Sikap Batin Dasar : Be Realistics to Realize the Real
Menjadi spiritual (kemurnian autentik) tidak sekedar mengemas kesalehan estetik religius
Untuk waspada (kaidah keutamaan > konsep kebenaran > trick kelihaian )
Demi
konsistensi & kontinuitas 'ovada paccceka? maka Kaidah etika
keutamaan tidak sebatas klaim konsep kebenaran apalagi sekedar trick
kelihaian pembenaran 'sacred monistics' perlu ditekankan &
ditegaskan. Ini dimaksudkan sama sekali bukan untuk menyinggung/
menyangkal kepercayaan normatif religius kita selama ini namun justru
demi mendukung bahkan meningkatkan keberdayaan autentik spiritual kita
selanjutnya. In short , agar senantiasa terjaga dalam kebenaran evolutif
, menjaga kebersamaan semuanya & berjaga dari segala kemungkinan
...... bukannya terjatuh dalam semunya keterpedayaan, naifnya
ketersesatan apalagi liarnya pengrusakan bukan hanya diri sendiri namun
bahkan juga lainnya.
Sacred Monistics ? self
term untuk istilah pembenaran anggapan hanya dengan imaginasi /
identifikasi bahwa karena telah berpandangan, beranggapan, berkelakuan
bahkan pernah mencapai 'pencerahan' / "penyatuan' seseorang merasa sudah
berhak merasa suci dan boleh melakukan apapun juga (termasuk kebejatan,
kekejaman dsb) terhadap dirinya sendiri maupun orang lain, lingkungan
sekitar, dsb.
perlu
akal sehat, hati nurani & jiwa suci dalam spiritualitas demi
kebenaran, kebajikan & kebijakan bukan hanya demi evolusi pribadi
kebaikan/perbaikan diri sendiri saja tetapi juga harmoni dimensi
kebersamaan & kesemestaan dengan lainnya disamping ... tentu saja
... agape alithea dalam keselarasan Saddhamma di mandala advaita ini.
Be True : x imaginative
vs kesemuan : kesombongan berpandangan / beranggapan ( identifikatif ?)
mencela itu tercela./mencela
itu tercela bukan hanya untuk yang tidak selayaknya dicela bahkan juga
jikapun dianggap layak untuk itu awas kesombongan, jaga keseimbangan
demi kebijaksanaan akan Kesunyataan holistik /. Adalah
keyakinan semu (atta dipatheyya/loka dipatheyya?) yang
menyatakan/menghalalkan bahwa kita akan dianggap / dipandang mulia ego
kita jika bisa berbangga diri apalagi jika menista lainnya ?
Sesungguhnya tidak perlu mengkambing-hitamkan setan, mara & derivatnya (dajjal, lucifer, kafir, etc), karena sejujurnya kenaifan
& keliaran ego kita sudah cukup parah & payah untuk merusak
diri sendiri dan alam semesta ini tanpa perlu godaan atau cobaan
siapapun juga. Well, jika mereka yang "tercela" tersebut
memiliki integritas etika yang lebih baik & maju mereka pastilah
akan berprihatin dengan kenaifan berpandangan ini ... sebaliknya jika
moralitas norma mereka tidak cukup baik mereka tentulah akan tertawa
karena kejatuhan bersama akan keliaran prilaku ini..
Kutipan :
Well,
dunia kehidupan ini sesungguhnya mampu mencukupi semuanya
dengan kelimpahan, kedamaian & kebahagiaan namun tidak akan mampu
untuk memenuhi keserakahan, kesombongan dan kesewenangan seorang manusia
sekalipun.
Orang
lain (lebih luas makhluk lain) adalah (sebagaimana) diri kita sendiri
yang kebetulan saja saat ini menjalankan peran yang berbeda.
Dsb Dst Dll (
Kutipan : Keraguan
Ehipasiko?
Well, just ... Sapere aude (Horace/Kant?) Be
wise .. dare to know ... Bijaksanalah untuk berani (menjelajah meng-eksplorasi)
untuk mengetahui / menerima (kebenaran pastinya). Tentu saja ini dilakukan
tidak dengan asal-asalan apalagi hanya akal-akalan demi tujuan identifikatif
(membanggakan keakuan) saja apalagi manipulatif (membenarkan kemauan) belaka...
well, sebagaimana konsistensi kaidah kosmik di awal mutlak diperlukan
pemberdayaan internal akal sehat, hati nurani dan jiwa suci untuk mencari,
menempuh dan menembus kebenaran. Perlu
integritas kesungguhan autentik individual yang personal immanen untuk memahami
totalitas keseluruhan holistik universal yang Impersonal Transenden ... sebagai
zenka laten deitas putera keabadian untuk menyadari kembali Sentra sejati
KeIlahian dengan sigma mandala Kaidah alamiah Saddhamma yang sesungguhnya
berlaku nyata walau tanpa perlu pengakuan namun mutlak perlu penempuhan yang selaras
denganNya. Ketuklah maka pintu akan dibukakan - demikian
kutipan kata Alkitab Kristiani yang pernah kami baca. Itu adalah pintu
kebenaran yang sama bagi semua ... pintu tanazul yang menjatuhkan kebodohan/
kepalsuan kita dalam kesemuan, kenaifan dan keliaran permainan samsarik dan
sekaligus gerbang taraqi yang mengarahkan kesadaran/ kemurnian kita kembali ke
rumah sejati (minimal senantiasa mengingatkan kita akan hakekat segalanya yang
murni dalam kesejatianNya dan karenanya dengan kemurnian yang relatif identik
sebagai makhluk spiritual apapun label keberadaan & level keberdayaan
pada saat lampau, kini & mendatang kita menyelaraskan cara pandang,
laku penempuhan dan pelayakan keberdayaannya dengan segala keterbatasan dan
pembatasan yang ada.). Jika zarah /wadah ? memang telah masak & layak
segalanya tentunya akan terjadi sebagaimana yang seharusnya terjadi dalam
kesedemikianan yang multi dimensional ini ... bukan hanya pada keberadaan
eksistensial namun juga kesemestaan universal bahkan hingga kesunyataan
transendental.
Be Humble : x identificative
vs kenaifan : terjaga untuk terus memberdaya & tidak mudah terpedaya (magga phala & ritual ibadah ?)
Untuk menjadi ahli & suci memang mutlak diperlukan kearifan & kebaikan .... namun tidak jaminan setelah level keahlian & kesucian tercapai bisa dipastikan kearifan & kebaikan akan mengikuti.
Selama
berada dalam kondisi meditative okelah (karena toh dengan tidak
melakukan kebodohan/kesalahan/keburukan kepada lainnya sudah termasuk
kebaikan) namun apakah bisa dipastikan setelah itu kebijaksanaan &
ketawaddhuan terus berlanjut dan tidak justru berubah dengan takabur
kesombongan & pembenaran standar ganda kepentingan
karena sudah merasa berlabelkan suci tsb (ingat : Ovada patimokha di
bulan magha atau khosyiun - daaimun .... kelestarian meditative pada 3
saat sebelum, ketika & setelah meditasi/realisasi/)
kutipan :
Well,
Spiritualitas walau tampak sederhana memang sangat complicated (satu
gerbang ilmu hanya bisa dibuka jika wilayah ilmu-laku-teku sebelumnya
bukan hanya telah difahami dan dijalani namun telah dicapai / dikuasai
dan tanpa dilekati perlu dilampaui untuk memasuki gerbang berikutnya).
Lagipula kita juga perlu realistis dengan segala keterbatasan dan
pembatasan yang ada termasuk dan terutama keberadaan diri .... sudah
layak atau belum. (Nibbana baru bisa tercapai dalam Panna keterjagaan
sempurna magga phala tidak sekedar sanna persepsi sebenar apapun
pandangannya tidak juga tanha obsesi sehebat apapun pengharapannya).
Namun
demikian karena ketidak-mengertian seseorang cenderung menganggap
sedangkal apapun sesungguhnya level pencapaian dirinya (baik itu karena
realisasi, referensi bahkan sekedar identifikasi ataupun imaginasi
sekalipun) melabelkan dirinya sendiri sebagai yang tertinggi mengungguli
lainnya untuk diakui segala keberadaannya & dituruti setiap
keinginannya ..... sehingga tidak hanya stagnan untuk berkembang dalam
keberdayaan namun bahkan jatuh terjebak & tersekap dalam
keterpedayaan yang berkelanjutan (apalagi jika bukan hanya kebodohan
internal namun juga pembodohan eksternal dilakukan .... payah &
parah).
Inilah
sebabnya kami lebih suka istilah sederhana kedewasaan pencerahan
ketimbang perayaan kebebasan (karena lebih : true, humble &
responsible untuk tetap terjaga , menjaga & berjaga dari segala
kemungkinan ... Kebenaran adalah Jalan Kita semua tetapi bukan Milik
kita, Diri Kita dan Label Kita ... Anatta ? .. Well, hanya Sang
Kebenaran (baca: Hyang Esa ... Tuhan Transenden dalam triade Wujud,
Kuasa & KasihNya atas laten deitas keIlahianNya di segala mandala
immanenNya yang nyata, mulia dan benar dalam kesempurnaanNya) yang benar. Sedangkan kita dalam
keterbatasan & pembatasan yang ada memang sering bodoh, bisa saja
salah, dan bahkan mungkin jatuh namun tetap perlu segera bangkit
kembali menempuh jalan benar itu dengan benar dalam niat, cara,&
arah tujuannya ... terjaga untuk evolusi eksistensial , menjaga bagi harmoni universal & berjaga demi sinergi transendental
Perlu kebajikan dalam berpandangan
Lim, kalau kamu bertanya dan mencari kebenaran, kebenaran itu persis seperti panasnya lampu minyak yang barusan kamu rasakan. Ada namun tidak terlihat, terasa namun tak dapat digenggam, mengelilingimu dengan cahayanya namun tak dapat kamu miliki, semua orang merasakan hal yang sama, melihat pancaran lampu tersebut, namun saat ingin dimiliki atau disentuh dia tak tersentuh, namun dapat dilihat dan dirasakan, itulah kebenaran.
Kebenaran itu universal Lim, milik penciptanya dan segenap dunia ini, namun saat kebenaran ingin dimiliki oleh satu orang saja atau satu kelompok saja, dia akan langsung menghilang tak berbekas, karena kebenaran itu untuk disadari, dijalani bukan untuk dimiliki oleh makhluk yang Annica ( Tidak kekal) ini, makhluk yang Lobha ( Serakah) ini, makhluk yang penuh Irsia ( Iri hati) ini, makhluk yang penuh dengan Moha ( Kebodohan) ini dan bukan pula punya makhluk yang penuh dengan Dosa (Kebencian) ini. Disaat sebuah kebenaran sudah di klaim oleh orang lain atau hanya milik sebagian kelompok saja, maka kebenaran tersebut akan berubah menjadi pembenaran, menurut dirinya sendiri, menurut maunya sendiri, menurut nafsunya sendiri.
Jadi Lim anakku, berjalanlah diatas kebenaran, lakukanlah yang benar benar, namun jangan sekali kali muncul keinginan untuk memiliki kebenaran yang universal tersebut, karena kebenaran itu universal tidak dapat dimiliki oleh siapapun kecuali Sang Pencipta kebenaran itu sendiri.
semoga dapat dipahami dan semoga semua makhluk berbahagia lepas dari penderitaan selamanya, Sadhu sadhu sadhu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar