIYA SUTTA ?  
Dari prolog dan komentar awal tampaknya karakteristik alur tema Anatta akan dibabarkan pada sessi Bahiya Sutta ini. Sangat menarik untuk disimak karena pra asumsi awal kami … dari tilakhana, anatta adalah factor krusial pembeda yang membuat Ariya Dhamma ini bukan hanya melingkupi (bisa mencapai) namun juga mengungguli (bisa melampaui) lainnya (lokiya : asura dewata/ anenja brahma ?). Faktor Anicca dalam batas tertentu memang bisa difahami dan dilalui lokiya dhamma (norma duniawi – etika surgawi .. awas /ditthi + tanha/ dan sangat liarnya sensasi kemauan yang bisa menjerumuskan ke Lokantarika paska pralaya 2 ?) , factor dukkha pada level tertentu juga masih bisa disadari dan dicapai anenja dhamma ( unio mystica – pantheistics … awas /mana + avijja/ plus masih naifnya fantasi keakuan dimensi Abhassara untuk menyeret kembali dalam perangkap samsara paska pralaya 4 ? ) namun annata adalah factor penentu yang memungkinkan lokuttara dhamma ini mampu mengaktualisasi kemurnian penempuhan (> defisiensi kepamrihan & pencitraan) secara konsisten meniscayakan ‘peniscayaan/ keniscayaan’ dalam kelayakan realisasi pencerahan transeden (keterjagaan dari keterlelapan mimpi/ delusi samsara ini – keterbebasan ‘esensi murni’ ke-Buddha-an dari cangkang delusi ‘pancupadana khanda’ tanpa kebodohan identifikasi dan eksploitasi pembodohan dari keterpedayaan/ ketersesatan/ keterperangkapan intra-drama pengembaraan semu samsara ini kembali (singgah/pulang) ke ‘rumah sejati’ Nibbana ).
EPILOG
Dalam mandala advaita kasunyatan abadi ini sebagaimana samma-panna nibbana yang perlu disadari dan ditembus daya sentrifugal kebijaksanaanNya demikian pula tanha-avijja samsara tampaknya juga perlu difahami dan dilampaui daya sentripetal kecenderungannya. So, sebagaimana harmoni musik peregangan senar kecapi walau viriya memang diperlukan untuk mensegerakan dan konsisten dalam penempuhan namun tampaknya perlu juga panna kebijaksanaan untuk menjaga keberimbangannya dalam kewajaran harmonisasi eksistensial maupun kesadaran transendensi spiritualnya.
Semoga refleksi epilog ini tidak menjadi anti klimaks yang dianggap mementahkan samvega kegairahan yang tengah dibangun para Neyya Buddhist (karena ini juga akan berdampak merugikan bagi para truth seeker dalam menyerap referensi yang diperlukan bagi wawasan pengetahuan dan tataran penempuhannya juga).
Salam Namo Buddhaya dari padaparama di 'luar' sasana. 

Berikut kajian kami terhadap 3 masalah krusial esoteris berdasarkan referensi Buddhisme & Mysticisme 
1. Mandala Advaita = Desain Kosmik
2. Niyama Dhamma = Kaidah Kosmik 
3. Kamma Vibhanga = Kaidah Ethika 

Tentang KeIlahian  (Tuhan : Tao - Dhamma )
Tuhan bukan bemper kebodohan/kemanjaan diri, media katarsis psikologis /transaksi pencitraan   dan kloset pembenaran pemfasikan/ kezaliman kepada lainnnya).  Perlu kebijaksanaan universal. keperwiraan eksistensial, dan  keberdayaan transendental dalam spiritualitas
Tauhid sufism Ibn Araby  : tanzih -tasbih (transenden/imanen) Jika kau memandangnya tanzih semata kau membatasi Tuhan. Jika kau memandangnya tasbih belaka kau menetapkan Dia Namun jika kau menyatakanNya tanzih dan tasybih; kau berada di jalan Tauhid yang benar Sufi Ibn Arabi  memandang  KeIlahian Tuhan secara Esa - utuh dalam keseluruhan. Tuhan dipandang sekaligus sebagai Dzat Mutlak yang kekudusanNya tak tercapai oleh apapun/siapapun juga (transenden/tanzih) namun keluhuranNya meliputi segala sesuatu (immanen/ tasybih) sehingga walaupun pada dasarnya Kekudusan dan kesempurnaan Tuhan secara intelektual tak terfahami (agnosis)dengan keberadaan yang mungkin terlalu agung untuk kemudian tak diPribadikan(impersonal) dan mandiri (independent) namun  kemulian IlahiahNya sering  disikapi sebagai figur yang berpribadi(personal) dan Dharma kehendakNya dapat difahami(gnosis)  sehingga  memungkinkan terjadinya hubungan antara makhluk dengan Tuhan sesuai dengan ketentuanNya (dependent).Tanpa Tuhan, tidak ada segalanya. Karena Tuhan, bisa ada segalanya. (wajibul & mumkimul Wujud )
Tao adalah Tao - jikakau bisa menggambarkannya itu pasti bukan Tao 
Dalam kitab suci Uddana 8.3 Parinibbana (3) Buddha bersabda : O,bhikkhu ; ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma,tidak tercipta, Yang Mutlak Jika seandainya saja tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma,tidak tercipta, Yang Mutlak tersebut  maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran penjelmaan ,pembentukan , dan pemunculan  dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak  menjelma, tidak tercipta, Yang Mutlak tersebut maka ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu itu.  Ini secara tidak langsung mungkin menunjukkan dua hal sekaligus ,yaitu : kesaksian akan adanya keilahian yang diistilahkan sebagai ‘yang tak terbatas” dan yang kedua penjelasan bahwa nibbana   pencerahan sebagai puncak pencapaian spiritualitas Buddhisme hanya mungkin terjadi karena adanya ‘Yang tak terbatas’ tersebut. 
plus link : konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama (https://khmand.wordpress.com/2008/08/20/konsep-tuhan-dlm-agama-buddha/)
Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asankhata) maka manusia yang berkondisi (sankhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi. Buddhisme umumnya menamai itu semua sebagai Nibbana (Unio Mystica Kemurnian/KeIlahian ? ). Tanpa niatan mengacau, jika kami memandang ini secara tidak langsung mungkin menunjukkan dua hal sekaligus ,yaitu : kesaksian akan adanya "keilahian' yang diistilahkan sebagai ‘yang Mutlak” dan yang kedua penjelasan bahwa nibbana pencerahan sebagai puncak pencapaian spiritualitas Buddhisme hanya mungkin terjadi karena adanya ‘Yang Mutlak’ tersebut. Seperti di tabel.
Tabel 10 level Kesadaran Gnosis  


 

Dimensi

Tanazul Genesis KeIlahian

Taraqi  Eksodus Pemurnian

 Simultan progress Triade

Transendental

ESENSI MURNI

? ! . 

Transendental

 ajatam

abhutam

Panna

(theravada?)

Universal

akatam

asankhatam

Eksistensial

Asekha ?

Nibbana

Universal

ENERGI ILAHI nama brahma 

Transendental

Anagami

suddhavasa

Samadhi

(vajrayana ?)

Universal

Anenja

arupavacara

Eksistensial

Vehapala >Abhasara

rupavacara

Eksistensial

MATERI ALAMI rupa kamavacara

Transendental

Mara/Kal, ...

triloka

Sila 

(mahayana?)

Universal

Yama , Saka, ...

svargaloka

Eksistensial

asura? < Bhumadeva   

apayaloka

10 ? transendental 3 + universal 3 + eksistensial 3 = 9 ?  9 dimensi mandala di atas + 1 for Indefinitely Infinitum ( Realitas Aktual Transenden > Fenomena Formal Immanen dari personal laten deitas  ) for humbling in progress to mystery. 
Plus: hipotesa teoritis  3 (tiga) fase (Mandala Tiada Samsara - Mandala dengan Samsara - Mandala Tanpa Samsara). .... mungkin tepatnya state keberadaan. (apalagi tidak hanya laten deitas personal samsarik) . 
Dari secret data lama kami (maaf ... dulu memang lebai masih naif & liar .... sekarang ? makin parah & payah, hehehe ) Gnosis Publik  p.7

Dhyana Dharma Keberadaan :
Fase 1 :  Fase KeMaha-Adaan Absolut Tuhan. purwaning Dumadi  ( Dhyana ® Swadika ! )
Fase 2 : fase peng’ada’an. KeEsaan karena Tuhan. sangkaning Dumadi  ( Dharma ® Kehendak Ilahi )
Fase 3 : fase keberadaan  Keesaan di dalam Tuhan gumelaring Dumadi  ( Tanazul ®Keberadaan Mandala )
Dharma Dhyana Keberadaan :
Fase 3 : fase keberadaan  Keesaan di dalam Tuhan gumelaring Dumadi  ( Tanazul ®Keberadaan Mandala )
Fase 4 : fase peniadaan. Keesaan kembali ke Tuhan. paraning Dumadi ( Taraqqi ®Mandala Keberadaan )
Fase 5 : fase KeMaha-Adaan Absolut Tuhan. purnaning Dumadi ( Dhyana ® Pralaya ? )
Well, ini hipotesa teoritis dari 3 (tiga) fase (Mandala Tiada Samsara - Mandala dengan Samsara - Mandala Tanpa Samsara).  
1.Mandala Tiada Samsara, ( Fase hanya Dhyana > Dhamma ) 
Transenden = Transendental - Universal  - Eksistensial  (Esa - yang ada hanya Dia Sentra Yang Esa ) 
2. Mandala Dengan Samsara, (Fase  dalam Dhamma < Dhyana )
Transenden = Transendental , Universal  , Eksistensial  (Segalanya ada  karena Dia  Sentra Yang Esa) 
Tanazul Genesis = emanasi , kreasi , ekspansi ? 
2.1. Awal : Mandala Pra Samsara  
Transendental : keterjagaan esensi / zen ? Nibbana 
Universal  : keterlelapan energi / nama  Brahma : arupa & rupa , 
Eksistensial  : kebermimpian etheric / rupa Kamavacara : dunia - surga & apaya  
2.2.. Kini : Samsara Pra Pralaya  
Dunia :  sd pralaya  Svarga : sd pralaya (paska dunia ) - Apaya :  sd pralaya ( lokantarika ?) -  Brahma : sd pralaya ( abhasara etc  Nibbana : sd advaita ? 
2.3. Nanti : Samsara Paska Pralaya (versi Buddhism ? ) 
Lokantarika : residu rupa paska terkena pralaya : dunia - apaya - svarga - hingga rupa brahma Jhana 1 sd 3 (mengapa ?)
Brahmanda : restan nama tidak terkena pralaya : Sudhavasa + Anenja /& Rupa Brahma : Jhana 4 untuk kemudian 3 - 2 ( abhasara )  
Lokuttrara : bebas dari samsara & pralayanya : Asekha nibbana ( eksistensial ? + universal & transendental-nya)  
What's next ? 
- Siklus fase ke 2 Mandala Dalam Samsara berlanjut lagi (Kisah kasih nama rupa Brahmanda Lokantarika bersemi kembali sebagaimana biasanya ? ... kecuali
lokuttara & suddhavasa harusnya plus vehapala yang masih mantap & anenja yang masih terlelap juga ..... Asaññasatta ?)  
- atau... kembali ke fase 1 (kemanunggalan azali karena pencerahan keseluruhan/& keterjagaan Dia Sentra Yang Esa) 
- atau haruskah ada fase 3 (kemusnahan total karena kekacauan keseluruhan & kebinasaan Dia  Sentra Yang Esa ) 
3. Mandala Tanpa Samsara  (Fase  tanpa Dhamma - tiada Dhyana )  
tiada  Eksistensial - Universal  -  Transendental    (Segalanya tiada  tanpa Dia Sentra Yang Esa )  
Adakah Sentra dengan sigma & zenka lain ? Maha Sentra Utama ? dst dsb dll 
idea tidak lagi dibahas bisa keluar jalur ? : Spekulasi Rimba Pendapat tak perlu karena hanya memboroskan energi, perdebatan tak perlu  & sama sekali bukan upaya
yang perlu untuk bersegera dalam penempuhan keberdayaan aktual ? Samsara pribadi (eksistensial ) saja belum diketahui awalnya dan akhirnya (kejujuran nirvanik
Buddha ), apalagi samsara semesta (universal) terlebih lagi transendental (mengapa ?).
Dari sketsa ulasan di atas kami berharap anda cukup tanggap mengapa avijja kebodohan (+pembodohan) drama kosmik samsara yang menyekap dan menjebak ini tetap mampu (masih perlu?) eksis terjadi di advaita mandala samsarik ini. (sehingga kami tidak 'ewuh' untuk tetap bisa bukan hanya menjaga etika harmonisasi holistic eksternal ke permukaan namun juga demi tetap terjaganya kami di kedalaman).. Menjadikan diri berlevel mulia adalah bajik dan bijak tetapi menyatakan diri berlabel mulia (directly dengan rasionalisasi peninggian ego/ide membela diri atau indirectly dengan irasionalisasi perendahan ego/ide mencela lainnya) berbahaya dan justru bisa menjatuhkan  bukan hanya diri sendiri (dampak pasti) namun bisa juga lainnya (effek plus) kelanjutan beban karmik.
Well, untuk menjadi pandai, pintar dan cerdas relative lebih mudah namun menjadi benar, bajik dan bijak sungguh sangat susah. Tidak cukup kelihaian sikap intelek namun perlu kemurnian sifat intuitif (tanggap paradox tersirat x  bebal ... "pekok" tidak peka).
 Walau sulit dijelaskan namun secara sederhana demikian gambarannya. Dasar utama (sekali-kali pakai kaidah religi, ya?)  adalah  Istafti qolbaka – tanya hatimu > akalmu (qolb berputar kemana ? sebagai nurani yang memang murni meng-"esa" dalam mengarah kebenaran atau naluri secara lihai meng-"aku" untuk mencari pembenaran ... samma sati vs miccha sati? ) agar segera sadar tahu diri/malu/sila tidak asal ‘gede rasa’ & ‘tebar pesona’.  Plus kaidah ...Merendahlah maka kau akan ditinggikan, meninggi akan direndahkan (ini laku kontekstual tidak sekedar ilmu konseptual, bro). Awas kepekaan diri untuk selalu tanggap paradoks yang tersirat tidak sekedar yang terungkap/ terlihat … menyatakan “aku adalah orang yang rendah hati (?)” walau semula kenyataannya mungkin demikian namun pernyataan ini justru menunjukkan dia sesungguhnya tinggi hati karena secara tersirat meninggikan dirinya bagi kebaikannya sendiri. Jalani kebajikan dngan kebijakan demi kebenaran itu sebagai kewajaran kosmik … jangan hebohkan itu sebagai kemuliaan figure. Main ketanggapan rasa tidak akal-akalan apalagi asal-asalan untuk menjadi seeker, bro. Wah, buka kartu turf ilmu batin, nih. /Wei Wu Wei - 3 dantien ?/
Tanpa kerendahan hati (istilah Sufism :tawadhu) sulit bagi kita memberdaya diri dan justru akan mudah terpedaya diri (istilah Sufism : Ghurur) bahkan malah bisa memperdaya lainnya (bonus kredit hutang tanggungan baru, bro.). Senjata (tepatnya sayap penjelajah untuk mencari / mencuri hikmah ) truth seeker sesungguhnya ‘hanya’ tiga sifat mendasar (idealnya integritas 'teku' asli di kedalaman tidak sekedar 'laku' semu moralitas ke permukaan ... pencari atau pencuri hikmah ?): kejujuran, ketulusan dan kerendahan hati untuk memandang/mengerti  yang samar/tersirat secara tepat  
 Alam bergema … jika kita secara individual tidak jujur kepada diri sendiri dan lainnya bagaimana mungkin kosmik universal akan jujur terbuka membukakan gerbang ilmu bagi kita (kelicikan sesungguhnya menipu diri sendiri tidak selalu orang lain dan tentunya tidak mungkin kosmik ini). Demikian juga ketulusan berbagi/ kasih meng-esa yang mejadikan diri layak sebagai media universal dan kerendahan hati yang wajar untuk ditinggikan level kelayakan penerimaannya. … Ini bukan kepamrihan untuk diharapkan instant/identik (dambaan pengharapan apalagi jika hanya sekedar kemasan pencitraan malah menghambat / menghalangi bagi pencari hikmah/ berkah kebenaran truth seeker bahkan ini akan menjadi labirin parallel yang justru akan menyekap / menjebak bahkan bagi penempuh/ penembus benar True Seeker sekalipun). Ini keniscayaan pasti yang wajar /layak mengikuti (kaidah desain kosmik memang demikian…  terlepas dari kemungkinan termanipulasi eksploitatif pacaya lainnya … walau tidak diminta mekanisme Impersonalnya akan tetap memberi sesuai akumulasi/ aktualisasi/ akselerasi/ aksentuasi  hetu/ laku “pelaku”nya ). Metode truth Seeker 'pencari kebenaran' memang kami akui masih kalah level dengan Dhamma Sikkha True Seeker 'pencari yang benar' Ariya dalam menempuh/menembus Realitas dengan saddha panna viriya  … sebagai kewajaran, dengan kesadaran & dalam kehampaan diri anatta ? ... apalagi pelayakan parami 10 x 3 layer Boddhisatta ... wah, belum berani nekat, bro walau kami tahu itu cara cerdas & taktis dalam akselerasi pemurnian media impersonal.)
 Namun demikian sebagai puthujjana padaparama di luar sasana cara itu-pun sejujurnya tidaklah mudah dilakukan walau tampak sederhana dikatakan … kami tetap harus sportif (suceng) kami menerima apapun juga kelayakannya (kuantitas & kualitas amal/laku + resik murni wadah batinnya… apalagi jika level memang belum berkembang memadai atau sadar arus batin memang menyimpang dari jalur yang seharusnya). Dengan keterbatasan kualitas etika realisasi tersebut mirroring kami lakukan mengkaji hikmah ilmiah dengan semacam logika inferensi prediktif  yang lebih mendalam /tidak dengan merendahkan obyek ide namun justru dengan merendahkan subyek ego untuk mampu reseptif tanggap merengkuhnya walau memang sangat terbatas sesuai dengan keterbatasan diri dan pembatasan yang ada ). Memang bukan analogi intelek biasa bagi paradigma baru tidak lagi dangkal seperti semula.  Susah/ribet penjelasannya, ya. (nanti direvisi lagi atau ... lupakan saja).


IMPERSONAL REALITY (KEILAHIAN)
komentar video tidak dijawab ?

PLUS DATA/MYSTICS/ETC/KOMENTAR VLOG TQ SD 09072021.docx

PLUS DATA/MYSTICS/ETC/KOMENTAR VLOG TQ SD 09072021.pdf

 
Anumodana, Bhante Khemadaro ,Samanera Abhisarano & bapak Feby atas tayangan video yang walau temanya memang sangat menarik namun bisa jadi sensitif. KeIlahian memang sentra mendasar & menyasar dalam wawasan/ tataran spiritualitas (ranah agama eksistensial, mistik universal & Dhamma transendental). Pandangan KeIlahian dalam Buddhisme memang unik karena bersifat Impersonal Transenden Nirvanik tidak sekedar Personal Immanen samsarik. Bisakah dijelaskan/ditegaskan ‘konsep’ keIlahian Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam (Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak – dari Uddana 8.3 ) dan juga Sang Hyang Adi Buddha oleh mendiang Bhante Sukong Ashin Jinarakhita ?
komentar video tidak dijawab ?
sungkan & riskan ? masalah sensitif bisa menyinggung 
dianggap prank "kadrun" ? rasionalisasi menguji untuk motive tersirat mencobai/mengerjai untuk menjahili + menzalimi ?
memang tidak harus dijawab ? transrasional untuk dibahas (toh yang utama etika berpribadi & berprilaku dalam kebersamaan > dogma berpandangan ?)
mungkin memang ini pertanyaan dilematis walau tidak dimaksudkan untuk perangkap jebakan badman (bukan hanya external namun juga internal) ... jika tidak bisa dijawab penganut agama langit (?) akan menghujat anda dengan sebutan kafir atheis dsb (ini berdampak bukan hanya tidak mengenakkan eksistensial pribadi namun juga akan menjerumuskan mereka dalam penyimpangan kaidah etika kosmik berikutnya ... niyata miccha ditthi & kammacitta vipakkha karena kebodohan akan kepicikan/kepolosan jahiliah + kelicikan /kekasaran zalimiah mencela ... bukan hanya citta cetana mengharapkan namun sudah mulai akusala kamma mengusahakan orang lain celaka walau baru sebatas lisan belum perbuatan), jika anda bisa menjawab walaupun salah itu akan melegakan selera mereka (merasa sama, setara bahkan lebih unggul?) namun anda menyalahi akidah tepatnya menyimpang dari kaidah ethika Dhamma anda sendiri.
Kutipan : 31 Alam Kehidupan Samsarik & Nirvanik 
  

atau tabel hipotesis yang agak 'gila' dari kami ini 
Skema Wilayah Tanazul Genesis & Taraqi Ekstasis meniscayakan keterrealisasinya transendensi impersonal bagi evolusi pribadi demi harmoni dimensi  

 

Wilayah

1

2

3

Transendental

Nibbana ‘sentra’ ?

Belum diketahui ? 7

Tidak diketahui ? 8

Tanpa diketahui ? 9

 

Nibbana ‘sigma’?

Belum mengakui ? 4

Tidak mengakui ? 5

Tanpa mengakui ? 6

 

Nibbana ‘zenka’ ?

Arahata 1

Pacceka 2

Sambuddha 3

Universal

Brahma Murni  (Suddhavasa)

Anagami 7 (aviha Atappa)

Anagami 8 (Sudassa Sudassi)

Anagami  9(Akanittha)

 

Brahma Stabil (Uppekkha )

jhana 4 (Vehapphala)

Asaññasatta 5 (rupa > nama)

Anenja 6 ( nama > rupa arupa brahma 4 )

 

Brahma mobile (nama & rupa)

Jhana 1 (Maha Brahma)

Jhana 2 (Abhassara)

Jhana 3 (Subhakinha)

Eksistensial

Trimurti LokaDewa

Vishnu 7 (Tusita)

Brahma 8 (Nimmãnarati)

Shiva 9 (Mara?  Paranimmita vasavatti)

 

Astral Surgawi

Yakha  (Cãtummahãrãjika) 4

Saka  (Tãvatimsa) 5

Yama (Yãma)6 

 

Materi Eteris

Dunia fisik(mediocre’ manussa  &‘apaya’ hewan iracchãnayoni) 
+ flora & abiotik ? / 1
Eteris Astral apaya (‘apaya’ Petayoni & ‘apaya’ niraya)
2
Eteris Astral apaya Asura  (petta & /eks?/  Deva ) 
3


Kutipan : 31 Alam Kehidupan Samsarik & Nirvanik
tampaknya pada kolom universal Uppekha Brahma yang relatif stabil (maksudnya tidak mobile / fragile tidak begitu labil sehingga lolos sementara tidak terkena dari siklus rupa pralaya samsarik dimensi 'materi' : dunia 1 + apaya 4 & juga surga deva kamavacara 6  & Rupa Brahma 3 dibawahnya sebagai rupa lokantarika di antara Brahmanda & lokuttara nantinya sebelum siklus berikutnya) perlu digeser posisi antara anenja 5 & asannasata 6 ... bukan hanya dikarenakan life span (masa hidup) namun juga dari ketangguhan samadhi mereka dalam labirin kosmik paralel penembusan saddhamma. Asaññasatta tersekap (terjatuh) dalam rupa sedangkan anenja 'hanya' terjebak (terlelap) dalam nama. Direvisi resumenya?. Atau bisa juga Brahma Vehappala 4 digeser ke tengah jadi nomor 5 karena keseimbangannya sebagai nama atas rupa (BUKAN KESOMBONGAN, KESERAKAHAN & KEBENCIAN, LHO) dibandingkan  Asaññasatta 4 yang menolak nama batin bahkan malahan menjadi melekat pada rupa materi bahkan mungkin juga justru nomor 6 mengungguli anenja yang terlelap dalam nama dan acuh dengan rupa pada level anariya (?) walau memang memiliki masa hidup (life span) yang lebih lama dibandingkan para Brahma lainnya (bahkan termasuk Ariya anagami suddhavasa di  level atasnya) berdasarkan kalkulasi matematis Gnosis Buddhisme. Direvisi lagi resumenya ?
apaya asura ? hehehe, tampaknya itu rahasia kosmik, guys. Vishnu mungkin tidak suka namun tampaknya tidak bagi Shiva yang arif, Brahma dan Saka memang ahli & baik namun  naif  untuk hal ini. Dalam permainan samsarik ini keberadaan guardian "penyeimbang" bagi keberlangsungan kesemuan, kenaifan & keliaran hingga perlunya serial recycling daur ulang pralaya   perbaikan kerusakan paska kekacauan dimensi tampaknya memang perlu ada. Tanpa maksud  mencela & membela, dalam diri setiap kita para zenka  pengembara keabadian tampaknya memang masih  ada 'drive' ariya dan asura di dalamnya. Dalam dimensi kamavacara tampaknya asura, yama & mara  memang guardian utama untuk permainan samsarik di level bawah, tengah & atas. 
Ini sebetulnya bahasan paling menarik namun sayangnya akan sangat sensitif  tampaknya  (sungkan, ah) referensi acuan?  intinya tetaplah autentik & holistik (tidak identifikatif apalagi manipulatif) 
Kutipan :3b) (Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx). 
semoga tanggap demi empati, harmoni, sinergi. kebersamaan semua. /mencela itu tercela bukan hanya untuk yang tidak selayaknya dicela bahkan juga jikapun dianggap layak untuk itu awas kesombongan, jaga keseimbangan demi kebijaksanaan akan Kesunyataan holistik /  
So, jadilah berkah yang mencerahkan/ memberdayakan bukan limbah yang menyusahkan/memperdayakan di/ke manapun kita berada bukan hanya bagi diri sendiri namun juga makhluk lain di setiap living cosmic ini.  So, pastikan keberdayaan Saddhamma bukan hanya yakinkan kepercayaan belaka! penempuhan nyata tidak sekedar pengetahuan belaka. Saddhamma adalah aktualisasi autentik pemastian sesuai kaidah Realitas bukan sekedar harapan persangkaan keyakinan saja (Real realized>identifikatif & manipulatif ?).  
Bijaksanalah untuk senantiasa bersiaga dengan segala kemungkinan sejati yang /akan/ ada (kualitas transendensi ariya > mahakammavibhanga 4 > ekspektasi asura ? ) minimal bersiaplah menerima, menghadapi dan melampauinya (realisasi level swadika, kualifikasi genia talenta & hisab visekha)  ! (See = siklus samsarik gnosis fase 3 mandala di atas : sungkan & riskan bilang sebetulnya .... BTW sekarang tanggap ya mengapa & bagaimana dalam gnosis buddhisme siklus pralaya samsarik terjadi bukan hanya pada dunia, apaya namun juga surga bahkan hingga rupa brahma jhana 3 ) 
So, spiritualitas memang mutlak mengharuskan kemurnian bukan sekedar kelihaian (terkadang segala kenekatan penempuhan, kehebatan pencapaian & kehebohan perolehan sering menjadi labirin jebakan penjerat/penjebak/penjatuh yang sangat ampuh bagi yang belum terjaga & tidak waspada apalagi jika caranya bertentangan dengan Saddhamma ... bumerang, guys). 
Cari quote video Mahadeva Shiva yang menyayangkan motif Asura karena memujaNya demi transaksi hadiah kekuatan/kemuliaan bukan demi pensucian kesejatian yang seharusnya lebih berguna demi transformasi diri. (memberatkan keakuan & mengumbar kemauan ... kebodohan internal dengan pembodohan eksternal ?) Shiva memang fair mengesankan kesemuanya dan tidak mengenaskan, bukan typical personal god laten deitas yang naif & liar untuk dieksploitasi karena harapkan pengakuan/ pemujaan apalagi persaingan & kebencian /kesalah-fahaman Asura yang fatal dalam persangkaan & pandangannya dalam/sebagai ke-Ilahi-an?) .... bagi pemurnian autentik kesejatian harusnya bukan demi transaksi kepamrihan pencitraan  yang semu, nsif & liar yang merugikan perkembangan pencapaian spiritualitas semuanya. Har har Mahadev seri berapa, ya ? (lupa tayangan TV dulu). Jika saja memang benar level Shiva Mahadeva Hinduisme setara dengan Mara Buddhisme ini tetaplah menjadi keunggulanNya .. senantiasa terjaga & waspada tidak butuh pengakuan walau memang belum menyadari keanattaan realitas diri sebagaimana Buddha Tusita (avatara ke 9 Vishnu ?) yang mencapai pencerahan Nirvanik..  
Keteladanan Acinteya yang telah direalisasi& tetap dijalani Buddha  walau tanpa dipublikasi dalam simsapa sutta ini apa juga difahami & disadari Savaka-Nya ?  
Link data lain :  
Ulasan : Simsapa tipitaka + acinteya udumbara /mahakasapa/ Sayang ...hanya Bhante Mahakasapa Arahata yang memahami universalitas kaidah kosmik Buddhism yang tersirat. Walau cenderung agak nivritti negative namun cukuplah simsapa tipitaka etc yang tersurat untuk paradigma holistik lanjut.(Buddhism dhutanga > pabajitta >  upasaka (neyya > padaparama) > umat luar sasana > makhluk lain) 
Pro Buddhism ?  Dalai Lama  show / save
No Buddhism ? Herman Hesse  save
Ina : link sementara :  0a) (show) or  0b)(show)

Lanjutkan dulu  ...

2. Niyama Dhamma = Kaidah Kosmik 
See :AN 3.136: Uppādā Sutta Sering disebut DhammaNiyama Sutta (?). 
Dhamma tetap ada walau Buddha muncul atau tidak (pada masa Buddhakalpa dan atau Sunnakalpa)
Dalam kitab suci Tipiṭaka pada Uppādāsutta bagian Aṅguttara Nikāya 3.136:
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ, ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā aniccā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā aniccā’ti.
“Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah tidak kekal.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah tidak kekal.’
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe saṅkhārā dukkhā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe saṅkhārā dukkhā’ti.
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena terkondisi adalah penderitaan.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena yang terkondisi adalah penderitaan.’
Uppādā vā, bhikkhave, tathāgatānaṃ anuppādā vā tathāgatānaṃ ṭhitāva sā dhātu dhammaṭṭhitatā dhammaniyāmatā. Sabbe dhammā anattā. Taṃ tathāgato abhisambujjhati abhisameti. Abhisambujjhitvā abhisametvā ācikkhati deseti paññāpeti paṭṭhapeti vivarati vibhajati uttānīkaroti: ‘sabbe dhammā anattā’”ti.
Para bhikkhu, apakah para Tathāgata muncul atau tidak, hukum ini tetap berlaku, kestabilan Dhamma ini, jalan pasti Dhamma ini: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’ Seorang Tathāgata tercerahkan pada hal ini dan menerobosnya, dan kemudian Beliau menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menetapkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya sebagai berikut: ‘Segala fenomena adalah tanpa-diri.’”
Dalam agama Buddha, kelima hukum tersebut adalah sebagai berikut.
Utuniyāma, hukum kepastian atau keteraturan musim. ; Bijaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan biji.
Kammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kamma.; Cittaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan kesadaran.
Dhammaniyāma, hukum kepastian atau keteraturan dhamma.
Link Media:
Keberagamaan  yang sesuai secara eksistenstial, selaras dengan kaidah universal dan mengarah dalam tataran transendental .
 

3. Kamma Vibhanga = Kaidah Ethika 
3. KAMMA VIBHANGA 
Secara simple bolehlah dikatakan  hukum karma adalah jika perbuatan baik dilakukan maka akan menghasilkan kebaikan juga kepada pelakunya demikian juga keburukan. Namun demikian kaidah nyata berlakunya hukum karma sangat kompleks tidaklah berjalan sederhana instant, direct & identik sebagaimana yang secara naif kita perkirakan. Ada 4 variasi kemungkinan dari kaidah kosmik hukum karma ini secara empiris menurut Buddha paska keterjagaan pencerahan samsarikNya 

Grand Design , Strata Mandala, Episode Samsarik 
IMPERSONAL GOD (ABSOLUTE INDEFINITE/INFINITUM TRANSENDEN) > PERSONAL GODS  (laten deitas figure kosmik immanen  yang memang mengidentifikasikan dirinya  / diDeifikasi lainnya atau hanya konsep renungan filosofis demi idealisasi kesempurnaan / refleksi imaginatif  bagi manuver strategis pembenaran kepentingan saja ?)

 
https://www.youtube.com/watch?v=3yVLJahhwC8&list=PLZZa2J4-qv-bhq6xJFZjoY4jEP9a4E2e3&index=42
https://www.youtube.com/watch?v=7jNjrsEMbKA&list=PLZZa2J4-qv-bhq6xJFZjoY4jEP9a4E2e3&index=51&t=1s
TENTANG PERSONAL GODS AGAMA 
BUDDHISM 
ART BLOG OKE/BLOG OKE/INA/UTAMA/RATANA KUMARA/ARTICLES/OKE/TUHAN ratna.docx
PLUS DATA/BUDDHISM/ETC/MKDU422502-M1.pdf
PLUS DATA/BUDDHISM/ETC/31 Alam Kehidupan Menurut Ajaran Agama Buddha.pdf
PLUS DATA/BUDDHISM/ETC/Perang Antar Dewa di Lintasan Waktu WIRAJHANA.pdf
SPIRITUAL BEE
MISTIK ENG/VLOG/SPIRITUAL BEE/DOC PDF/Who is God.docx
MISTIK ENG/VLOG/SPIRITUAL BEE/DOC PDF/Why Has Science Not Found God.docx
MISTIK ENG/VLOG/SPIRITUAL BEE/DOC PDF/Understanding the Many Gods in Hinduism.docx
 2) WISDOM = Kemantapan metanoia (K) :
prolog : kearifan ?(kemajemukan pendapat; keberagaman pandangan ; keterbatasan kemampuan)
1) Khilafiyah Theologi : kemustahilan membatasi Tuhan ? → kecerahan paradigma diantara Rimba Pendapat (keIlahian ; keberadaaan; ketentuan)
2) Problema Theodice : kemustahilan membela Tuhan?® kebijakan metanoia diantara faham pandangan (fanatisme/mistisme ; atheisme/vitalisme ; agnostisme /heuretisme)
3) Masalah Theosofi: kemustahilan mencintai Tuhan ?®kebijakan apologia diantara ragam kenyataan (kegaiban Tuhan ; penderitaan/kezaliman ; ananiyah/nafsiyah) epilog : keimanan ?ketentuan awal > kepastian final → aktualisasi penempuhan & realisasi pembuktian

Well, sejujurnya tinggal selangkah lagi Saddhamma ini untuk menjadi Paramattha Sanatana Dhamma yang memuliakan kebenaran & keilahian secara murni & sejati sebagai Theosofi Panentheistik tauhid yang merengkuh seluruh paradigma yang ada ... Idea Buddha Shiva ? But, skenario samsarik  (termasuk sunnakalpa & era Buddha Maeteya, Lokabyuha & siklus pralaya, etc) tampaknya memang tetap perlu berlanjut demi keberlangsungan keseluruhan pelangi biasan keberagaman dari Satu mentari yang samaAcinteya yang telah direalisasi & tetap dijalani Buddha walau tanpa dipublikasi dalam simsapa sutta  ini apa juga difahami & disadari Savaka-Nya ?

Sanatana Dhamma dalam kompleksitas Realitas Fenomena 
a. Transendensi Keabadian Universal
Terjagalah ! Transendensi kehadiran demi keabadian : vs niyama dhamma via media
senantiasa ada dampak dari pandangan, tindakan dan capaian
tataran pencapaian > progress penempuhan > kefahaman pengetahuan
b:Harmonisasi Keberadaan Eksistensial
Menjagalah ! Harmonisasi dalam kehidupan : vs peran eksistensial
sedaka sutta : menjaga diri & orang lain
anjali/namaste : menghormati esensi murni didalam > segalanya interconnected (orang lain adalah diri kita sendiri dalam peran yang berbeda) demikian juga alam dsb. 
Untuk layak mekarnya bunga transendental ,kemantapan akar eksistensial sila dan batang kasih universal harus tumbuh berkembang baik menunjang dahan bhavana penembusan dan pencerahan di internal dan juga ke eksternal.
c. Eskatologi Kelanjutan Spiritual
Berjagalah ! Eskatologi untuk kematian : vs bardo (1 chikhai - 2 conyid - 3 sidpa bardo)
Kehidupan tidak pasti, kematian pasti
pencerahan masih mungkin diusahakan kala kematian (pandangan Mahavira jainisme bukan Guru Padmasambhava Tibetan Buddhism... maaf ~ AK).
Inilah pentingnya kemurnian brahma vihara yang bukan hanya memurnikan dana sila Dhamma Vihara sepanjang kehidupan dan (plus desana) menumbuh kembangkan potensi  tihetuka (alobha adosa amoha) yang akan juga menunjang kecakapan penembusan  meditatif  pemurnian batin Ariya Vihara dalam menyambut kematian. 
Naza : awas nimitta bhavanga 3 (
Bardo proses umum non meditator : 
Sial, umumnya tidak bisa melintasi jhana brahma bardo 1 ; (bardo 2 liburan kesurga ? belum cukup murni berlimpah akumulasi  deposito karma baik +  banyak tanggungan kredit karma buruk /miccha ditti ?) ; bardo 3 beruntung lahir kembali sebagai manusia atau harus terlempar  keapaya (dampak MLD) atau terdampar di alam penantian  hingga rebirth baru/ pralaya dunia ?
proses khusus meditator (mystics, Buddhist, etc) :
selamat berjuang  hingga tujuan yang mungkin lebih baik untuk bisa dicapai ; (salam dari padaparama dihetuka bagi neyya tihetuka / yogi meditator ) 
Next
jika terdampar di apaya  hidup sbg peta maka dengan upekkha kembangkan mudita (sikap apresiatif/positif atas niatan tindakan kebaikan lainnya) brahma vihara walau sulit. jika terlempar di apaya lainnya maka dengan upekkha kembangkan metta brahma vihara ( kewajaran kosmik untuk aktualisasi kesadaran kasih universal sebagaimana kesedemikiannya kaidah impersonal transenden niyama dhamma  atas personal imanen terus berlaku walau tak butuh diakui dan tak sekedar bisa diyakini ) walau jelas sangat sulit.
jika hidup di surga hidup sbg dewa maka dengan upekha kembangkan karuna (welas asih berbagi bahagia) & potensi tihetuka (alobha adosa amoha prasyarat meditator Jalan Kesucian); tidak  mengumbar nafsu , dusta & sengketa (issa machariya-serakah mendengki apalagi membenci tidak juga menghalangi/ menyesatkan) (termasuk tridewa Mara- yama - asura atas triloka tusita ,tavatimsa,dunia ?) walau juga sulit. Wilayah kamavacara memang corrupted, Saka... bukan hanya pemenuhan kebutuhan, sekedar keinginan diri namun juga kekuasaan atas lainnya. Walau potentially segalanya akan berdampak jika telah masak/layak, Samsara memberikan kebebasan bukan hanya bagi Dhamma namun juga addhamma, tidak hanya agar terbebas dari jeratnya namun juga  tetap tersekap didalamnya…. Itulah kenyataan sesungguhnya  dari semuanya tanpa perlu menyalahkan atau membenarkan siapapun/apapun saja. 
Jika hidup di brahma jangan terlelap dalam kebahagiaan yang lebih dalam dari kenikmatan indrawi/ kehikmatan laduni tetap terjaga,menjaga dan berjaga untuk pengembangan kelanjutannya. walau juga sulit.
Jika bisa tiba di wilayah kesadaran non samsarik alam antara suddhavasa selesaikan perjalanan pulang kerumah sejati atasi delusi mimpi citta 'aku' di halte ini.walau juga sulit.
Jika telah tiba di wilayah kesadaran non alam samsarik nibbana... congrats. Selamat atas keterjagaan dari perjalanan tidur panjang penuh mimpi. selamat datang di rumah sejati esensi murni.
Sikapi "Kebebasan" ini sebagai kebenaran pencerahan berkelanjutan bukan perayaan ke"aku'an untuk lengah terlelap lagi. Walaupun karena magga phala meniscayakan keberadaan & tindakan kiriya yang suci (selama belum parinibbana khanda Ariya Buddha tetap tidak terbebas dari 12 dampak karmik buruk kehidupan lampauNya juga Bhante Moggalana. Bhikkhu arahata sekalipun tetap bisa melakukan kesalahan (terinjaknya serangga oleh arahata karena buta, peraturan vinaya sanghadisesa merukunkan duniawi ?) walau tanpa sengaja/ tak diketahui. Namun totally, inilah realisasi dambaan neyya buddhist untuk terbebas dari dukkha .... terjaga dari mimpi samsarik. Pulang kembali ke rumah sejati. Hanya yang telah melampaui (ariya nibbana) bisa menghadapi kembali (samsara) dengan lebih baik lagi (kiriya x karma) dan karenanya wilayah samsara ini tidak lagi tepat bagi yang telah lulus/ lolos darinya. Keswadikaan nyata yang bukan hanya melampaui penderitaan namun juga kebahagiaan. (magandiya sutta)
By the way, just kidding ... ada  versi/type samsara baru di wilayah ini ? samsara ini saja yang walau hanya delusif tidak chaotik sudah cukup menyusahkan kita dalam memahaminya  apalagi layak menembus dan melampauinya. Niyama Dhamma memang cukup mantap menjaga kaidah kosmik secara impersonal transenden... namun ketidak-segeraan dampak karmik, keterlupaan memory pra rebirth terlebih lagi tampak begitu 'rea'l-nya delusif fantasi keberadaan attha pada nama figur mimpi & sensasi kebahagiaan akan rupa (sulit untuk parichedanana?) benar-benar melengahkan dan menyesatkan (dan bahkan  karena ketidak mengertiannya tidak sengaja apalagi terencana  bukan hanya tidak mencerahkan namun bahkan saling menyesatkan lainnya walaupun dengan kepolosan, ketulusan dan kesadaran ).
Dalam senyum holistik di rupang keBuddhaanMu intuisi saya mengatakan masih ada. Namun mungkin biarkan dia tersirat sebagai rahasia. Kebijaksanaan (bukan kesempurnaan) adalah mahkota akhir bagi kita semua. Setidaknya Realitas Nibbana sebagai rumah sejati bagi esensi murni dari drama kosmik Fenomena Samsara telah kembali ditemukan dan bisa direalisasikan lagi  (walau sulit ... terutama bagi saya tentunya. padaparama diluar sasana yang masih naif dan liar. perokok berat pecandu kopi lagi ... avijja & tanha masih kuat ).
Panna Phasa Kedukkhaan bukan tanha vedana kebahagiaan Realistics  thesisnya, keaniccaan proses perubahan bukan kekekalan masif Real antithesisnya, keAnnataan Panca khanda bukan keberadaan" figure delusif" Realize synthesisnya. Intinya kita hanya dan harus melampaui internal individualitas diri sendiri ... asava kilesha diri bukan yang lain. Itulah (mungkin... saya harus tahu malu , tahu diri dan tahu sila pada autoritas wilayah acinteya yang belum saya capai)  puncak kebijaksanaan nirvanik yang melampaui drama kosmik mimpi delusif samsara.
Sedangkan .... maaf ini agak nekat ('gila'-istilah Khalil Gibran) tentang kesempurnaan walau saya seharusnya lebih tahu malu, tahu diri dan tahu sila pada Realitas wilayah advaita yang mustahil dicapai. Advaita Taoisme lebih menyukai istilah keberimbangan holistik untuk dinamis berkembang ketimbang kesempurnaan absolut yang sangat stagnan. Advaita vedanta dalam Brahma Vidya menterminologinya dalam istilah saguna -niskala (? saya lupa istilahnya ... sudah sarat memory otak  tua ini). Atau simple-nya (istilah pakar komputer) sistem keamanan jika berjalan 100 % sempurna maka dia (malah) tidak akan bisa jalan. Newton (semoga saya tidak salah mengingat referensi buku lama) seorang scientist namun saat itu dia mengatakan agak filosofis tentang keteraturan kosmik yang perlu "Tuhan" yang direferensikan sebagai pengaturnya (walau jika ternyata Diapun .. maaf ...tidak ada) . Buddha-pun mengistilahkan ini sebagai "ajatang, abuthang, dst " (udana ) yang memungkinkan terjadinya pencerahan diriNya sehingga terbebas dari samsara ini.(Pakar Buddhism menyatakan Nibbana adalah Realitas transendent yang Impersonal ...bukan atta pribadi atau yang bisa dianggap/ mengklaim sebagai "diri" karena magga phala pencapaian "wilayah" kesadaran diri ini harus dicapai melalui kesadaran "tanpa diri " (sakayadithi pancakhanda - diri samsarik dst) ... Susah, ya? saya sendiri bingung mau mengatakan apa. Mudahnya demikian ... anggaplah sesorang ( katakanlah A) lelah terjaga kemudian tertidur, pulas hingga bermimpi. Dalam mimpi tersebut dia memerankan figur berbeda bisa jadi multi peran dan aneka peristiwa (walau yang bermimpi A namun bukan A yang terjaga ... jadi katakanlah A' A aksen .... A yang bermimpi ). Ketika bangun terjaga dia mendapatkan  keberadaan yang berbeda lagi dengan mimpinya. Samsara bisa dipandang sebagai mimpi tersebut. Figur A' - A aksen dengan segala atribut peran mimpinya itu disebut 'diri" untuk Figur A yang real dan sudah terjaga (tidak lagi A aksen tadi). Bingung, ya .... cobalah anda ganti A dan A aksennya. (Itu hanyalah cara pandang hal yang sama namun dengan sudut yang berbeda dari tanazul - taraqqi : kejatuhan dalam keterlelapan  dan keterjagaan dari keterlelapan dst )
Intinya demikian pandangan kami tentang kesempurnaan yang tidak hanya acinteya namun advaita untuk dibahas. kebijaksanaan Nibbana mungkin adalah batas akhir yang bisa secara bijak dicapai (Buddha dan juga lainnya) dalam melampaui samsara yang tidak diketahui awalnya (secara individual ) dan kapan berakhirnya  (secara universal) ...pengakuan autentik Buddha. (mengapa ?). Ini dicapai dalam progress simultan dan berkaitan melampaui individualitas diri (eksistensial,universal hingga transendental )
Lantas ... bagaimanakah kesempurnaan advaita tersebut ? secara hipotetis ini baru bisa dicapai jika terlampaui tidak hanya universalitas diri (bukan individual tetapi universal ..... bayangkan wilayah nama tanpa rupa "batin tanpa materi" hanya ada Anenja Brahma, suddhavasa dan Nibbana tidak ada lagi alam dunia, apaya, surga , rupa brahma) namun juga trandentalitas diri (bayangkan wilayah dvaita nibbana  dan advaita itu sendiri tiada samsara  imanen lagi). Demikian analogi gambaran saguna -niskala mandala ini. Ini gambaran Dia yang belum terjaga dari dvaita samsara nibbanaNya. Bagaimana jika Dia terjaga dalam advaita dan melampaui nibbana (samsaraNya) ? dst.
(Pusing ya .... karena jelas kita yang masih "ndagel" dalam peran samsarik di dunia ini tidak mungkin ada disana maka kita cukupkan disini saja)

20122020 
Sungguh, ini adalah 'pembiasaan?' latihan mudita bersimpati karena penghargaan dan demi pengharapan kebaikan  bagi semua (terutama para Neyya Saddhamma). Semoga tidak ada noda asava cetana kehendak internal kedengkian/ keirian hati dalam penempuhan & pencapaiannya. Kalaupun ada itu adalah karena kebodohan internal yang memang seharusnyalah kami tanggung jikapun kemudian terlontar dalam celaan & hasutan malah akan jadi pembodohan eksternal apalagi jika lebih dari itu ... wah, konyol bin pekok  parah bin payah. Kami sedapat mungkin berusaha untuk tidak akan membuat belenggu penjerat/ penyesat kepada lainnya dan tidak akan juga membuat bumerang pemenggal bagi diri sendiri. Jika tidak mampu membuat kenyamanan surgawi di bumi agar demikian juga sepantasnya yang diterima di sana kelak tak akan kami buatkan neraka yang membakar diri sendiri apalagi lainnya (walau tahu juga caranya, hehehe.)   
Perangkap motif tersirat jika memang tiada dusta ? ini bukan kelicikan politis yang memanfaatkan walau mungkin kepicikan gnosis(?) dalam memotivasi referensi untuk realisasi pencapaian nirodha samapatti neyya (x doa ratana sutta , konsultan tuhan dengan munajat muhabala ?) untuk atasi corona ? Pasupathi Shiva ... menghargai kesetaraan hidup (So, atasi dengan herd immunity, healthy style, etc). Asumsi analisis prediktif kami adalah Nirodha samapatti paska pelayakan kemurnian spiritual merupakan satu alternatif lompatan pencerahan semua dimensi (gotrabu atas anuloma) .. walau tampaknya memang tetap sebatas bagi dampak karmik evolusi pribadi tidak directly memiliki effek kosmik bagi semuanya (atasi bencana corona, jelasnya gitu, bro /sis ?)   
Well, harusnya sekarang sudah cukup kuat pondasi paradigma spiritualitas Saddhamma untuk melangkah ke unit berikutnya.
Berikut hanya  curhat pribadi .. bisa dilewati  
Atau mungkin ... walaupun  banyak input data lama ditegaskan & data baru diberikan, namun tampaknya struktur paradigma sudah kacau menyimpang dari rencana semula (sejak 10102020 ?) . Perlu publish posting baru yang lebih fresh & direct ... Pedoman Praktis Panduan Pribadi (inget nostalgia P4 zaman orba dulu ? ) Parama Dharma diri hingga kini yang belum pasti (apalagi terbukti , dijalani saja belum ... cuma teori doang, bro/sis)  dan karenanya senantiasa perlu revisi terus menerus. Yaa, minimal 5 faktor bagi perjalanan hidup di semua dimensi keabadian (Realisasi kesadaran, kecakapan, kemapanan, kearhatan? & kewajaran sebagai transformasi ekuivalen paradigma semula kearifan, keahlian, keuletan, kebaikan dan kesucian ) .... Well, dicoba jika tidak tuntas lagi seperti biasanya direhat lagi atau dianggap selesai saja dan lanjutkan sendiri saja, ya ? Just for Cruiser ( not for Believer )... Hanya untuk (masukan pemberdayaan) para penjelajah bukan untuk dipercaya  orang yang hanya asal percaya (begitu saja).
Sebelumnya terima kasih mengapresiasi fasilitas yang diberikan internet (blogger, youtube, google, Archive,org, dll) atas ketersediaan media katarsis pribadi terutama di masa galau corona saat ini. Dan para reader pembaca yang tetap setia, rahasia dan penuh kearifan/kebaikan  mengikuti sharing "kutu loncat' ini (dengan tanpa memberi komentar apalagi gangguan apapun juga walau kami baca ulang wacananya bukan hanya tidak jelas namun memang sakau, kacau dan galau , hehehe ) 
... dst dsb dll. (anggap ... sudah selesai ... gitu aja koq repot. Hidup sudah sulit malah dibikin ribet )     
21122020 : Just for Cruiser / True Seeker( not for Believer ). ...  satu  dua minggu libur akhir tahun semoga bisa selesai untuk sambut tahun baru 2021 dengan nuansa baru (beda?).  Tapi nggak janji, lho (supaya bisa tak menepatinya dengan tanpa meninggikan kemuliaan diri dengan memanipulasi kemuliaan namaNya ?)

SBAR = SADDHAMMA (BUDDHISM ?) , MYSTICS  & AGAMA 


KRITIK BUDDHISM 

See : Konsideran dilematika plus minus romantisme monastik intensif  Sambuddha & realisme holistik swadharma pacceka : 
Sejujurnya kami merasa tidak nyaman mengutarakan ini. Well, ada etika kosmik seeker (walau tidak formal tertulis namun secara aktual perlu dijalani sebagai truth seeker apalagi  true seeker .... praktek latihan katanu kataveddi < pubbakari ?) yang tidak boleh dilanggar yaitu amanah untuk tidak sekalipun berkhianat bukan hanya atas keberadaan eksistensialitas dirinya namun atas kepercayaan nara sumber referensi/ media guru realisasinya. Namun demikian demi keberdayaan yang lebih sejati kami merasa perlu jujur untuk mengutarakan pandangan kami (walau mungkin saja tidak sepenuhnya benar & bisa mencerahkan sebagaimana yang kami harapkan namun bisa jadi sebaliknya salah & justru menyesatkan walau sesungguhnya tidak kami maksudkan). Semoga kami cukup mampu berjaga untuk senantiasa tetap terjaga agar bisa menjaga bukan hanya diri sendiri namun juga lainnya.
Kami memahami kebijakan Buddha untuk bersegera secara intensif meniscayakan pencerahan keterjagaan Savaka beliau sejak dini yang juga diterima kultur budaya spiritual eksistensial pada saat itu dalam ordo monastik sangha (sebagai pembabar/pelestari Dhamma & ladang kebajikan yang subur dikarenakan pelayakan kemurniannya). Maaf, bukan ingin mengacau tradisi Saddhama yang memang tetap harus ada sebelum masa sunnakalpa tiba ; berikut alternatif  pencerahan yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan terutama bagi para saddhaka penempuh spiritual yang berada di luar sasana saat ini (atau bahkan umat Buddha sebelum menjadi bhikkhu ?). Spiritualitas adalah aktualisasi untuk mengatasi/melampaui bukan untuk menjauhi/membenci (walau tidak  untuk melekati/menguasai juga, lho). Ini dimaksudkan untuk menjaga bukan sekedar kuantitas statistik populasi namun kualitas autentik 'prestasi' bagi tetap "lebih?" lestarinya Dhamma yang masih memungkinkan terjadinya pencerahan bukan saja di setiap zaman namun juga seharusnya bisa juga di setiap alam kehidupan 31 nanti jika juga dibabarkan/teringatkan untuk dilaksanakan dalam keselerasan sesuai dengan keterbatasan dan pembatasan yang ada (just joke, termasuk alam apaya petta /asura/niraya/tirachana nanti ....  kami tunggu lho). 


1. samana :  terlampauinya social catur asrama Hinduisme (brahmacari - grahasta - vanaphrasta & sannyasa bhikkhu).
Brahmacari perlu dilakukan memadai sedini mungkin (pemahaman pariyatti komprehensif , kecakapan patipatti yang terarah ke pativedha disamping kecerdasan taktis pengetahuan & ketrampilan kehidupan/penghidupan dan juga kebijaksanaan mensikapi/menjalani kompleksitas interaksi dalam kebersamaan/ kesemestaan yang senantiasa seimbang/berimbang dalam keselarasan/keterarahan dengan Saddhamma). Well, sebagian besar manusia bukan hanya memboroskan waktu & energi namun sering justru merusak amanah/peluang pemberdayaannya dalam keterpedayaan dirinya bahkan pemerdayaan lainnya. Sebagaimana dimensi samsarik lainnya (apaya, surga bahkan alam Brahma sekalipun) , dunia manusia ini hanyalah terminal transit bagi evolusi spiritualitas diri berikutnya.
Perlu grhasta dalam jumlah yang seharusnya jauh lebih besar bukan hanya untuk mandiri dan sukarela menyangga/ menjamin kehidupan eksistensial diri, keluarga dan para bhikkhu namun juga demi pengembangan spiritualitas sendiri & bersama dan pelestarian Dhamma.
Menjadi samana (pertapa) ? aktualisasi atas kesadaran, dengan kecakapan dan dalam kewajaran  (paska kesungguhan realisasi/aspirasi anagami arahata /ingat : celaan konstruktif  rekan bhikkhu atas 'jaminan 'selera rendah'  surgawi  Nanda Thera / > jaminan kemapanan / pensiun dini ? atau backing donasi kapiya / > kebutuhan umat /kontribusi profesi ?/ > keinginan sendiri (obsesi internal atau ambisi eksternal ?/ > keadaan fase/ usia  / untuk cittakhana husnul khotimah  pra maut / ?) . 

2. selibat  : terlampauinya arketipe seksual anima/animus kosmik (replika suddhavasa ? anagami ) 
Adalah Brahma Sahampati yang tanggap karena pencapaiannya sebagai anagami akan level kemurnian dimana bukan hanya delusi gender samsarik namun juga tidak terlekatinya lagi 5 samyojana 10 permainan samsarik sehingga beliau memohon pembabaran Dhamma dari Samma Sambuddha Gautama, bhikkhu aritha. Itulah sebabnya selibat menjadi satu sendi pokok vinaya monastik bagi para penempuh untuk mampu melampuinya ... tidak lagi tertarik bukan sekedar tidak ingin tertarik birahi. Bukan hanya lobha kamaraga keterlekatan indrawi kamavacara namun juga dosa byapada membenci apapun/ siapapun juga paska realisasi terjaganya diri atas sakkaya-ditthi (delusi akan keakuan), vicikicha (keraguan atas Saddhamma Buddhism karena bukti pencapaian tidak sekedar kepercayaan semata), silabataparamasa (kesadaran kosmik akan kepercumaan kemasan ritual dalam transaksi personal untuk pembebasan > pemantasan? ) yang jelas terbuktikan realisasi magga-phala sotapana dan tegas ditingkatkan sakadagami ... Tinggal 5 samyojana lagi bagi anagami mencapai arahata untuk dilampaui (moha : ruparaga, aruparaga, manna, uddhacca dan avijja) dengan pancamjjhana kusala  & 5 indriya (saddha, viriya, sati, samadhi & panna) dipandang cukup untuk mengatasinya ?
Suddhavasa adalah alam antara paling aman/ pasti? untuk realisasi Nibbana bahkan jika dibandingkan alam dimensi samsarik lainnya (manussa >, surga,> apaya bahkan rupa brahma > arupa brahma ?). Walau di alam manapun upaya Saddhamma tetap perlu dilakukan bukan hanya demi ketertiban dimensi tersebut namun demi evolusi spiritual berikut. (tentu saja sesuai dengan keterbatasan & pembatasannya masing-masing ).    

3. pindapata :  terlampauinya defieiensi ekonomi mandiri & santuti ( dakhina bagi visuddhi arahata  nirodha samapatti ? )
Ada korelasi kosmik yang berkaitan dengan kualitas persembahan dalam desain kaidah kosmik ini .... perlakuan baik/ buruk tidak sekedar berkaitan dengan tindakan semata namun juga kualitas spiritual pemberi dan penerima. Walau tiada maksud memperbandingkan, kebaikan kepada yang suci/baik akan membawa manfaat anugerah besar demikian juga keburukan kepadaNya akan mengakibatkan mudarat musibah berat dibandingkan kepada yang biasa, buruk dst. Level aktual bukan sekedar label formal
semoga para Bhante dengan metta karuna melayakkan kesucian/kebaikan diri sebagai ladang subur penerima kebajikan demi umat dan para umat memberikan dana / menyangga dengan sukacitta tidak sekedar demi pamrih duniawi, pahala surgawi ataupun bahkan demi parami pengkondisi namun dengan kewajaran meng-esa & kesadaran anatta ( Taoism weiwuwei = action without actor / acting ?.... just process )

Konsideran di atas semoga tidak di salah-artikan sebagai upaya tersirat "Mara?" (mengumpat/ menghujat 'setan' eksternal typical agama ketimbang cara Saddhamma untuk memandang internal ke dalam lebih dulu ? ... masalah kita adalah asava internal bukan dunia eksternal, lho) untuk menghambat perkembangan Buddha Sasana apalagi  mempercepat kemusnahan Buddhisme Gotama (Sunnakalpa ?). No, Buddhisme sesungguhnya warisan spiritualitas tertinggi yang "(seharusnya tidak hanya?)" bisa dicapai oleh umat manusia di dunia ini untuk mampu terjaga dari mimpi samsara (bahasa duniawinya : kebanggaan/ keunggulan manusia di seluruh alam samsara .... di bawah alam antara sudhavasa anagami, tentu saja). Tampaknya prediksi inferential Buddha tentang Sunnakalpa tidaklah bersifat 'fixed' kuantitatif matematis (5000 tahun untuk masa Buddha sasana Gotama ?) namun lebih bersifat kualitatif ( kefahaman, kesadaran, kecakapan, kewajaran, kelayakan dalam merealisasi ajaran yang tersurat & tersirat ... "daun" simsapa Tipitaka Komplet  & "akar" acinteya bunga Udumbara Saddhamma) ... tanpa menafikan faktor internal (stock kualitas manusia 4 yang tersisa 2 : neyya padaparama , keberadaan Buddha sebagai factor Guru pemandu akurat, etc ) serta  faktor eksternal lainnya ( kemerosotan minat spiritualitas sejati Saddhamma, kecenderungan siklus kejatuhan ajaran : Saddhamma > mistik > lokiya > pseudo > addhamma ,dst).    

Menganalisis sakral kritik  : 
Ini masalah sulit karena berkaitan dengan sakralisasi tradisi ajaran ..... walau penting menentukan namun risih atau riskan diutarakan.

1. irreversible magga phala asekha ? 
See : tabel mandala transendental  (eksistensial nibbana < universal < transendental ) 
Celah keterjagaan adalah celah keterlelapan juga jika arahnya berlainan ( tanazul - taraqqi) : sebagaimana gunung keterjagaan yang didaki demikianlah juga jurang keterlelapan bisa menjatuhkan. Keterjagaan Nirvanik nantinya akan terrealisasi jika kemelekatan akan keterlelapan samsarik terlepaskan (via taraqqi proses kelayakan peniscayaan) sebagaimana keterlelapan samsarik dahulunya terjadi  (tanazul azaliah : avijja - mana - tanha dst). misalnya panna menjadi avijja,  anatta menjadi mana , metta karuna menjadi tanha sneha , etc.  Keabadian terus berlangsung hingga saat ini sejak keazalian yang tidak diketahui lagi bukan hanya awalnya namun juga akhirnya  menunjukkan bahwa desain ini bukan hanya dinamis (tdk statis / permanen) namun juga tertata suci transenden (eksistensial < universal < transendental) tidak hanya liar immanen .
tentang : Mistake of Mystics = Spiritual Materialism ? /see : Chogyam Trungpa - posting blog lalu/
Konsistensi  keberlanjutan Keterjagaan bukan sekedar telah pernah "merealisasi" Pembebasan  (kebebasan perayaan untuk terlelap lagi bahkan kesewenangan samsarik?   ) .......   Levelling forever not jut labelling. 
Lagipula banyak mistisi yang terjebak mengidentifikasikan lereng pencapaiannya sebagai 'puncak' pencerahan untuk dilegitimasikan  (pengakuan publik ) walau bisa jadi bukanlah Magga Phala namun 'hanya' pencapaian Jhana lokiya bahkan ternyata hanya  bhavanga atau bahkan halusinasi reflektif keinginan diri semata ?.
Well, tetaplah merendah walau dalam ketinggian dan jangan meninggikan jika masih rendah .... Anatta bukan atta, tetap wajar meng-esa bukan heboh meng-aku. (Itu urusan impersonal pribadi diri dengan Realitas kosmik .... atau konsultasikan dengan guru spiritualnya sendiri jika punya).  Diluaran perlunya kita baik dan tidak mengacau .... masalah sudah berlevel suci atau apapun itu tak perlu diekspose ke publik  ... orang lain tidak butuh bahkan bisa jadi malah justru risih/ kesal karena kekonyolan  ego atau kekurang-pantasan etika sosial bertenggang-rasa tsb ? (atau ingat ... tanggap akan paradoks intuitif : menyatakan rendah hati sesungguhnya  justru menunjukkan ketinggian hati yang tersirat demikian juga dengan pengakuan 'kemuliaan'  diri lainnya )
Dikarenakan begitu dalam/halusnya Saddhamma, Buddha Gautama sesungguhnya tampak lebih memilih untuk hanya menjadi paccekka walau tahu Dhamma yang ditembusnya bukan hanya tidak tercela namun bahkan sangat berguna. Namun karena saran ?/ permohonan ( x perintah) semesta yang diwakili Brahma Sahampati maka Beliau mengamati/  menyadari kemungkinan tercerahkannya juga lainnya sehingga kemudian bersedia membabarkanNya demi pencerahan dan kesejahteraan semua makhluk sebagai realisasi adhitthana Bodhisatta semula  . Well, tiada niatan menegakan ego pengakuan apalagi mengibarkan bendera kepentingan bagi dirinya sendiri & pengikutn/pendukungnya.   Hanya demi  aktualisasi welas asih Sammasambuddha tanpa defisiensi pengakuan / kepentingan apapun ( Apa artinya/gunanya kesemuan & keliaran samsarik yang memperdayakan dilakukan demi kejatuhan dibandingkan keberdayaan pencerahan & kebebasan nirvanik  yang telah dicapai untuk dijaga ?) 
Ah ... ini aja cara awam truth seeker padaparama luar sasana untuk mempermudah wawasan pemahaman/tataran kesadaran True Seeker Neyya Buddha Savaka : Dialog empati dengan Buddha Rupang. .       .............................................................

2. pemujaan keIlahian Buddha ? ( See : Internal critics Bhante Punnaji & Bhante Pannavarro di atas )
posting lalu :   Ariya Buddha sebagai personal god ?  
Hakekat KeIlahian: Level KeIlahian ?(advaita  transenden dvaita  immanen: Buddha ?- Brahma – Dewata – Asura -Atta ?) 
Moksha mysticism sant mat  Dimensi Ilahiah : Alakh Niranjan- Brahm - Par Brahm - sohang- sat purush (Anenja Brahma ?)
Buddhism : Brahmajala sutta , kasus Brahma Baka , etc. 
Buddha terjaga akan keakuan samsarik bahkan jikapun beliau lebih berhak menjadi cakkavati atas seluruh samsara ini (bukan hanya dunia karena bukan hanya jhana 1 & 2 bahkan jhana 8 atau 9 ? sudah beliau realisasi juga, Brahma Baka)  daripada lainnya (kualifikasi Brahma sd imaginasi atta).So, kami  berani bertaruh (ketahuan mantan penjudi juga, ya?) Dia tidak akan terjebak untuk tersekap dalam permainan samsarik lagi .....Beliau bukan hanya telah mantap mencapai nibbana keterjagaan transendensi eksistensialNya namun juga kebijaksanaan menyadari dimensi transendensi Dhamma Universal  & kesaksian dimensi transendensi transendental ajatan abhutan dalam transendensiNya) ... anatta bebas dari keakuan internal  apalagi dari  pengakuan eksternal.
Magga phala tidak irreversible karena bagaimana mungkin ada keterlelapan samsara jika puncak awalnya adalah keterjagaan Nibbana ( yang kemudian  telah dicapai dalam keterjagaan kembali ?) 
Bahkan okelah ... jikapun kemudian beliau jatuh juga (karena misidentifikasi, "pseudo" aktualisasi" etc ? ), jangan lakukan kebodohan ketidak-pantasan  dengan pembodohan mengharapkan/ mengusahakan kejatuhan yang terjaga untuk kembali tertidur nyenyak bermimpi indah & megah agar bisa di-eksploitasi ?! = pembodohan karena kebodohan eksternal atau kebodohan karena pembodohan internal ? ..... untuk semakin menjatuhkan /saling menyesatkan  terhadap saddhamma ? ) ... tegakah/sukakah  menjadikan Sang Ariya menjadi (maaf ... dalam kesetaraan mandala Ke-Esa-an sesungguhnya tidak layak ada perbandingan / peninggian yang satu & perendahan lainnya ) berlevel asura, dewata atau bahkan Brahma sekalipun ? (Walau sesungguhnya kebalikannya yang lebih mungkin terjadi karena bukan Buddha yang terjatuh namun .... maaf ... justru savakaNya. )  
Tuhan bukanlah bemper kebodohan/kemanjaan diri, media katarsis psikologis /transaksi pencitraan dan kloset pembenaran pemfasikan/ kezaliman kepada lainnya 
Perlu kebijaksanaan universal, keperwiraan eksistensial, dan  keberdayaan transendental dalam spiritualitas.
Demi saddha kebhaktian untuk aktualisasi paedagogis kerendahan-hati universal / harmonisasi andragogis kepantasan eksistensial diri  ..okelah ..Jadikan Buddharupang sebagai media perenungan kualitas keluhuran Buddha untuk diteladani & direalisasi (bukan sebagai mezbah berhala identifikasi kemuliaan  pencitraan eksternal belaka apalagi demi eksploitasi harapan pembenaran kepentingan saja ). 

3. pacceka di sunnakalpa ?
Dhammaniyama sutta  : ada atau tidak ada Buddha , Dhamma tetap ada 
Thus, Pencerahan tetap memungkinkan bagi siapa saja & kapan saja.(plus dimana juga?) ... maaf .... sesungguhnya bukan hanya "monopoli istimewa" Samma Sambudha dan para Ariya SavakaNya saja (plus Buddhist & Buddhism ?)  walau tentu saja untuk merealisasikannya tetap dengan penempuhan / penembusan / Pencapaian ke-Ariya-an dengan  keselarasan , keterarahan dan keniscayaan pemurnian kesejatian atas Saddhamma yang sama bagi semua ( KM4 , JMB 8 , etc ?).  
Tampak provokatif seakan pelaziman kezaliman : claiming wilayah personal (ala buzzer kadrun) ? Don't be childish of being Buddhist. (jangan konyol kekanakan untuk naif apalagi liar sebagai Buddhist)  Lihat senyum agung kearifan & welas asih Buddharupang ... Walau memang memuliakan yang memang mulia adalah kepantasan yang perlu untuk sadar dan tulus dilakukan (demi kebaikan si pelaku sendiri sebetulnya), namun Transendensi sejati (eksistensial, universal, transendental) seharusnyalah tetap mantap berimbang bebas dari keakuan internal apalagi demi pengakuan eksternal . Tanpa niatan memperbandingkan demi tetap menjaga kebaikan sendiri/ bersama agar tetap mennghargai kesetaraan dalam keberagaman, sesungguhnyalah kemurnian tetaplah kemurnian walau dicela - demikian pula ... maaf ...kepalsuan tetap kepalsuan walau dipuja. Kenyataan diutamakan bukan pernyataan. Aktualisasi tindakan tidak sekedar 'pemilikan'? pandangan. Realisasi autentik kelayakan tidak sekedar anggapan kemasan pelagakan . DLL. DST. DSB. Untuk kesekian kalinya .....  just for levelling (to reach) not only? labelling (to claim).  
See tentang Anatta : (kutipan komentar Vlog Bahiya, lagi)
Dari tilakhana, anatta adalah factor krusial pembeda yang membuat Ariya Dhamma ini bukan hanya melingkupi (bisa mencapai) namun juga mengungguli (bisa melampaui) lainnya (lokiya : asura dewata/ anenja brahma ?). Faktor Anicca dalam batas tertentu memang bisa difahami dan dilalui lokiya dhamma (norma duniawi – etika surgawi .. awas /ditthi + tanha/ dan sangat liarnya sensasi kemauan yang bisa menjerumuskan ke Lokantarika paska pralaya 2 ?) , factor dukkha pada level tertentu juga masih bisa disadari dan dicapai anenja dhamma ( unio mystica – pantheistics … awas /mana + avijja/ plus masih naifnya fantasi keakuan dimensi Abhassara untuk menyeret kembali dalam perangkap samsara paska pralaya 4 ? ) namun annata adalah factor penentu yang memungkinkan lokuttara dhamma ini mampu mengaktualisasi kemurnian penempuhan (> defisiensi kepamrihan & pencitraan) secara konsisten meniscayakan ‘peniscayaan/ keniscayaan’ dalam kelayakan realisasi pencerahan transeden (keterjagaan dari keterlelapan mimpi/ delusi samsara ini – keterbebasan ‘esensi murni’ ke-Buddha-an dari cangkang delusi ‘pancupadana khanda’ tanpa kebodohan identifikasi dan eksploitasi pembodohan dari keterpedayaan/ ketersesatan/ keterperangkapan intra-drama pengembaraan semu samsara ini kembali (singgah/pulang) ke ‘rumah sejati’ Nibbana.
Dalam mandala advaita kasunyatan abadi ini sebagaimana samma-panna nibbana yang perlu disadari dan ditembus daya sentrifugal kebijaksanaanNya demikian pula tanha-avijja samsara tampaknya juga perlu difahami dan dilampaui daya sentripetal kecenderungannya. So, sebagaimana harmoni musik peregangan senar kecapi walau viriya (saddha/samvega?) memang diperlukan untuk mensegerakan dan konsisten dalam penempuhan namun tampaknya perlu juga panna kebijaksanaan untuk menjaga keberimbangannya dalam kewajaran harmonisasi eksistensial maupun kesadaran transendensi spiritualnya. 

Singkat kata, Buddhism seharusnyalah tetap selaras dengan/sebagai Saddhamma yang berlaku dan berhasil ditembus Buddha hingga level Kebijaksanaan Eksistensial Transenden Nibbana ( < Kesemestaan Universal Transenden < Kesempurnaan Transendental Transenden ).  Ini pencapaian dimensi samsarik tertinggi 'pribadi' yang (jujur saja) mampu difahami/ diterima sampai sejauh ini dan memang tampak logis & sangat etis mengungguli lainnya.


We have something called as Sanathana Dharma. Sanathan means eternal, timeless. Dharma does not mean religion; Dharma means law. So they were talking about eternal laws which govern life and how we can be in tune with it. Right now, whether you’ve been to school or not, whether you’re a great scientist or not, still right now you’re complying by all the physical laws on this planet. Yes or no? Otherwise you couldn’t sit here and exist. So similarly there are other kinds of laws which are not physical in nature which govern the life process within you. So they identified these things and they said, ‘These are the laws which govern one’s life.’ But over a period of time, every enthusiastic person that came from generation to generation went on adding their own stuff according to the necessity of the day or according to the necessity of the vested interest of the day, in so many ways it’s happened, all kinds and people added many things. But essentially your sanathan dharma is just this. Sanathan Dharma identifies a human being cannot rest, do what you want, you… he cannot rest because he longs to be something more than what he is right now. You cannot stop it. You teach him any kind of philosophy, you cannot stop it. Whoever he is, he wants to be little more than who he is right now. If that little more happens, he will seek little more and little more.
Kami memiliki sesuatu yang disebut Sanathana Dharma. Sanathan berarti kekal, abadi. Dharma tidak berarti agama; Dharma artinya hukum. Jadi mereka berbicara tentang hukum kekal yang mengatur kehidupan dan bagaimana kita bisa selaras dengannya. Saat ini, apakah Anda pernah bersekolah atau tidak, apakah Anda seorang ilmuwan hebat atau bukan, saat ini Anda masih mematuhi semua hukum fisika di planet ini. Ya atau tidak? Jika tidak, Anda tidak bisa duduk di sini dan hidup. Begitu pula ada jenis hukum lain yang tidak bersifat fisik yang mengatur proses kehidupan di dalam diri Anda. Jadi mereka mengidentifikasi hal-hal ini dan mereka berkata, 'Ini adalah hukum yang mengatur kehidupan seseorang.' Tetapi dalam kurun waktu tertentu, setiap orang yang antusias yang datang dari generasi ke generasi terus menambahkan barang-barang mereka sendiri sesuai dengan kebutuhan hari atau sesuai dengan kebutuhan kepentingan hari ini, dalam banyak hal hal itu terjadi, segala macam dan orang menambahkan banyak hal. Tetapi pada dasarnya sanathana dharma Anda hanya ini. Sanathana Dharma mengidentifikasi bahwa manusia tidak dapat beristirahat, lakukan apa yang Anda inginkan, Anda ... dia tidak dapat beristirahat karena dia ingin menjadi sesuatu yang lebih dari dirinya sekarang. Anda tidak bisa menghentikannya. Anda mengajarinya filosofi apa pun, Anda tidak dapat menghentikannya. Siapapun dia, dia ingin menjadi lebih dari siapa dia sekarang. Jika itu sedikit lagi terjadi, dia akan mencari semakin lama semakin lebih .
So if you look at it, every human being unconsciously is longing to expand in a limitless way. So every human being unconsciously is looking for a boundless nature or a limitless possibility or in other words, every human being knowingly or unknowingly has an allergy for boundaries. When you threaten his existence, his instinct of self-preservation will bow… will build walls of you know, protection for himself. The same walls of protection, when there is no external threat, immediately he experiences it as walls of self-imprisonment. So they recognized this and said every human being is longing… limitless. So first thing that you must do, the moment a child becomes reasonably conscious, - the first thing that you must put into a child’s mind is, your life is about mukti, about liberation. Everything else is secondary because the only thing that you’re truly longing for is to expand in a limitless way. There is something within you which can’t stand boundaries. 
Jadi jika dilihat, setiap manusia secara tidak sadar ingin berkembang dalam suatu cara yang tidak terbatas. Jadi setiap manusia secara tidak sadar mencari sifat alami yang tidak terbatas atau kemungkinan yang tidak terbatas atau dengan kata lain, setiap manusia secara sadar atau tidak sadar memiliki alergi terhadap pembatasan. Ketika Anda mengancam keberadaannya, instingnya untuk mempertahankan diri akan tunduk ... akan membangun tembok sebagaimana anda ketahui (untuk) melindungi dirinya sendiri. Dinding perlindungan yang sama, ketika tidak ada ancaman eksternal, dia segera mengalaminya/mensikapinya  sebagai tembok pemenjaraan diri. Jadi mereka mengenali ini dan berkata bahwa setiap manusia merindukan… ketidak-terbatasan. Jadi, hal pertama yang harus Anda lakukan, pada saat seorang anak secara nalar menjadi sadar  - hal pertama yang harus Anda masukkan ke dalam pikiran seorang anak tersebut adalah, Kehidupan Anda adalah tentang mukti, tentang pembebasan. Segala sesuatu yang lain bersifat sekunder karena satu-satunya hal yang Anda benar-benar rindukan adalah berkembang dengan cara yang tiada batas. Ada sesuatu di dalam diri Anda yang tidak tahan akan keterbatasan.
So for this what are things you should do to head in that direction; they set up simple rules. If you do this, this and this, you will naturally move in this direction. You can’t call this a religion, okay? Because this is a place where you’ve been given the freedom - you can make up your own god (?!). 
Jadi untuk ini hal-hal apa yang harus Anda lakukan adalah untuk menuju ke arah itu; mereka membuat aturan sederhana. Jika Anda melakukan ini, ini dan ini, Anda secara alami akan bergerak ke arah ini. Anda tidak bisa menyebut ini agama, oke? Karena ini adalah tempat di mana Anda telah diberi kebebasan - Anda bisa menjadi tuhan Anda sendiri. (?!). 
Use : Googlre Translate (English - Indonesia) https://translate.google.com/
Then ?
Transkrip  Awaken Samadhi Trailer (Uniion Mystics )
AWAKEN SAMADHI TRAILER
(Original Source - Copy Right) https://www.youtube.com/watch?v=dqGdWoW-GT8
If you hold this feeling of “I” long enough and strongly enough the false “I”will vanish, leaving only the unbroken awareness of the real immanent “I” or consciousness itself ~ Sri Ramana Maharshi.
"Jika Anda memegang perasaan 'aku'  ini cukup lama dan cukup kuat, maka 'aku' yang semu akan lenyap, hanya menyisakan kesadaran tak terputus yang nyata, keberadaan imanen 'aku', atau kesadaran itu sendiri." ~ Sri Ramana Maharshi
Samadhi is an ancient Sanskrit word which means Union. It is the union of individual persona, the egoic self with something greater, something unfathomable to the mind. Samadhi is a surrendering, a humbling of Individual mind to the Universal mind. The purpose of Meditation, Yoga, Prayer, Chantings and all Spiritual practices is one and that is Samadhi. In the language of Christian mystics it is humbling oneself before God. Samadhi is realized through what Buddha called the middle way or what in Taoism is called the balance of ying and yang. In the yogic traditions it is called the marriage of Shiva and Shakti.
Samadhi adalah kata Sansekerta kuno yang berarti Persatuan. Ini adalah penyatuan persona individu, diri egois dengan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang tak terduga bagi pikiran. Samadhi adalah penyerahan, merendahkan pikiran Individu ke pikiran Universal. Tujuan dari Meditasi, Yoga, Doa, Nyanyian dan semua praktik Spiritual adalah satu dan itu adalah Samadhi. Dalam bahasa mistik Kristen, itu berarti merendahkan diri di hadapan Tuhan. Samadhi diwujudkan melalui apa yang disebut Buddha sebagai jalan tengah atau yang dalam Taoisme disebut keseimbangan ying dan yang. Dalam tradisi yoga, ini disebut perkawinan Siwa dan Shakti. 
When Samadhi is perfect, it is wisdom of the great ultimate reality. An understanding of the relationship between form and emptiness, relative and absolute, its a coming into one's true nature. Samadhi begins with a leap in to the unknown.
Ketika Samadhi sempurna, itu adalah kebijaksanaan dari realitas tertinggi yang agung. Pemahaman tentang hubungan antara bentuk dan kekosongan, relatif dan absolut, yang masuk ke dalam sifat sejati seseorang. Samadhi dimulai dengan lompatan ke hal yang tidak diketahui.
In order to realize Samadhi, one must turn consciousness away from all known objects, from all external phenomena, conditioned thoughts and sensations towards consciousness itself. Towards the inner source, the heart of  essence of one's being.
Untuk mewujudkan Samadhi, seseorang harus mengalihkan kesadaran dari semua objek yang diketahui, dari semua fenomena eksternal, pikiran dan sensasi terkondisi menuju kesadaran itu sendiri. Menuju sumber batin, inti dari keberadaan seseorang.
The source of all existence is not a thing or object that one can see like in these physical world we do. It is perfect emptiness or stillness itself. It is the emptiness which is the source of all things.
Sumber dari semua keberadaan bukanlah hal atau objek yang dapat dilihat seseorang seperti di dunia fisik yang kita lakukan ini. Itu adalah keheningan atau keheningan sempurna itu sendiri. Kekosongan itulah yang menjadi sumber segala sesuatu.
This union cannot be understood with the limited individual mind. It is only directly realized when the mind becomes still. There is no Self that awakens. There is just ‘you' that awakens. What you are awakening from is the illusion of the separate self from the dream of the limited ‘you'. The World that now you think you are living in is actually ‘you'. It is your higher self or the selfless self. Annata.... No Self.
Persatuan ini tidak dapat dipahami dengan pikiran individu yang terbatas. Itu hanya disadari secara langsung ketika pikiran menjadi tenang. Tidak ada Diri yang terbangun. Hanya ada 'kamu' yang terbangun. Dari mana Anda terbangun adalah ilusi dari diri yang terpisah dari impian 'Anda' yang terbatas. Dunia yang sekarang Anda pikir Anda tinggali sebenarnya adalah 'Anda'. Itu adalah diri Anda yang lebih tinggi atau diri yang tanpa diri/tidak mementingkan diri sendiri. Tanpa aku ... Tiada diri
Samadhi is so simple that when you are told that what is it and how to realize it, your mind will always miss it because the mind is what needs to be stopped before it is realized. It is not a ‘happening' at all. It is the surrendering of the individual mind to the higher mind or big mind..
Samadhi begitu sederhana sehingga ketika Anda diberitahu bahwa apa itu dan bagaimana merealisasikannya, pikiran Anda akan selalu merindukannya karena pikiran adalah apa yang perlu dihentikan sebelum disadari. Ini sama sekali bukan 'terjadi'. Ini adalah penyerahan pikiran individu ke pikiran yang lebih tinggi atau fikiran besar.
The most important teaching of Samadhi is perhaps found in this phrase:- “Be Still & get Know”.
Pengajaran paling singkat dari Samadhi mungkin dapat ditemukan dalam frase ini: "Diamlah dalam keheningan dan ketahuilah Hal tersebut."
Silence is the language of God. All else is poor translation. - Rumi
(Keheningan adalah bahasa Ilahi. Semua hal lainnya hanyalah 'terjemahan' belaka yang tidak memadai. – Rumi)
How can we use words and images to convey stillness? How can we convey silence by making noise? Rather than talking about Samadhi as an intellectual concept. this film is a radical call to INACTION. A call to stillness. A call to meditation and inner silence. A call to STOP.
Bagaimana kita dapat menggunakan kata atau gambar untuk menjangkau keheningan ? Bagaimana kita dapat menyampaikan keheningan dengan membuat kebisingan ? Film ini ditujukan sebagai suatu panggilan radikal untuk "tanpa-aksi". Suatu panggilan untuk menuju keheningan. suatu panggilan untuk meditasi dan keheningan di kedalaman. Suatu panggilan untuk Berhenti
Stop everything that is driven by the pathological egoic mind. Be still and know.
Hentikanlah segala sesuatu yang dibawa oleh fikiran diri yang sakit. Berdiamlah dan Ketahui
No one can tell you what will emerge from the stillness. It is a call to act from the spiritual heart.
Tidak ada yang bisa memberitahu Anda apa yang akan muncul dari keheningan. Ini adalah panggilan untuk bertindak dari jantung spiritual.
Samadhi is not some mystical 'altered' state of being. It is simply one's natural state of presence, of consciousness unmediated by thought, unmediated by an egoic identity.
Samadhi bukanlah sejumlah tahap perubahan keberadaan yang bersifat mistis. Ini hanyalah keberadaan alamiah kehadiran seseorang. yang kesadarannya tidak terpisahkan oleh fikiran, tidak terpisahkan oleh identitas suatu diri pribadi.
Most of humanity is in an altered state all the time... A state of egoic identification with form and thought. When one is in a state of natural presence and non-resistance, Prana flows more freely through the inner world. This pranic stream which is prior to the nervous system, prior to the senses and thinking,becomes a new interface with reality. Literally a new level of consciousness or new way of being in the world.
Sebagian besar umat manusia dalam keberadaan yang terpisahkan sepanjang waktu … Suatu keberadaan beridentifikasi diri dengan bentuk dan pikiran. Ketika seseorang dalam keadaan kehadiran alamiah dan tanpa tekanan, Prana mengalir lebih bebas melalui dunia batin. Aliran prana ini yang sebelumnya menuju ke sistem saraf. sebelumnya menuju indrawi dan fikiran, menjadi antarmuka baru dengan kenyataan, Secara harfiah suatu tingkat kesadaran yang baru atau cara baru keberadaan di dunia.
It is through the ancient teachings of Samadhi, the humanity will begin to understand the common source of all the religions and to come into alignment once again with the spiral of life …. Great Spirit, Dhamma, or the Tao.
Ini melalui pengajaran Samadhi kuno bahwa umat manusia akan mulai memahami sumber umum dari semua agama dan untuk datang ke dalam keselarasan sekali lagi dengan spiral kehidupan Roh Agung, Dhamma, atau Tao.
Samadhi is the 'gateless gate’ and ‘pathless path' and it is the identification with the self structure which separates our Inner and Outer worlds.
Samadhi adalah 'gerbang tanpa gerbang' dan 'jalan tanpa jalan' dan itu adalah identifikasi dengan struktur diri yang memisahkan dunia Batin dan Luar kita.

Video Chant : Gaiea Sanskrit _ Madalasa Upadesha
Lullaby Song of  Madalasa Upadesha from The Mārkaṇḍeya Purāṇa … 
Kidung Nina Bobo Ratu Madalasa kepada puteranya (Rshi Markandeya) 

Verse 1
śuddhosi buddhosi niraɱjano’si //saɱsāramāyā parivarjito’si// saɱsārasvapnaɱ tyaja mohanidrāɱ// maɱdālasollapamuvāca putram|
Madalasa says to her crying son:// “You are pure, Enlightened, and spotless. //Leave the illusion of the world // and wake up from this deep slumber of delusion”
Madalasa berkata kepada putranya yang menangis: //“Anda murni, Tercerahkan, dan tidak bernoda.// Tinggalkan ilusi dunia dan //bangun dari tidur nyenyak delusi ini "
Verse 2
śuddho’si re tāta na te’sti nāma // kṛtaɱ hi tatkalpanayādhunaiva|//paccātmakaɱ dehaɱ idaɱ na te’sti //naivāsya tvaɱ rodiṣi kasya heto||
“My Child, you are Ever Pure! You do not have a name. //A name is only an imaginary superimposition on you.//This body made of five elements is not you nor do you belong to it.//This being so, what can be a reason for your crying ?”
“Anakku, kamu Selalu Murni! Anda tidak punya nama.// Nama hanyalah lekatan khayal  yang dikenakan pada Anda. // Tubuh yang terbuat dari lima elemen ini bukanlah Anda dan bukan pula milik Anda. // Karena itu, apa yang menjadi alasan Anda menangis? "
Verse 3
na vai bhavān roditi vikṣvajanmā //śabdoyamāyādhya mahīśa sūnūm|//vikalpayamāno vividhairguṇaiste //guṇāśca bhautāḥ sakalendiyeṣu||
“The essence of the universe does not cry in reality. // All is a Maya of words, oh Prince! Please understand this. //The various qualities you seem to have are are just your imaginations, //They belong to the elements that make the senses (and have nothing to do with you).”
“Esensi alam semesta tidak menangis dalam Realitas kenyataan. // Semuanya adalah kata-kata Maya, oh Pangeran! Mohon mengerti ini. // Berbagai kualitas yang tampaknya Anda miliki hanyalah imajinasi Anda, // Mereka termasuk dalam elemen yang membuat indra (dan tidak ada hubungannya dengan Anda). ”
Verse 4
bhūtani bhūtaiḥ paridurbalāni // vṛddhiɱ samāyāti yatheha puɱsaḥ| // annāmbupānādibhireva tasmāt //na testi vṛddhir na ca testi hāniḥ||
“The Elements [that make this body] grow with accumulation of more elements, or//Reduce in size if some elements are taken away //This is what is seen in a body’s growing in size or becoming lean depending upon the consumption of food, water etc. //YOU do not have growth or decay.”
“Unsur-unsur [yang membuat tubuh ini] tumbuh dengan akumulasi lebih banyak unsur,//  atau Kurangi ukurannya jika beberapa elemen diambil  // Inilah yang terlihat pada tubuh yang membesar atau menjadi kurus bergantung pada konsumsi makanan, air, dll.//  KAMU tidak memiliki pertumbuhan atau kerusakan. "
Verse 5
tvam kamchuke shiryamane nijosmin // tasmin dehe mudhatam ma vrajethah| //shubhashubhauh karmabhirdehametat //mridadibhih kamchukaste pinaddhah||
“You are in the body which is like a jacket that gets worn out day by day. // Do not have the wrong notion that you are the body. //This body is like a jacket that you are tied to, // For the fructification of the good and bad Karmas.”
“Anda berada di dalam tubuh yang seperti jaket yang semakin hari semakin aus. // Jangan salah paham bahwa Anda adalah tubuh. // Tubuh ini seperti jaket yang diikat, // Untuk fruktifikasi dari karma baik dan buruk. "
Verse 6
tāteti kiɱcit tanayeti kiɱcit // aɱbeti kiɱciddhayiteti kiɱcit| // mameti kiɱcit na mameti kiɱcit //tvam bhūtasaɱghaɱ bahu ma nayethāḥ||
“Some may refer to you are Father and some others may refer to you a Son or //Some may refer to you as Mother and some one else may refer to you as Wife. // Some say “You are Mine” and some others say “You are Not Mine” // These are all references to this “Combination of Physical Elements”, Do not identify with them.”
“Beberapa mungkin menyebut Anda adalah Ayah dan beberapa lainnya mungkin merujuk Anda sebagai Putra atau // Beberapa orang mungkin menyebut Anda sebagai Ibu dan beberapa orang lain mungkin menyebut Anda sebagai Istri.//  Beberapa orang mengatakan "Kamu adalah milikku" dan beberapa lainnya mengatakan "Kamu bukan milikku"//  Ini semua adalah referensi ke "Kombinasi Elemen Fisik", Jangan identifikasi dengannya. "
Verse 7
sukhani duhkhopashamaya bhogan //sukhaya janati vimudhachetah| // tanyeva duhkhani punah sukhani //janati viddhanavimudhachetah||
“The ‘deluded’ look at objects of enjoyment,  // As giving happiness, by removing the unhappiness. // The ‘wise’ clearly see that the same object // Which gives happiness now will become a source of unhappiness.”
“Pandangan yang 'tertipu' pada objek kenikmatan, // Seperti memberi kebahagiaan, dengan menghilangkan ketidakbahagiaan. // Orang 'bijak' dengan jelas melihat objek yang sama // Yang memberi kebahagiaan sekarang akan menjadi sumber ketidakbahagiaan. "
Verse 8
yānaɱ cittau tatra gataśca deho // dehopi cānyaḥ puruṣo niviṣṭhaḥ| // mamatvamuroyā na yatha tathāsmin // deheti mātraɱ bata mūḍharauṣa|
“The vehicle that moves on the ground is different from the person in it //  Similarly this body is also different from the person who is inside! // The owner of the body is different from the body. // Ah how foolish it is to think I am the body!”
“Kendaraan yang bergerak di tanah berbeda dengan orang di dalamnya // Demikian pula tubuh ini juga berbeda dengan orang yang ada di dalam! // Pemilik tubuh berbeda dengan tubuh. // Ah betapa bodohnya menganggap aku adalah tubuh! "
just  image
Sanskrit : śuddhosi buddhosi niraɱjano’si //saɱsāramāyā parivarjito’si// saɱsārasvapnaɱ tyaja mohanidrāɱ// 
English : “You are pure, Enlightened, and spotless. //Leave the illusion of the world // and wake up from this deep slumber of delusion”//
Indonesian :“Anda murni, Tercerahkan, dan tidak bernoda.// Tinggalkan ilusi dunia dan //bangun dari tidur nyenyak delusi ini "
S (Sk) : Maɱdālasollapamuvāca putram|
E (Eng) : Madalasa says to her crying son://
I (Ina) : Madalasa berkata kepada putranya yang menangis:

Then ?
Sekilas sebagai seeker, kita memahami alur gnosis mystic di atas. Paska Bahasan Gnosis Anatta Saddhamma Buddhisme pada blog sebelumnya, berikut kita menggunakan referensi Sanatana Dhamma Mystics sebagai pijakan referensi awalnya. Secara filosofis & psikologis sebagai kebijaksanaan Orientasi Universal dengan tanpa menafikan akan aktualisasi/ harmonisasi eksistensial dalam keberadaan personal,(walau kami bisa saja tidak benar,(malah salah atau disalahkan ?)- namun kami tetap konsisten dengan kaidah theosofi panentheistik daripada kesadaran kaidah pandangan theologi monistik pantheisme tersebut ataupun kewajaran theodice akidah risalah monotheistik umumnya sebagai sikap yang tepat agar tetap senantiasa true, humble & responsible baik dalam pengetahuan maupun penempuhan sebagai jalan tengah yang menyeluruh untuk tidak jatuh dalam identifikasi (imaginasi?) ataupun eksploitasi (manipulasi?) yang bisa jadi akan menggoyahkan keseimbangan dan mengacaukan keberimbangan dalam keseluruhannya. 
(cukup tanggap atau perlu bahasan lanjut berikutnya? .... ada transenden Hyang Mutlak > //baca: yang lebih besar/Maha agung atau tidak sekedar/ hanya sebatas // laten deitas immanenNya).... Aktualisasi meng-Esa tanpa keakuan bukan defisiensi meng-aku dengan ke-Esaan (B-love > D-love, Maslow ?).

KRITIK RELIGI
 
Kritik agama ? Hehehe .... nggak berani, bro. Dikira penistaan agama, lho. Untuk Saddhamma Budhisme & Pantheisme Mystics saja masih sungkan & riskan. Namun kami harap anda cukup tanggap arah idea paradigma gnosis kosmik panentheisme ini yang walau tidak tegas tersurat namun jika tanggap tetap jelas tersirat.
Jangan salah sangka ... kami tidak pernah anti dhamma (bahkan juga pandangan addhamma sekalipun) . Agama diperlukan di tataran eksistensial untuk ketertiban kosmik duniawi (+ ukhrowi) . Mistik diperlukan untuk penempuhan universal (kaidah kasih sesama & pemurnian energi in motion batin mutlak diperlukan ... jumbuhing karep > manunggaling kawulo gusti ?) . Finally, Saddhama perlu diperhatikan demi transendensi spiritual (kaidah 'anatta' dari nama rupa khanda demi pencerahan kebijaksanaan esensi murni) .
Well, bukan hanya tanha (pengumbaran kemauan 'karep') tetapi mana (pembanggaan keakuan 'anggep) penyebab kita sering semu, naif & liar dalam membadut dalam permainan peran samsarik selama ini ... avidya /ketidak-tahuan atau ketidak mau tahuan atau ketidak-mampu tahuan ?./ 
kegeden anggep kakehan karep (jw) = terlalu besar keakuan , terlalu banyak kemauan

kutipan : 3b) (Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx). 

INPUT BLOG 1/G-DRIVE/Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx

Membicarakan soal kebenaran dan agama, saya teringat sebuah kisah jenaka yang dituturkan oleh Anthony de Mello SJ. Kisahnya begini:
Pada suatu hari setan berjalan-jalan dengan seorang temannya. Mereka melihat seseorang membungkuk dan memungut sesuatu dari jalan.
“Apa yang ditemukan orang itu?” tanya si teman.
“Sekeping kebenaran,” jawab setan.
“Itu tidak merisaukanmu?” tanya si teman.
“Tidak,” jawab setan.
“Aku akan membiarkan dia menjadikannya kepercayaan agama.”
Pada akhir pengisahannya, mendiang Anthony de Mello menambahkan: Kepercayaan agama merupakan suatu tanda, yang menunjukkan jalan kepada kebenaran. Orang yang berpegang kuat-kuat pada petunjuk jalan itu, tidak bisa berjalan terus menuju kebenaran. Sebab, ia mengira sudah memilikinya.
Nah...sekarang bagaimana dengan kita, dengan Anda dan saya? Apakah Anda sudah merasa memiliki kebenaran itu, sehingga tak boleh ada kebenaran lain —walaupun sebetulnya lebih tinggi, lebih halus dan lebih mendalam— ketimbang yang Anda klaim sebagai milik Anda itu? Saya rasa kita tak mau sedungu itu bukan? Tak mau hanya jadi kelinci percobaan dan bahan ejekan dari setan dan temannya itu bukan?
INPUT BLOG 1/G-DRIVE/Membicarakan soal Kebenaran dan Agama.docx
Waspadalah dalam  idea berpandangan, gaya berpribadi dan cara berprilaku … bisa jadi apa yang kita puja sesungguhnya adalah yang kita cela, yang kita jauhi justru  yang sedang kita tuju . Segalanya terniscayakan sesuai akumulasi level kelayakann  impersonalya bukan karena harapan label kepercayaan & keinginan personal belaka. Ini berlaku semua bukan hanya untuk loka dhamma, lokiya dhamma namun juga bagi lokuttara dhamma.  
(prinsip dhatu kesesuaian > saddha kepercayaan )

KUTIPAN  : See :  apa itu kebenaran  Bhante Pannavarro.
Lim, kalau kamu bertanya dan mencari kebenaran, kebenaran itu persis seperti panasnya lampu minyak yang barusan kamu rasakan. Ada namun tidak terlihat, terasa namun tak dapat digenggam, mengelilingimu dengan cahayanya namun tak dapat kamu miliki, semua orang merasakan hal yang sama, melihat pancaran lampu tersebut, namun saat ingin dimiliki atau disentuh dia tak tersentuh, namun dapat dilihat dan dirasakan, itulah kebenaran. 
Kebenaran itu universal Lim, milik penciptanya dan segenap dunia ini, namun saat kebenaran ingin dimiliki oleh satu orang saja atau satu kelompok saja, dia akan langsung menghilang tak berbekas, karena kebenaran itu untuk disadari, dijalani bukan untuk dimiliki oleh makhluk yang Annica ( Tidak kekal) ini, makhluk yang Lobha ( Serakah) ini, makhluk yang penuh Irsia ( Iri hati) ini, makhluk yang penuh dengan Moha ( Kebodohan) ini dan bukan pula punya makhluk yang penuh dengan Dosa (Kebencian) ini. Disaat sebuah kebenaran sudah di klaim oleh orang lain atau hanya milik sebagian kelompok saja, maka kebenaran tersebut akan berubah menjadi pembenaran, menurut dirinya sendiri, menurut maunya sendiri, menurut nafsunya sendiri. 
Jadi Lim anakku, berjalanlah diatas kebenaran, lakukanlah yang benar benar, namun jangan sekali kali muncul keinginan untuk memiliki kebenaran yang universal tersebut, karena kebenaran itu universal tidak dapat dimiliki oleh siapapun kecuali Sang Pencipta kebenaran itu sendiri. 
semoga dapat dipahami dan semoga semua makhluk berbahagia lepas dari penderitaan selamanya, Sadhu sadhu sadhu..

Memiliki peta sebenar apapun tidak serta merta kita sudah tiba di sana.

Kumārapañhā (1) -- Tanya-jawab di 1:28:25
https://www.youtube.com/watch?v=z1mMrR6Fwj8 Teguh Kiyatno 2 bulan yang lalu (diedit)
komentar vlog 
Anumodana , Bhante Santacitto dan DBS atas pembahasan mendalam lintas sutta plus kitab komentar tentang kumarapanha sutta cukup mengesankan dan sangat menegaskan kebulatan desain atas kandungan kompleks paradoks konsep terminologis ahara 4 (yang ternyata tidak sedangkal verse sutta seperti yang kami perkirakan sebelumnya). Kebijaksanaan transedental dalam faktisitas keterlibatan eksistensial tanpa perlu kemelekatan esensial khas Buddhisme kembali menunjukkan keunggulan klasnya yang walau tetap meliputi namun mampu melampaui delusi permainan konsep samsara ini. Buddha dan Buddhisme sungguh merupakan figure dan system yang sangat unik dan menarik. Buddha tanpa menafikan factor mistik parami dan level tihetuka pugala bawaannya secara genius mampu memanfaatkan keberadaan mediocre sugati-dugati alam dunia sebagai manusia dengan mampu men-triangulasi pengetahuan/pengalaman , merealisasi pencapaian/penembusan dan memformulasi kaidah paradigma yang bukan hanya terbuka (untuk realisasi pembuktiannya) namun juga terjaga ( dalam konsistensi kebenarannya ) jika telah difahami secara utuh dengan benar, bijak dan tepat. Besar harapan kami pada saat mendatang Alagaddupama sutta (sutta ular air) juga dibahas mengingat bukan hanya memahami idea pandangan benar namun juga cara mensikapi pandangan secara benar adalah kemutlakan yang perlu dijalani dalam selancar penempuhan lokuttara dhamma ini. Sehingga saddha (kebijaksanaan pandangan awal bagi realisasi pembuktian tidak sekedar sanna pembenaran indoktrinasi ‘blind faith’) yang dibangun sebagai pondasi pada JMB 8 dapat teraplikasi tumbuh berkembang berkelanjutan dalam Panna kesejatiannya (pra & paska pencerahan) serta terhindari kekonyolan eksternal militansi – fanatisme primordial, pembenaran eksploitasi identifikatif yang cenderung terjadi pada religi/mistik yang masih (sudah / memang?) berada di level lokiya dhamma.
ALAGADHUPAMMA SUTTA :
Well, Dhamma bukanlah ular berbisa simbol identifikasi/arogansi & sarana eksploitasi/ intimidasi bagi kebodohan internal diri sendiri & untuk pembodohan eksternal lainnya. (Waspadalah bukan hanya kemungkinan brain-washed dari logical / ethical fallacy sebagai pseudo /lokiya dhamma dalam pengetahuan/ penempuhan namun mungkin juga miccha ditti 62 brahmajala sutta dalam labirin penembusan/ pencapaian )
Fahami yang tersirat tidak hanya yang tersurat..

Fanatisme vs Saddha
Wedyanto Hanggoro
Ini adalah salah satu topik yang dalam aplikasinya masih sangat rancu. Kerancuan itu dapat terjadi karena batas diantara keduanya sangat tipis, namun bila yang satu menuju ke sebuah kebaikan maka yang lainnya akan memberikan sebuah kerugian besar. Tulisan ini didasarkan pada sabda-sabda Sang Buddha sebagaimana tercantum di dalam kitab suci Tripitaka namun dengan bahasa yang sederhana sesuai kapasitas pemahaman pribadi saya.
Keyakinan yang dinamakan Saddha, adalah iman atau kepercayaan yang berdasarkan kebijaksanaan. Keyakinan dalam ajaran Sang Buddha bukan berdasarkan atas rasa percaya semata atau bahkan rasa takut, tapi keyakinan yang didasarkan atas aebuah penyelidikan (ehipassiko). Kegembiraan tidak akan pernah dirasakan oleh mereka yang hanya memiliki keyakinan yang didasari atas rasa takut atau karena kepercayaan yang membuta. Karena sesungguhnya kegembiraan itu hanya dapat dirasakan oleh mereka yang memiliki pengertian benar dan kebijaksanaan. Seperti yang diungkapkan oleh Sang Buddha bahwa seseorang yang bermoral dan berwatak baik akan belajar bahwa demikianlah seharusnya cara hidup seorang siswa yang mematahkan kecenderungan buruk, mencapai kesempurnaan lewat jalan kebijaksanaan dan pemusatan pikiran bersih dari dorongan yang keliru . Setelah ia sendiri memahami dan menyadari akan tujuan yang lebih luhur dari hidup ini, lalu berpikir untuk melaksanakannya sendiri (Puggala-Pannatti, III, 1). Sariputra (salah seorang siswa utama Sang Buddha) juga mengungkapkan bahwa keyakinan yang baik itu harus diuji dengan mengendalikan indra. Dengan keyakinan ini, semangat, kesadaran, konsentrasi, dan kebijaksanaan berkembang terus menerus. “Sebelumnya aku hanya mendengar hal-hal ini, sekarang aku hidup dengan mengalaminya sendiri. Kini dengan pengetahuan yang dalam aku menembusnya dan membuktikan secara jelas” (Samyutta Nikaya . V, 226).
Setelah melihat uraian di atas, kita sudah mengetahui bahwa Saddha adalah sebuah keyakinan yang didasarkan atas sebuah penyelidikan dengan pengertian yang benar serta penuh kebijaksanaan. Iman semacam itu dikategorikan sebagai iman yang rasional (akaravati-saddha). Sebuah iman yang dewasa tentu saja akan berbeda dengan iman yang kekanak-kanakan atau membuta. Iman yang kekanak-kanakan atau membuta inilah yang dikenal sebagai Fanatisme. Sang Buddha juga pernah menyampaikan bahwa seseorang yang kuat dalam keyakinan tetapi lemah dalam kebijaksanaan akan memiliki keyakinan yang fanatik dan tanpa dasar. Sedangkan seseorang yang kuat dalam kebijaksanaan tetapi lemah dalam keyakinan akan mengetahui bahwa ia bersalah jika berbuat kejahatan, tetapi sulit untuk menyembuhkannya bagaikan seseorang yang penyakitnya disebabkan oleh si obat sendiri. Bila keduanya seimbang, seseorang akan memiliki keyakinan hanya bila ada dasarnya (Visuddhimagga. 129).
Dalam Brahmajala-sutta tercatat bagaimana Sang Buddha mengajarkan siswanya agar bersikap kritis terhadap penganutan agama Buddha sendiri: “Para Bhikkhu, jika ada orang berbicara menentang aku, atau menentang Dharma atau menentang Sangha, janganlah karena hal itu engkau menjadi marah, benci, atau menaruh dendam. Jika engkau merasa tersinggung dan sakit hati, hal itu akan menghalangi perjalanananmu sendiri mencapai kemenangan. Jika engkau merasa jengkel dan marah ketika orang lain mengucapkan kata-kata yang menentang kita, bagaimana engkau dapat menilai sejauh mana ucapannya itu benar atau salah?… Jika ada orang yang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Aku, atau Dharma atau Sangha, engkau harus menjelaskan apa yang keliru dan menunjukkan kesalahannya dengan menyatakan berdasarkan hal ini atau itu, tidak benar, itu bukan begitu, hal demikian tidak diketemukan di antara kami dan bukan pada kami. Sebaliknya pula, Bhikkhu, jika orang lain memuji Aku, memuji Dharma, memuji Sangha, janganlah karena hal tersebut engkau merasa senang atau bangga atau tinggi hati. Jika engkau bersikap demikian maka hal itu itu pun akan menghalangi perjalanananmu sendiri mencapai kemenangan. Jika orang lain memuji Aku, atau Dharma atau Sangha, maka engkau harus membuktikan kebenaran dari apa yang diucapkan dengan menyatakan berdasar hal ini atau itu, ini benar, itu memang begitu, hal demikian terdapat di antara kami, ada pada kami” (Digha-Nikaya. I, 3).
Setelah membaca semua sabda-sabda Sang Buddha di atas, apa yang sekarang muncul di dalam benak anda sekalian? Bagi saya pribadi, ajaran Sang Buddha lebih menitik-beratkan pada pengembangan religiusitas mental dan batin kita ketimbang sebuah keberAGAMAan. Sebagaimana dikatakan oleh Bodhidharma, bahwa Buddha tak dapat ditemukan dalam kitab suci. Ia mengajarkan untuk melihat ke dalam hati kita sendiri dengan kesadaran dan kesucian yang sempurna, karena di situlah kita akan bertemu dengan Buddha. Mungkin banyak diantara anda yang sering melihat orang-orang di sekeliling anda yang kuat menganut agamanya secara lahiriah, tapi tidak seiring dengan perkembangan religiusitas mental dan batinnya. Orang bisa saja sangat taat beribadah, namun di dalam rumahnya ia menyiksa istrinya dan di luar rumahnya ia seorang lintah darat. Boleh jadi orang gigih menganut agama dengan motivasi tertentu seperti dagang, karier atau tuntutan calon mertua. Orang yang militan dalam kegiatan organisasi agama, namun mengobarkan kebencian dan permusuhan, tidak peduli dengan kesulitan orang lain, tidak jujur, tidak adil, tentunya tidak religius. Sebaliknya ada orang yang tidak begitu cermat menaati aturan agama (bukan mengenai nilai moral yang universal) atau bahkan ia juga tidak mengenal agama sama sekali, namun ia cinta pada kebenaran, lurus, tidak munafik, tidak egois, tidak serakah dan suka menolong, maka ia bisa disebut religius.
Jadi sekarang pilihan berada di tangan anda. Karena sesungguhnya Sang Buddha sudah membabarkan secara lengkap dan sempurna mengenai perbedaan antara Saddha & Fanatisme. Artikel ini sendiri bersumber dari tulisan Bapak Khrisnanda Wijaya-Mukti dalam bukunya yang sangat indah dan berjudul “Wacana Buddha-Dharma”. Buku tersebut dan juga nasehat mama saya, telah sangat banyak membantu saya keluar dari kesalahan pandangan saya sebagai seorang siswa Sang Buddha. Saya sendiri mengenal Buddha-Dharma pada tahun 1997 (kemudian menerima Tisarana & Pancasila pada tahun yang sama). Namun bukan kedamaian yang saya temukan akan tetapi “debat kusir” yang tak perlu serta berkepanjangan dengan famili dan para sahabat yang kebetulan non-Buddhis. Puncaknya adalah tahun 2003, saat saya mendapat kesempatan menjadi seorang Dharmaduta, karena pada saat itu saya justru lebih banyak melakukan ADharma (dengan cara melakukan musavada tentang keyakinan-keyakinan selain Buddhis kepada para umat). Nasihat mama saya pun hanya masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Tahun 2004 saya mendapatkan buku yang sangat berharga itu, yang juga kemudian menyadarkan saya akan kebenaran nasehat mama saya selama ini. Seperti Angulimala, saya akhirnya membuang “pedang” saya dan menggantinya dengan sebuah teratai kebenaran. Keindahan lain yang saya rasakan adalah saat saya bisa mengenalkan Buddha-Dharma kepada rekan-rekan non-Buddhis, karena kini saya datang kepada mereka dengan kedamaian
Teman-teman sekalian, jadikan Buddha-Dharma sebagai pembebasmu dan bukan sebagai belenggumu, karena sesungguhnya Sang Buddha pun juga sudah menguraikan bahwasanya kebanggaan (beragama Buddha) juga adalah salah satu penghalang kita dalam mencapai kemenangan (Nibbana). Selamat berbuat kebajikan dan semoga semua mahkluk selalu hidup berbahagia, Saddhu.
(sumber: Buku Wacana Buddha-Dharma karya Bapak Krishnanda Wijaya-Mukti)
Orientasi etika kosmik universal Swadika Paccekka untuk semuanya

see : 
Dalam sebuah wawancara dengan seorang tokoh renovator teologi pembebasan Amerika Latin asal Basil, Leonardo Boff, tokoh spiritual Budha dan pemenang nobel perdamaian serta penulis banyak buku, Dalai Lama, ditanya tentang "agama apa yg terbaik di dunia ini?"
Pertanyaan itu disampaikan Leonardo dalam sesi reses pada sebuah diskusi tentang agama dan kebebasan. Dan dengan sadar, pertanyaan agak nakal disampaikan Leonardo. "Saya kira dia akan menjawab, tentu saja Budha dari Tibet atau agama-agama timur yang usianya lebih tua dari Kristianitas," pikir Leonardo.
Mendengar pertanyaan itu, Dalai Lama berhenti sejenak sambil tersenyum, menatap langsung ke mata Boff dan secara mengejutkan menjawab pertanyaan-pertanyaan sambil tersenyum, "Agama terbaik adalah yang lebih mendekatkan Anda pada Cinta (TUHAN), yaitu agama yang membuat Anda menjadi orang yang lebih baik."
Leonardo Boff, tokoh Teologi Pembebasan asal Brasil Sambil menutupi rasa malu, Boff yang merasa bahwa pertanyaan itu cukup nakal bertanya lagi, "Apakah tanda agama yang membuat kita menjadi lebih baik?"
"Agama apa pun yang bisa membuat Anda Lebih welas asih, lebih berpikiran sehat, lebih objektif dan adil, lebih menyayangi, lebih manusiawi, lebih punya rasa tanggungjawab, lebih beretika, agama yang punya kualitas seperti yang saya sebut adalah agama terbaik," ujar Dalai Lama.
Leonardo Boff terdiam sejenak dan terkagum-kagum atas jawaban Dalai Lama yang bijaksana dan tidak dapat dibantah.
Selanjutnya, Dalai Lama berkata, "Kawan, tak penting bagi saya apa agamamu, tak peduli Anda beragama atau tidak.Yang betul-betul penting bagi saya adalah perilaku Anda di depan kawan-kawan Anda, di depan keluarga, lingkungan kerja, dan dunia."
Dalai Lama melanjutkan, "Ingat, alam semesta akan menggaungkan apa yang sudah kita lakukan dan pikirkan. Hukum aksi dan reaksi tidak eksklusif hanya untuk ilmu fisika, melainkan juga untuk hubungan antarmanusia. Jika saya berbuat baik, akan menerima kebaikan. Jika saya jahat, maka saya pun akan mendapatkan keburukan yang sama."
Menurut Dalai Lama, apa yang sudah disampaikan kakek moyang kita adalah kebenaran murni. "Anda akan mendapatkan apa saja yang Anda inginkan untuk orang lain. Dan menjadi bahagia bukanlah persoalan takdir, melainkan pilihan," tegas Dalai Lama.
Akhirnya, Dalai Lama berkata,
Jagalah pikiranmu, karena akan menjadi perkataanmu
Jagalah perkataanmu, karena akan menjadi perbuatanmu
Jagalah perbuatanmu, karena akan menjadi kebiasaanmu
Jagalah kebiasaanmu, karena akan membentuk karaktermu
Jagalah karaktermu, karena akan membentuk nasib/kammamu
Jadi nasib/kammamu berawal dari pikiranmu...
dan tidak ada agama yang lebih tinggi daripada kebenaran,"ujar sang guru.
evolusi pribadi &    harmoni dimensi 

Kutipan lengkap komentar vasala  :  DATA 01022021/PRIOR/KOMENTAR VLOG TQ SD 13012020 LAGI.pdf  p.12 
semua sama peran sebagai manusia (karma = taqwa) 
Khotbah tentang Paria (1) -- Tanya-jawab di 01:01:10
Anumodana Bhante Ashin Kheminda & Happy Anniversary DBS. Terima kasih sangat mengapresiasi & bermudita kembali atas aktualisasi kusala parami dhammadesana via media youtube ini. Banyak referensi dan refleksi atas kajian hingga saat ini. Semoga jika tidak memampukan kesegeraan realisasi (plan A) masih memungkinkan peningkatan kualifikasi (plan B) setidaknya pemantapan orientasi (plan C) bagi para penempuh Saddhamma ini untuk waktu selanjutnya.
"1:00:01" kalimat penutup ini sangat mengesankan dan cukup melegakan saya. Semula saya memperkirakan pembabaran Dhamma dengan gaya agama walau akan memperkuat kemantapan eksistensialnya namun cenderung akan memperlemah keterarahan transendentalnya. Papanca kecenderungan defisiensi pembenaran kepentingan via identifikasi untuk eksploitasi lokadhamma bisa menyimpangkan kemurnian pergerakannya. Tetap realistis tidak opurtunis (karena walau samsara ini delusif namun tidak terlalu chaotik ... Niyama Dhamma yang Impersonal Transenden cukup kokoh menyangga permainan "abadi" nama rupa di samsara ini ... perlu keselarasan, keberimbangan dan kebijaksanaan untuk tidak perlu melakukan penyimpangan, pelanggaran bahkan penyesatan yang akan menjadi bumerang kelak ... kemurnian diutamakan tidak sekedar "kelihaian" ). Buddhisme adalah Dhamma penempuhan yang mengutamakan keberdayaan autentik bukan agama penganutan yang mendoktrin kepercayaan fanatik. Saddha adalah awal keterbukaan untuk penempuhan bagi pembuktian kebenarannya (bukan hanya karena memang telah tercapainya Ariya magga namun dampak by product kedewasaan dan keberkahan yang didapatkannya dalam perjalanannya). Untuk penempuhan hingga pencerahan sangat diperlukan bukan hanya kebenaran idea pandangan, namun juga cara pensikapan , arah penempuhan dan mode pengarahan yang tepat dan layak hingga tujuannya. Semoga dengan ini kekhawatiran/keprihatinan alm YM Bhante Punnaji tidak (segera?) terjadi.
Be realistics to realize the real … level to reach > label to claim 

PENCAPAIAN
karena kelayakan kualitas akumulatif  untuk level evolusi & demi kebaikan maqom dimensi tujuan 
PENCAPAIAN AGAMA : kamavacara ? level kualitas hanya baru amal eksistensial 
dijanjikan jannah dipastikan barzah ? karena kelayakan kualitas evolusi & demi kebaikan dimensi tujuan dimensi eteris petta asura juga perlu orang 'baik' yang bisa dilayani keliaran obsesi kelekatan pengharapan/ penganggapannya  , dimensi astral surga perlu orang 'arif' untuk 'dilayani' kenaifan sensasi kebahagiaannya  , dimensi kausal triloka perlu orang 'suci' untuk 'dilayani' kesemuan fantasi kemurnian keilahianan dirinya 
PENCAPAIAN MYSTICS : brahmanda ? level kualitas energi batin mampu terarah universal 
dituju keilahian didapat 'layanan' sensasi & fantasi kemanunggalan Ilahiah yang masih semu dalam suddhavasa , naif dalam keterlelapan anenja bahkan bisa liar kembali samsarik abhassara untuk eksistensial  
PENCAPAIAN SADDHAMMA : brahmanda lokuttaralevel kualitas esensi impersonal sudah mulai terjaga transendental 
dituju keesaan  advaita didapat baru ke'buddha'an ariya nibbana ( zarah diri pribadi < kaidah alam semesta< wihdah sentra segalanya .... faktisitas asymptot kesempurnaan panentheistics 10. .. ideal walau absurd  . figure < proses kaidah kosmik < tauhid, wihdat, etc )
memastikan kebenaran ? konsep dualitas keyakinan/keinginan < foto angle keseluruhan < video proses kesedemikianan 
Gunakan keahlian reversed inference (logika akal - tantien rasio) untuk keberlanjutan yang lebih mendalam  dengan memurnikan kepekaan empati kosmik gnosis wisdom untuk kemendalamannya  (logika hati - tantien emosi ) demi zazen pemahaman kebijaksanaan yang lebih benar, bijak & bajik (suci, arif & luas ... tantien pusat /solar plexus/ ?), seeker.

PENEMPUHAN 
PENEMPUHAN AGAMA
Transaksi Personal 
PENEMPUHAN MYSTICS :
Realisasi Personal 
the Guardian ... Elite Global KOsmik ? Sant Mat : 5 guardians 
Moksha mysticism sant mat  Dimensi Ilahiah : Alakh Niranjan- Brahm - Par Brahm - sohang- sat purush (Anenja/ vehapala  Brahma ?

PENEMPUHAN SADDHAMMA : 
Realisasi Impersonal 

Desain Global Dhammadhipateyya Buddhisme dalam transedensi penempuhan simultan (adiduniawi > duniawi) JMB 8 maksimal demi 10 kualitas arahata = Samma "panna" SADDHA 2 : Pandangan Benar (sammā ditthi), Pikiran Benar (sammā samkappa) – Samma Sila 3 : Ucapan Benar (sammā vācā), Perbuatan Benar (sammā kammanta), Mata Pencaharian Benar (sammā ājiva) – Samma Samadhi 3 : Upaya Benar (sammā vāyāma), Perhatian Benar (sammā sati), dan Konsentrasi Benar (sammā samādhi) /Dhammacakkhapavatana sutta/+ anattalakkhana sutta = Samma Panna 2: Pengetahuan Benar (samma nana) & Pembebasan Benar (samma vimutti) / Mahacattarisaka Sutta/).
Berikut adalah tabel alternative teparinama penempuhan "kontemporer" bagi etika pacekka (atau mungkin juga Buddha Savaka ?)

No

Level

Saddha  

(peningkatan kefahaman Dhamma : pengetahuan ,penmpuhan, penembusan)

Sila  revised

(pakati + pannati : varita & carita)

Samadhi

(Samatha Pemantapan keberimbangan + Vipassana pemurnian

Kebijaksanaan

Panna

Dhamma Vihara

(Kelayakan terniscayakan)

Prior Input

Final Output

1

Elementary

Suta maya paññā (intelek)

Pancasila

Appana & Khanika

Diba Vihara (surga ?)

Padaparama dihetuka

Neyya tihettuka

2

Intermediate

Cintā maya paññā (intuisi)

Atthasila

Jhana (lokiya & lokuttara)

Brahma Vihara   (Ilahi?)

Vehapala  (rupa + arupa?)

Gotrabu Anuloma

3

Advance

Bhāvanā maya paññā (insight)

Samanasila

Magga & Phala   (irreversible ?)

Ariya Vihara (murni?)

Sekha

Asekha ?

Mengenai cara penempuhan sudah banyak referensi yang diberikan bagi realisasi ini. Para Seeker bisa menanyakan langsung pada para Bhante atau Guru spiritual /Pemandu Meditasi yang bukan hanya lebih berkompeten namun juga sesungguhnya ini wilayah mereka yang sudah sepantasnya bagi kita yang di luar sasana untuk tahu diri, tahu malu dan tahu sila untuk tidak 'tranyakan' melanggar bukan hanya area kewenangan mereka namun juga wilayah kesemestaan bersama yang beragam ini. Walau sebagai seeker kita telah memahami akan proses saddha KM4/ JMB 8 dalam triade sila-samadhi-panna untuk dijalani,.  semisal : chart Pa Auk Sayadaw, etc (juga : Ajahn Chah, Bhante Punnaji, Bhante Vimalaramsi, dsb) 
 proses penempuhannya  & by product peniscayaannya (Sila- Samadhi-Panna untuk Vihara kelayakannya ). 

https://www.youtube.com/watch?v=HoSYlryYtCw&list=PLZZa2J4-qv-a0EzASVS0FHqBlGiHLfeNO&index=15



Tersenyum seperti Buddha
(Smile like a Buddha ... not as a Buddha ? ) 
Be Realistics to Realize the Real 

Tersenyumlah seperti Buddha walau itu memang masih 'fake' (semu) dan tidak 'real'(nyata).
Ini bukan dimaksudkan untuk 'memotivasi' diri bagi kesombongan pencitraan diri dengan melagakkan seakan pencapaian keniscayaan telah terjadi hanya dengan cara itu.
Ini dimaksudkan untuk mengarahkan diri untuk kebijaksanaan penyadaran diri dengan melayakkan peniscayaan keniscayaan yang secara murni dan alami seharusnya terjadi.
Senyum kearifan Ariya yang melampaui sikap positif apalagi negatif.

Bagi Dia yang sudah terjaga itu ekspresi authentik 
Bagi kita yang belum terjaga itu exercise holistik

Tersenyum seperti Buddha JMB 5
karena terfahami secara intelektual simsapa kebenaran spiritual
Kecakapan Pandangan benar akan mengarahkan fikiran benar (kesadaran notion batin)
Kecakapan fikiran benar akan mengarahkan tindakan bajik (ketulusan dana sila etc)
Kecakapan tindakan bajik akan mengarahkan asset mulia (kemurnian punna kusala )
Dhamma indah pada awalnya dengan terlampauinya tataran eksistensial diri
(harmoni dunia - terhindar apaya - terlayakkan surga = Dibba Vihara )

Tersenyum mengarah Buddha JMB 8
karena tercapai secara meditatif acinteya hakekat kenyataan spiritual
Paska asset mulia terus lanjutkan Adhi-Sila (alobha -adosa - amoha : tihetuka)
Paska Adhi-Sila terus lanjutkan Adhi-Citta (Samma Samadhi : Jhana Brahma )
Paska Adhi-Citta terus lanjutkan Adhi-Panna (Samma Vipasana: Gotrabu Nana?) 
Dhamma indah pada pertengahannya dengan terlampauinya tataran universal diri
(harmoni batin - terlampaui moksa - terlayakkan magga  = Dhamma Vihara )

Tersenyum sebagaimana Buddha JMB 10
karena terbukti secara insight advaita desain labirin permainan spiritual
Dengan masaknya Adhi-Panna layaklah Realisasi Keterjagaan (nibbana: pemurnian magga/phala  )
Dalam Realisasi Keterjagaan layaklah Realisasi Kebijaksanaan (panna: sabbanutta/ patisambhida?)
Dalam Realisasi Kebijaksanaan layaklah Realisasi Ketercerahan (kiriya: kusala  non karmik?)
Dhamma indah pada akhirnya dengan terlampauinya tataran transendental diri 
(harmoni - terbuka nibbana - terlampaui samsara  = Ariya Vihara )

Dhamma akan melindungi siapapun yang menempuhnya dengan benar, tepat dan sehat.
Teruslah memperjalankan 'diri' demi semakin terjaganya orientasi, kualifikasi & realisasi
Jalani saja proses penempuhannya secara murni tanpa perlu ambisi/obsesi yang menghalangi.
Layakkan diri sebagaimana kaidah Niyama Dhamma meniscayakan pelayakannya secara alami.
Terima, kasihi dan lampaui segala episode penempaan diri sebagaimana ariya nantinya.
Layakkan diri sebagai Ariya ... maka jikapun nibbana pembebasan belum (mampu/perlu?) tercapai , maka keterjagaan, kebijaksanaan dan ketercerahan akan membawa keswadikaan, keberdayaan, dan kebahagiaan dimanapun wilayah, bagaimanapun suasana dan apapun peran zenka keabadian yang dijalani .... Pada hakekatnya, Samsara hanyalah ilusi mimpi dari Nibbana bagi semuanya.

Note :  
Sita Hasituppāda  /Tersenyum seperti Buddha  = Kesadaran sakshin tandiri keterjagaan nirvanik dalam dagelan internal nama rupa diri dalam keterlelapan drama samsarik  (ini guyonan sastra semoga tidak diterima wantah )
Wacana di atas itu bahasa sastra, bro/sis. Jangan diterima wantah. (payah, deh?). Memang ada tehnik terobosan meditasi smile dari Bhante Vimalaramsi yang menggunakan metta bhavana sebagai alternative anapanasati umumnya. Smile digunakan untuk mengembangkan metta, ketenangan dalam kearifan batin, relax tidak tegang terobsesi mengharap hasil instan, etc. "Senyum kiriya" yang autentik & holistic tentu saja jika itu murni & alami sebagai asekha. 
Well, sekedar gambaran tambahan. Buddha factor (keberadan Buddha) yang sabbanutta atas pelayakan metode atas kemasakan indriya para savakaNya memang krusial. Sesungguhnya tidak hanya 40 kammathana yang dibabarkan. Saat ini memang ada banyak metode selain peta baku spiritualitas Buddhisme Realisasi penempuhan JMB 8 untuk pencapaian kualitas arahat 10 yang digunakan bagi para samana  selain  versi Myanmar,(Pa Auk Sayadaw, Mahasi Sayadaw ,etc ) ada juga metode terobosan lainnya yang kreatif kontemporer demi proses pelayakan umat dengan  tetap tidak meninggalkan pakem ajaran semisal metode bertahap Ariya Magga mendiang bhante Punnaji , metode TWIM bhante vimalarmsi bahkan locally ada juga dari Bhante Gunasiri, MMD Hudoyo belum lagi dari Tibetan Vajrayana / Mahayana / Zen  bahkan yang dianggap kontroversial semacam Dhammakaya dlsb. (Lihat dan nilai  uji sendiri referensi upload kami ). Apapun itu semua hendaklah dihargai sebagai upaya samvega spiritualitas para Neyya Buddhism dalam merealisasikan ajaran ... walau mungkin beda di permukaan namun semoga di kedalaman akan mecapai level pencerahan yang sama / setara juga (tentu saja jika dasar pengetahuan, penempuhan dan penembusannya benar, tepat dan sehat dalam kemurniannya ). Sebagai padaparama dihetuka di luar sasana kami ungkapkan ini dengan tanpa maksud intervensi "mengompori" keharmonisan sasana dengan mana pembenaran kesombongan untuk membela/meninggikan yang satu apalagi dengan mencela/merendahkan lainnya.  

Herman Hesse' Siddharta
62 Knowledge can be conveyed, but not wisdom. 
Pengetahuan dapat disampaikan, tetapi bukan kebijaksanaan
6"I know it," said Siddhartha; his smile shone golden. "I know it, Govinda. And behold, with this we are right in the middle of the thicket of opinions, in the dispute about words. For I cannot deny, my words of love are in a contradiction, a seeming contradiction with Gotama's words. For this very reason, I distrust in words so much, for I know, this contradiction is a deception. I know that I am in agreement with Gotama. How should he not know love, he, who has discovered all elements of human existence in their transitoriness, in their meaninglessness, and yet loved people thus much, to use a long, laborious life only to help them, to teach them! Even with him, even with your great teacher, I prefer the thing over the words, place more importance on his acts and life than on his speeches, more on the gestures of his hand than his opinions. Not in his speech, not in his thoughts, I see his greatness, only in his actions, in his life."
“Aku tahu” ucap Siddhartha; semyumnya seperti caahaya keemasan. “Aku tahu, Govinda. Dan lihatlah, kita sekarang berada di belantara pendapat, memperselisihkan kata-kata.Aku tidak bisa menyangkal, kata-kata ku tentang cinta itu kontradiktif atau terdengar kontradiktif dengan kata-kata Gotama. Untuk alasan khusus itu, aku sangat tidak mempercayai kata-kata karena aku tahu bahwa “kontradiktif” itu sendiri menyesatkan. Aku tahu bahwa aku setuju dengan Gotama. Bagaimana, selanjutnya, ia bisa dan semua orang gagal untuk berkenalan dengan cinta? Dia (Gotama) yang mengetahui kefanaan dan ketiadaan eksistensi semua manusia, namun sangat mencintai manusia, yang mana ia menghabiskan waktu, mengeluarkan tenaganya hanya semata-mata untuk menolong mereka, mengajar mereka! Bahkan dalam kasusnya, bahkan dalam kasus guru mu yang agung itu, kehidupannya lebih aku hormati daripada katakatanya. Aktivitas dan hidupnya lebih penting daripada ajarannya, gestur tangannya lebih penting daripada pendapatnya. Aku melihat keagungannya bukan dari katakata, pikirannya, tetapi hanya dari aktivitas di dalam hidupnya.

Well, sesungguhnya tokoh ini memang luar biasa. True Seeker yang autentik , harmonis & holistik . Beliau hanya katakan kebenaran yang telah direalisasi sejati tidak seperti kami truth seeker yang sering 'tranyakan'  berasumsi , Sadhguru Yasudev.

Sadhguru Yasudev Quotes : 
If you are looking for solace, belief system is fine. But if you are looking for a solution, you have to seek.
Jika anda mencari hiburan, sistem kepercayaan baik-baik sajalah. Tetapi jika anda mencari solusi anda harus mencarinya. 
Sadhguru Yasudev Quotes : 
The intelect which is based on memory is wonderful tool. However, it can only inform - it can not transform.
Intelek yang didasarkan pada memori adalah alat yang luar biasa. Namun ia hanya dapat menginformasi - dia tidak dapat mentransformasi.
Sadhguru Yasudev Quotes : 
Being a seeker of truth means refusing to make assumptions about things that you do not know.
Menjadi pencari kebenaran berarti menolak membuat asumsi tentang hal hal yang tidak anda ketahui..

Figur holistik  (being true, humble & responsible x fake, arogant & irresponsible) untuk menjaga harmoni dimensi bukan hanya tidak menyesatkan, menyusahkan apalagi tega mengorbankan lainnya demi pembenaran kepentingan, kebanggaan & kesewenangan dirinya namun bahkan sebaliknya.rela berkorban diri termasuk juga  mencerahkan evolusi pribadi lainnya . 
Sadhguru Yasudev Quotes : 
Only in transendence can there be transformation. When you keep rising from where you are right now, one day you will be profoundly transformed. 
Hanya dalam transendensi dapat ada transformasi Ketika anda terus bangkit dari posisi anda saat ini, Suatu hari anda akan ditransformasi secara mendalam .
Sadhguru Yasudev Quotes : 
Whatever competence, capabilities and genius we may have - all of it is meaningful when there is balance.  
Apapun kompetensi, kemampuan dan kegeniusan yang mungkin kita miliki. Semua itu bermakna hanya jika ada keseimbangan.
Sadhguru Yasudev Quotes : 
Every human being should know the highest possibilities in life are, Whether they will walk the path all the way or not is up to them.
Setiap manusia seharusnya mengetahui apa kemungkinan tertinggi dalam hidup. Apakah mereka akan menrmpuh jalan itu sepenuhnya atau tidak adalah terserah mereka

khutbah bunga mahakasapa 
Mahakassapa (Pali:Mahākāśyapa) atau Kāśyapa, adalah seorang brahmana dari Magadha di sebuah desa bernama Mahatittha, yang menjadi salah satu murid utama yang sering diperkenalkan oleh Buddha Sakyamuni. Seperti murid-murid Utama Sang Buddha (Sariputta dan Mahamoggallana), Kasyapa juga berasal dari keluarga Brahmana (ayahnya bernama Brahmana Kapila dan ibunya bernama Sumanadevi). Ia juga penyelenggara dan penuntun Sidang Agung Pertama. Ia juga sering digambarkan mendampingi Sang Buddha bersama-sama dengan Ananda, masing-masing di sisi Sang Buddha. Ia juga dipanggil dengan panggilan "Pipphali".
Menurut legenda, suatu hari Sang Buddha sedang menyampaikan "Khotbah Bunga" di Puncak Burung Hering, ia menaiki tahtanya, memetik setangkai bunga, dan menunjukkan kepada yang hadir. Tidak seorang pun memahami maknanya, kecuali Mahakasyapa, yang menanggapinya dengan tersenyum. Sang Buddha memilihnya sebagai seseorang yang mengerti sepenuhnya dan merupakan seseorang yang pantas menjadi penerusnya. Sang Buddha kemudian berkata:
Aku memiliki mata Dharma dari doktrin yang benar dan pikiran yang indah akan Nirvana. Bentuk sejati sebenarnya adalah kekosongan dan pintu Dharm yang halus. Semua ini telah aku wariskan kepada Mahakasyapa— Karakteristik dan Esensi Ajaran Zen, [2]

EBOOK BUDDHISM 2/SUDAH/BHANTE/TRANS/Karakterisitik-dan-Esensi-Zen.pdf

264344



3 jawaban zen boddhidharma
Pada tahun 527 semasa Dinasti Liang, ada seorang mahabhiksu India bernama Bodhidharma berlayar ke Tiongkok. Ia mendarat di Guangzhou pada tanggal 21 September. Kaisar yang berkuasa saat itu, Kaisar Wu, adalah pemeluk agama Buddha yang antusias. Ia suka mengenakan busana Buddhist, menyantap makanan vegetarian dan melantunkan liturgi Buddhist. Semasa pemerintahannya, agama Buddha berkembang luas di Tiongkok. Kaisar membangun banyak vihara dimana-mana serta menyiarkan agama Buddha hingga ke seluruh pelosok negeri.
Pada tanggal 1 Oktober sang Kaisar mengundang Bodhidharma ke ibu kota di Nanjing, dan terjadi dialog sebagai berikut.
Kaisar Wu: “Selama ini saya telah banyak sekali membangun vihara besar serta pagoda, berdana, dan menyokong kehidupan para bhiksu dan bhiksuni, mencetak sangat banyak kitab-kitab suci, patung dan lukisan Buddhist, menolong orang miskin sampai tak terbatas jumlahnya. Jadi seberapa besarkah pahala dan kebajikan yang telah saya buat?”
Bodhidharma: “Semua itu tidak ada pahalanya atau kebajikannya apapun. Segala yang Anda lakukan cuma sebuah kesibukan duniawi yang tak bisa dipandang sebagai kebajikan sejati. Kebajikan sejati ada dalam kesadaran murni yang sempurna dan menakjubkan. Hakikatnya suwung. Anda takkan bisa mencapai kebajikan sejati itu dengan cara-cara duniawi.”
Kaisar Wu: “Kalau begitu, siapakah Anda yang berdiri di hadapan saya ini?”
Bodhidharma: “Tidak tahu.”
Antusiasme Kaisar Wu dalam menyiarkan agama Buddha, berdana, menyokong Sangha, menolong rakyat miskin, membangun tempat ibadah, itu sebenarnya jelas adalah sebuah kebajikan, akan tetapi Bodhidharma bermaksud membantu Kaisar untuk masuk ke level spiritual yang lebih mendalam.
Bodhidharma ingin membantu Kaisar Wu untuk melepas kemelekatan egoismenya terhadap subyek “aku” yang berdana, terhadap “tindakan” berdana, dan terhadap obyek “liyan” yang diberi dana. Untuk merealisasi bahwa pada hakikatnya aku, tindakan, dan liyan adalah suwung, sehingga kebajikan tersebut menjadi sempurna paramita karena bersih dari beban kemelekatan.
Ini seperti yang kalau dalam bahasa Jawa disebut sebagai, “sepi ing pamrih, rame ing gawe”. Sebagaimana dalam sutra Mahayana dikatakan, “Kembangkan batin yang tidak melekat pada apapun, namun berfungsi dengan sempurna”.
Berikutnya, dengan bingung Kaisar mempertanyakan siapakah Anda yang berani menihilkan karya-karya besar Kaisar?
Bodhidharma menjawab, “Saya tidak tahu.”
Untuk kedua kalinya Kaisar tak mampu menangkap petunjuk Bodhidharma tentang “pikiran yang tidak tahu”.
Pikiran yang sadar “tidak tahu” adalah pikiran yang tidak dibebani oleh pengetahuan, konsep, wacana. Sebaliknya, pikiran yang rumangsa tahu itu tertutup oleh prasangka-prasangkanya sendiri. Prasangka-prasangka adalah data basi, tidak riil.
Pikiran yang tidak tahu sifatnya segar, membuka, selalu baru, luwes, sadar, penuh perhatian, ingin tahu. Dengan demikian tidak gentar dalam menjumpai hal-hal baru, tidak ketakutan atau benci terhadap yang asing, siap untuk belajar, berani berubah, tanpa beban melihat realitas secara riil, direct, dan di sini - sekarang.  Dalam tradisi Buddhisme ini disebut sebagai “pikiran pemula”.
Ini sejalan dengan nasehat bahasa Jawa, “Aja rumangsa bisa, nanging bisa a rumangsa” yang kurang lebih berarti: Janganlah sok merasa pandai, akan tetapi mampulah melihat atau menyadari keadaan obyektif diri sendiri.
Menyadari bahwa level batin Kaisar Wu tak mampu mencapai  pemahaman seperti itu, maka Bodhidharma pergi berlayar menyebrangi Sungai Yangtze pada tanggal 17 Oktober. Beliau sampai di biara Shaolin di Gunung Song dan menghabiskan waktu 9 tahun duduk bertapa dalam gua di balik bukit.  Beliau terkenal karena memperkenalkan yoga dan olah tubuh yang belakangan dikenal sebagai kungfu kepada para biarawan Shaolin guna meningkatkan kesehatan fisik dan mental mereka agar mampu bermeditasi secara lebih mendalam.
Bodhidharma dipandang sebagai sesepuh Buddhisme Chan Tiongkok pertama dan dikenal dengan nama Da Mo, di Jepang  sebagai Da Ru Ma, di Tibet sebagai Pha Dampa Sangye. Di Tiongkok beliau kadang dijuluki, “Bhiksu asing bermata biru.”
Sumber-sumber Tiongkok dan Jepang mengatakan bahwa Bodhidharma asalnya adalah seorang pangeran Persia atau mungkin perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Sumber India, tradisi Asia Tenggara dan Tibet lazimnya mengatakan bahwa ia adalah petapa suci berkulit hitam, asalnya adalah seorang pangeran Tamil, India Selatan, yang mengalami keterbangunan kundalini lalu melepas kehidupan istana dan menempuh kehidupan bhiksu.
Oleh: Agus Santoso Ketua Majelis Budayana Indonesia DIY
https://www.bernas.id/45430-membalas-budi-ke-orang-tua
Lengkapnya https://en.wikipedia.org/wiki/Bodhidharma
Encounter with Emperor Wu of Liang
The Anthology of the Patriarchal Hall says that in 527, Bodhidharma visited Emperor Wu of Liang, a fervent patron of Buddhism:
Emperor Wu: "How much karmic merit have I earned for ordaining Buddhist monks, building monasteries, having sutras copied, and commissioning Buddha images?"
Bodhidharma: "None. Good deeds done with worldly intent bring good karma, but no merit."
Emperor Wu: "So what is the highest meaning of noble truth?"
Bodhidharma: "There is no noble truth, there is only emptiness."
Emperor Wu: "Then, who is standing before me?"
Bodhidharma: "I know not, Your Majesty."
Bertemu dengan Kaisar Wu dari Liang
The Antology of the Patriarchal Hall mengatakan bahwa pada tahun 527, Bodhidharma mengunjungi Kaisar Wu dari Liang, seorang pelindung kuat agama Buddha:
Kaisar Wu: "Berapa banyak pahala karma yang telah saya peroleh untuk menahbiskan biksu Buddha, membangun biara, menyalin sutra, dan menugaskan gambar Buddha?"
Bodhidharma: "Tidak ada. Perbuatan baik yang dilakukan dengan tujuan duniawi membawa karma baik, tetapi tidak ada jasa."
Kaisar Wu: "Jadi apa arti tertinggi dari kebenaran mulia?"
Bodhidharma: "Tidak ada kebenaran mulia, yang ada hanyalah kekosongan."
Kaisar Wu: "Lalu, siapa yang berdiri di depanku?"
Bodhidharma: "Saya tidak tahu, Yang Mulia
penjelasan jawaban :
https://www.youtube.com/watch?v=nRt8jRmD964&list=PLZZa2J4-qv-bhq6xJFZjoY4jEP9a4E2e3&index=55&t=59m7s
00:59:07.123 sd 01:00:52.654
T : Guru, saya telah mendengar bahwa ada seorang bhikkhu dengan kekuatan khusus.  Apakah kamu mengetahuinya?
J :  Saya tidak beruntung melihatnya, tetapi Yang Mulia pernah bertemu dengannya. Dia adalah Guru Dharma yang diwawancarai oleh Yang Mulia sebelumnya.
T :  Oh, tidak mungkin dia!  Dia benar-benar tidak tahu tentang pengetahuan.  Berani-beraninya dia berkata, aku tidak pantas mendapat jasa ...  dalam kontribusi saya menjadi Buddhisme!
 J : Dia memberikan jawaban yang benar.  Maafkan pendapat jujur ​​saya, Yang Mulia.  Di permukaan, Anda layak mendapat manfaat dari pekerjaan Anda,  tapi mengidamkan untuk jasa dan pujian .....  telah mengubah sifatnya.
T :  Mungkin dia benar,  tetapi ketika saya bertanya kepadanya apakah Buddha itu ada.  Dia menjawab negatif!
J : Dia juga benar untuk mengatakan itu, Yang Mulia,  Buddha tidak memiliki entitas, ia ada dalam pikiran.  Jika Anda pernah bertanya di mana Sang Buddha berada,  itu berarti Buddha tidak ada dalam pikiran Anda, apalagi kebijaksanaan Buddha.
T : Tapi dia bahkan tidak bisa menjawab siapa dia?
J : Itu karena Master Zen mencapai "altruism absolut", baginya tidak ada "makhluk" .. Dalam hal ini, ia benar-benar seorang Guru Zen yang hebat.

PLUS  Syair Huineng 
Interpretasi Syair Legendaris Zen, Master HuiNeng
Diskusi dimulai dengan moderasi seorang kawan:
Hui Neng memiliki kebijaksanaan yg tinggi walaupun tugasnya hanya memasak didapur.Hui Neng memiliki seorg abang seperguruan yg terpelajar bernama Shen Hsiu.Gurunya meminta murid2nya utk menulis sajak dan menyerahkan kpdnya.
Ini sajak Shen Hsiu,abang seperguruan Hui Neng :

BADAN INI SEBAGAI POHON BODHI

PIKIRAN LAKSANA CERMIN BERSTANDAR

RAJIN MENGGOSOK TERUS MENERUS

AGAR BERSIH TIDAK TERKENA KOTORAN.

Ini sajak Patriat ke 6 Hui Neng :

BODHI SEJATI SEBENARNYA BUKAN POHON,

DAN CERMIN JUGA TIDAK BERSTANDAR,

PADA HAKEKATNYA TIDAK ADA SESUATUPUN,

BAGAIMANA MUNGKIN MENIMBULKAN KOTORAN ?

Dari sajak ini terlihat kebijaksanaan yg tinggi dari Hui Neng dan akhirnya Beliau dinobatkan sbg Patriat Zen ke 6.

http://rawdiamondsfoundation.blogspot.com/2012/06/interpretasi-syair-legendaris-zen.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Huineng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar